Oleh: Supiani
(Pengamat Politik)
Â
#MuslimahTimes —Menjadi negara maju adalah impian setiap negara. Begitupun Indonesia. Sebagai negara berkembang, Indonesia sedang berusaha menjadi negara maju. Hal ini jelas bukan mustahil. Sebab dilansir dari Kompas.com (30/01/2019), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memandang, bukan mustahil Indonesia naik kelas dari negara berkembang menjadi negara maju.
Indonesia diperkirakan akan berada pada puncak bonus demografi pada 2020-2025. Yakni kondisi dimana masyarakat usia muda mendominasi penduduk Indonesia. Saat itu diperkirakan ada 174-180 juta penduduk usia produktif yang siap menggerakkan ekonomi Indonesia. Dan kondisi ini harus dimanfaatkan dengan baik demi terwujudnya Indonesia menjadi negara maju.
Hal ini akan terwujud ketika pemerintah mampu menyiapkan program bagi para generasi muda untuk menguasai pangsa pasar dan bersaing dengan teknologi. Mengamini potensi ini, paslon presiden dan wapres Jokowi-Ma’ruf pun menggaungkan slogan “Indonesia Maju” di Sentul International Convention Center, Minggu (24/02/19) pada acara Konvensi Rakyat bertema Optimis Indonesia Maju. (Kompas.com, 24/02/2019)
Hal ini pun turut dibarengi dengan tercetusnya visi misi berbentuk optimisme dalam menyambut peluang bonus demografi. Setidaknya ada 3 dari 5 visi misi yang disampaikan oleh paslon 01 yang dianggap mampu menjadi program ampuh dalam pemanfaatan peluang potensial bonus demografi. Pertama, Kartu Indonesia Pintar hingga bangku kuliah. Kedua, peningkatan kualitas pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan expansi badan-badan pelatihan. Ketiga, Expansi, revitalisasi dan penguatan sentra-sentra digital dan membangun pembangunan SDM digital. (JawaPos.com, 26/ 02/ 2019)
Anggota tim kampanye nasional Jokowi-Ma’ruf, Dedek Prayudi menilai bahwa tiga poin ini tergabung di dalam rangkaian skema pemberdayaan pemuda. “Tiga program tersebut akan mendorong peningkatan kualitas SDM pemuda kita, agar siap pakai, sesuai kebutuhan jaman dan kompetitif.”
Untuk 2 visi misi lainnya yang dipaparkan dalam acara yang serupa pun diharapkan akan menjadi perwujudan bagi pemberdayaan perempuan. Yaitu program childcare atau penitipan dan pengasuhan anak secara masif juga akan mendorong kesempatan kerja antara perempuan dan laki-laki; juga program modal usaha bagi perempuan seperti Mekar akan dilipatgandakan jumlah penerimanya.
Namun bonus demografis ini pun tak pelak memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Dilansir dari laman Idntimes.com (28/02/19), Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PBIDI), Daeng M Faqih menuturkan bahwa bonus demografis yang terinterpretasikan oleh dominasi penduduk usia produktif bisa menjadi sumber daya manusia yang baik dan akan mendorong kemajuan bangsa. Sebaliknya, mereka bisa menjadi beban bangsa.
Menurut Daeng dalam dialog Komunitas Kesehatan di Jakarta, Kamis (28/02) dilansir dari laman serupa, bonus demografis menjadi peluang bagi perwujudan Indonesia maju jika penduduknya mampu hidup sehat, tidak sakit-sakitan, tidak stunting, tidak mengalami gizi buruk dan berotak cerdas. Namun jika tidak, ini jelas akan menjadi beban bangsa.
Beginilah kondisi mengenaskan Indonesia di masa politik. Segala janji berupa visi misi diramu seciamik mungkin. Berupaya memikat pemilih agar mampu mempertahankan kedudukan dan meraih kekuasaan. Slogan Indonesia majupun hanyalah menjadi sekedar slogan. Sebab upaya yang hendak diwujudkan bersama dengan adanya bonus demografis hanyalah sebuah upaya semu. Tidak benar-benar mampu mewujudkan negara maju yang sesungguhnya.
Bonus demografis jelas tak lepas dari bayang-bayang permasalahan. Stunting contohnya, dilansir dari republika.co.id (24/01/2018) WHO menyatakan jika 7-8 juta balita di Indonesia menderita stunting. Untuk gizi buruk sendiri, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada tahun 2016 silam, status gizi buruk dengan indeks berat badan per umur (BB/U) pada balita 0-59 bulan di Indonesia, menunjukkan persentase gizi buruk sebesar 3,4 %. (Tribunnews.com, 25/01/19). Dan untuk pengguna BPJS sendiri pun belum mampu menyeluruh. Hanya 199 juta jiwa atau sekitar 80 persen dari keseluruhan populasi penduduk Indonesia.
