Oleh: Farid Haritsah S.Pd
(Pendidik, Mubalighoh Kabupaten Magetan)
#MuslimahTimes –– Salah satu persoalan krusial dalam bidang ekonomi yang berdampak negatif secara luas pada bidang-bidang lainnya adalah masalah pengangguran.Di Magetan Terdapat 14.000 lebih warga tercatat sebagai pengangguran.Data tesebut disampaikan Suyadi (Ka Disnakertrans) dalam salah satu kunjungan kerjanya di bulan Desember 2018.
Di tempat lain Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri membeberkan capaian kinerja empat tahun pemerintahan Jokowi-JK di sektor ketenagakerjaan. Ia mengatakan bahawa di empat tahun masa kepemimpinan Jokowi-JK, angka pengangguran turun drastis di posisi 5,13 persen. Itu angka pengangguran terendah dalam sejarah kita.Sejak reformasi ini yang terendah,” kata Hanif di Jakarta, Selasa (23/10/2018).Hanif meminta publik tidak menutup mata pada data-data pengangguran tahun sebelumnya.Hanif menyatakan, pemerintahan Jokowi-JK memiliki capaian baik dalam upaya mengurangi angka pengangguran.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2018 mencapai 5,13%, atau turun dari periode tahun sebelumnya yaitu 5,33%. Dari persentase tersebut, maka jumlah pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 6,87 juta orang atau turun dari sebelumnya yang mencapai 7,01 juta orang. Menurutnya, tingkat pengangguran di kota jauh lebih tinggi dibanding di desa. Pada Februari 2018, TPT di perkotaan sebesar 6,34%, sementara TPT di wilayah pedesaan yang hanya sebesar 3,72%. Hal ini disebabkan karena banyak orang desa pindah ke kota untuk mencari pekerjaan.
Sementara jika dilihat dari tingkat pendidikannya, maka TPT terbesar berada pada level Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 8,92%. Kemudian, setelah itu pada level Diploma I/II/III sebesar 7,92%. Jadi ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap, terutama pada tingkat pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. Sedangkan mereka yang berpendidikan rendah, cenderung mau menerima pekerjaan apa saja sehingga lulusan SD menduduki TPT terendah sebesar 2,67% ,” menurut BPS.
“Dibanding kondisi setahun yang lalu, peningkatan TPT terjadi pada tingkat pendidikan Diploma I/II/III, universitas, dan SMA.Sedangkan TPT pada tingkat pendidikan lainnya menurun,” tandasnya.
Secara angka jumlah pengangguran di tahun 2018 sekitar 6,87 juta dari 133,9 juta tenaga kerja. Angka ini menurun di banding tahun 2017 dimana jumlah pengangguran ketika itu mencapai 7,01 juta dari jumlah tenaga kerja 128,1 juta. Dan 2017 juga menurun dibanding 2016 dimana jumlah pengangguran ketika itu 7,013 juta dari 127,8 juta. Dari tahun ke tahun selama pemerintahan Jokowi-JK mengalami penurunan. Namun tidak signifikan dan jumlah pengangguran tetap tinggi.
Pengangguran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keadaan tidak melakukan apa-apa atau tidak bekerja.Status ini tentu bukanlah status yang dapat dibanggakan, terlebih bagi para lulusan baru di tengah ketatnya persaingan mendapatkan kerja.Bayangkan saja, di Indonesia sendiri, lulusan sarjana bisa mencapai angka 700 hingga 800 ribu tiap tahunnya. Belum lagi ditambah oleh lulusan dari jenjang pendidikan lain, seperti SMK contohnya. Totalnya, per tahun Indonesia bisa mencetak sekitar 2 juta angkatan kerja baru.
Jumlah pengangguranmeningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendapatkan lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri sendiri akan berdampak positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja. Pada perekonomian yang maju, sebagian besar orang yang menjadi pengangguran memperoleh pekerjaan dalam waktu singkat
Pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu, 1.Pengangguran terselubung (disguised unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. 2. Pengangguran setengah menganggur (under unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. 3 Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
// Dampak pengangguran //
Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian, karena dengan adanya pengangguran maka produktivitas dan pendapatan seseorang akan berkurangsehingga akan menyebabkanmeningkatnya angka kemiskinan. Meningkatnya konflik rumah tangga, naiknya angka perceraian, munculnyaa kekerasan dalam rumah tangga dan masalah-masalah keluarga yang lain juga menjadi dampak adanya pengangguran. Kesenjangan sosial kaya miskin sebagai dampak berkelanjutan juga tidak bisa dielakkan.