Beginilah ketika sebuah negeri setia kepada sistem menyimpang, yaitu sekulerisme dan demokrasi yang merupakan sistem warisan penjajah. Negara maju pun hanya diukur dari angka perwujudan nilai ekonominya semata. Upaya perwujudannya pun bak berupa eksploitasi sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia ataupun alamnya.
Dalam pemanfaatan bonus demografis saja misalnya, upaya yang ingin diwujudkan oleh paslon 01 hanyalah berupa kemampuan para pemuda untuk dapat bekerja bersama atau bersaing dengan teknologi. Tanpa harus dibarengi dengan pembentukan karakter Islami. Dalam pemberdayaan wanita pun kental sekali dengan aroma eksploitasi, dengan diharapkannya kesetaraan kesempatan kerja antara pria dan wanita.
Slogan “Indonesia Maju” yang akan terwujud sebab modal besar yang dimiliki petahana pun hanya bak ilusi. Sebab modal besar sesungguhnya bagi negeri dengan mayoritas penduduk muslim ialah ide-ide dasar Islamnya. Ide-ide yang akan mampu melahirkan sistem aturan yang mampu membangkitkan Indonesia dengan mengembalikan jati diri umat Islam dan menerapkan hukum-hukum Islam.
Menurut Amien Rais, Indonesia setidaknya memiliki 3 masalah besar yang harus diselesaikan oleh Presiden terpilih di 2019 ini. Masalah tersebut ialah demokrasi diskriminasi, hukum tebang pilih, dan sistem koncoisme. Namun yang terpenting dari semua masalah adalah solusi atau jalan keluar dari permasalahan tersebut. (25/06/2018).
Intinya, negeri ini sedang diliputi berbagai macam masalah yang kian menjadi masalah ketika permasalahan tersebut tak terselesaikan dengan tuntas. Lantas bagaimana Indonesia maju akan eksis? Hanya dengan pemanfaatan berupa eksploitasi bonus demografis saja? Maka tak heran jika Indonesia maju dan bangkit hanyalah menjadi utopis.
Indonesia yang saat ini sedang dalam kondisi multikrisis membutuhkan solusi yang benar-benar konfrehensif dan juga solutif. Sehingga permasalahan yang ada tak hanya selesai lalu menimbulkan permasalahan baru sebab penanganan tak tuntas.
Oleh karenanya, sungguh kesia-siaan jika kita hanya berfokus kepada penggantian pemimpin semata hingga menafikan dasar permasalahan yang ada yaitu berkhidmatnya kita dengan sistem sekuler demokrasi yang merupakan warisan penjajah. Hingga akhirnya kita menafikan bahwa modal besar Indonesia sebagai negeri dengan kependudukan Muslim terbesar di dunia ialah ide-ide Islam yang jelas banyak diemban oleh warga negaranya.
Alangkah baiknya kita mengingat perkataan ulama Amir Syakib: kaum Muslim mundur karena meninggalkan agamanya, sedangkan Barat maju karena meninggalkan agama mereka. Sesungguhnya Islam membawa sejuta harapan akan solusi peradaban. Syariahnya adalah rahmat semesta alam yang tak lekang oleh jaman dan para pengemban dakwahnya adalah mereka yang mempersembahkan hidup mereka mendalami alquran dan berjuang mengemban cita-cita masa depan umat dari Muhammad Saw. sang suri teladan.
Sejatinya bonus demografi sangat menguntungkan bagi suatu negeri. Namun hal ini bergantung pada bagaimana pandangan hidup suatu bangsa (ideologi). Jika suatu negeri mampu memanfaatkan bonus demografi sesuai dengan ideologi Islam dengan senantiasa menyentuh potensi pemuda dengan ideologi Islam, sehingga terbentuklah kepribadian Islam yang khas pada dirinya dan menciptakan orientasi kehidupan hanya untuk meraih ridha Allah.
Kemajuan dan kebangkitan suatu negeri tidak akan eksis jika ideologi Islam hanya diemban oleh individu saja. Melainkan membutuhkan suatu konstitusi bagi terselenggaranya penyebaran ideologi Islam ke seluruh penjuru negeri hingga dunia. Oleh karenanya, sudah sepatutnya kita kembali mewujudkan kemajuan dan kebangkitan Indonesia dengan menerapkan sistem valid dari sang Maha Pencipta, Allat Swt. yaitu sistem Islam secara kaffah dalam bingkai syariah khilafah.
Rasulullah bersabd, “Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR. Daruqthni)
Wallahu’alam bish-showab.