Munculnya gangguan kesehatan fisik dan mental seringkali mewarnai kehidupan para penganggur. Semakin lama pengangguran berlangsung semakin parah kondisi kesehatan. Dengan meningkatnya depresi dan masalah kesehatan yang lain. Selain kehilangan pendapatan mereka juga ditemukan kehilangan teman, harga diri dan bahkan Frustasi sebagai akibat pengangguran. Hal ini dikhawatirkan bisa mengarahkan mereka terjebak pada miras dan narkoba sebagai pelampiasan.
Tidak bekerja alias menganggur dapat menghilangkan keterampilan, karena keterampilan tidak digunakan apabila tidak bekerja. Tersendatnya pemenuhan kebutuhan pangan juga akan terpengaruh secara langsung di sebabkan pengangguran. Menurunnya tingkat kesehatan diri dan keluarga. Kebutuhan akan pendidikan juga tidak bisa terpenuhi .Oleh karena itu bagi masyarakat Pengangguran merupakan beban psikologis , psikis dan bahkan fisik.sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Misalnya pencurian, perampokan sekaligus pembunuhan.
// Akar Masalah Pengangguran //
Pengangguran disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu, faktor individu dan faktor kebijakan struktural. Pertama faktor individu, menurut Qardhawi (2005:6-18) pengangguran individu dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu, pertama pengangguran Jabariyah (terpaksa) ialah pengangguran dimana seseorang terpaksa harus menerioma kondisi itu.Misalnya karena cacat yang menyebabkan tidak bisa bekerja, tidak memiliki ketrampilan sedikitpun atupun memiliki keterampilan tetapi ketrampilan itu tidak berguna lagi disebabkan perubahan zaman. Masalah ini tentu ada kaitanya dengan tingkat pendidikan bagi tenaga kerja di Indonesia. Kedua pengangguran khiyariyah, ialah seseorang yang menganggur padahal sebenarnya ia mampu bekerja. Namun ia memilih untuk berpangku tangan dan bermalas-malasan sehingga menjadi beban bagi yang lain.
Faktor kedua, kebijakan struktural. Faktor ini menjadi penyebab pengangguran dengan dampak yang luas. Sistem ekonomi yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi bukan pemerataan menjadi faktor urgen penyebab tingginya angka pengangguran. Sistem ini hanya melihat tingginya angka pertumbuhan ekonomi yang notabene penyumbang pertumbuhan itu adalah industri-industri besar yang dimiliki oleh korporasi ataupun para konglomerat. Walhasil akan menyebabkan penimbunan kekayaan pada beberapa gelintir orang saja.
Sistem ekonomi di Indonesia yang mengembangkan sektor ekonomi non real juga menjadi penyumbang urgen tingginya pengangguran. Ketika uang menjadi komoditas maka pertumbuhan uang yang beredar jauh lebih cepat daripada sektor real. Hal ini akan menyebabkan inflasi dan penggelembungan harga aset sehingga menyebabkan turunnya produksi dan investasi di sektor real. Akibatnya kondisi ini akan mendorong kebangkrutan perusahaan dan kemudian terjadilah PHK besar-besaran.
Masuknya tenaga kerja asing terutama dari cina secara besar-besaran juga telah menggeser tenaga kerja pribumi. Sebagaimana telah diketahui bahwa pemerintah Jokowi-JK telah mencabut syarat wajib berbahasa Indonesia walaupun hal ini telah menuai kritik dari Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf. Menurut Dede bahwa pencabutan syarat wajib berbahasa Indonesia ini akan membawa dampak buruk. Salah satunya akan menciptakan masalah sosial baru yang akan menyebabkan kesenjangan sosial. Dimana mereka akan membuat komunitas sendiri, kelompok sendiri dan akhirnya menjadi senior. Kondisi ini tentu saja akan dengan mudah menggeser tenaga kerja pribumi dan menempatkannya di pinggiran. Sayangnya Pemerintah tidak memberikan proteksi sedikitpun terhadap kesempatan kerja, alih ilmu dan teknologi bagi pribumi. Demikianlah dengan pemberlakuan MEA sejak tahun 2015 indonesia telah dibanjiri TKA baik yang ahli maupun yang tidak ahli. Sehingga peluang kerja sebesar-besarnya untuk asing.
Kebijakan pemerintah dalam hal pemenuhan berbagai macam kebutuhan juga tidak berpihak kepada rakyat secara signifikan menimbulkan pengangguran baru. Menurut Menaker kenaikan BBM sebesar 10 % akan menyebabkan pengangguran 1 juta orang. Belum lagi jika pemerintah juga menaikkan Tarif dasar listrik, sembako ataupun kebutuhan-kebutuhan yang lain.
//Kebijakan Negara (Khilafah) dalam Mengatasi Pengangguran//
Dalam sistem Islam, Negara (Khilafah), kepala negara (Khalifah) berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi politik ekonomi Islam. Rasulullah saw.:
« رَعِيَتِهِعَنْ مَسْؤُوْلٌوَهُوَ اَلرَإِ مَامُاعٍ »
‘Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lebih detail, Rasulullah saw. secara praktis senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), “Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!”
Mekanisme yang dilakukan oleh Khalifah dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu: mekanisme individu dan sosial ekonomi.
1. Mekanisme individu.
Dalam mekanisme ini, Khalifah secara langsung memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt. serta memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan. Islam pada dasarnya mewajibkan individu untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup.
Banyak nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja. Misalnya, firman Allah Swt.:
[رِزْقِهِ مِنْ وَكُلُوامَنَاكِبِهَا فِيفَامْشُوا]
‘Berjalanlah kalian di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. (QS al-Mulk [67]: 15).
Imam Ibnu Katsir (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, IV/478) menyatakan: “Maksudnya, bepergianlah kalian semua ke daerah di bumi manapun yang kalian kehendaki, dan bertebaranlah di berbagai bagiannya untuk melakukan beraneka ragam pekerjaan dan perdagangan.”
Dalam hadis, Rasulullah saw. berdabda:
َ قُوتَهُ يَمْلِكُ عَمَّنْ يَحْبِس أَنْ بِالْمَرْءِ كَفَى
‘Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya. (HR Muslim).
Bahkan Rasulullah pernah mencium tangan Saad bin Muadz ra. tatkala beliau melihat bekas kerja pada tangannya, seraya bersabda (yang artinya), “Ini adalah dua tangan yang dicintai Allah Taala.”
Jelas, Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Ketika individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka Khalifah berkewajiban untuk memaksa individu bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan.Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra.ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, “Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.”Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.
2. Mekanisme sosial ekonomi.
Mekanisme ini dilakukan oleh Khalifah melalui sistem dan kebijakan, baik kebijakan di bidang ekonomi maupun bidang sosial yang terkait dengan masalah pengangguran. Dalam bidang ekonomi kebijakan yang dilakukan Khalifah adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.
Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah. Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika berada di Madinah. Itulah yang dalam syariat Islam disebut i‘thâ’, yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta Baitul Mal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.
Dalam sektor industri Khalifah akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Selama ini negara-negara Barat selalu berusaha menghalangi tumbuhnya industri alat-alat di negeri-negeri kaum Muslim agar negeri-negeri Muslim hanya menjadi pasar bagi produk mereka. Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, Khalifah sebagai wakil umat akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Selama ini ketiga sektor ini banyak diabaikan atau diserahkan kepada swasta sehingga belum optimal dalam menyerap tenaga kerja.
Negara juga tidak akan mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor non-real. Sebab, di samping diharamkan, sektor non-real dalam Islam juga menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja, bahkan sebaliknya, sangat menyebabkan perekonomian labil.
Menurut penelitian J.M, Keynes, perkembangan modal dan investasi tertahan oleh adanya suku bunga; jika saja suku bunga ini dihilangkan maka pertumbuhan modal akan semakin cepat.
Hasil penelitian di Amerika membuktikan bahwa masyarakat berhasil menabung lebih banyak pada saat bunga rendah bahkan mendekati nol.
Dalam iklim investasi dan usaha, Khalifah akan menciptakn iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Adapun dalam kebijakan sosial yang berhubungan dengan pengangguran, Khalifah tidak mewajibkan wanita untuk bekerja, apalagi dalam Islam, fungsi utama wanita adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga (ummu wa rabbah al-bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki. Dengan kebijakan ini wanita kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki—kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh wanita.
Itulah mekanisme Islam yang insya allah akan mampu mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara adil. Ini hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Wallâhu a‘lam. []