Bagaimana Memutus Mata Rantai Narkoba?
Oleh: Ifa Mufida
(Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Masalah Sosial)
Muslimahtimes.com-Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya) sekarang ini sangat populer di berbagai kalangan, mulai tataran remaja, orang kantoran, public figur bahkan para pejabat negara. Tidak hanya menyandra para anak jalanan dan preman tetapi juga mejadi andalan para kalangan konglomerat dan beredar di kalangan yang dianggap terhormat. Sempat ramai pemberitaan beberapa waktu lalu narkoba menjerat salah satu petinggi partai politik, dan ini bukanlah kasus pertama yang menjerat politikus negeri ini.
Selain itu, kita bisa lihat di pemberitaan bahwa sederetan artis tertangkap sebagai pengguna narkoba ini. Sebut saja Jennifer Dunn, Fachri Albar, Roro Fitria, Dhawiya Zaida, Andika ‘The Titans’, Ridho Rhoma, Iwa K., bahkan di tahun 2019 sudah ada beberapa artis yang terciduk sebagai pengkonsumsi barang haram ini, antara lain Zul Zivilia dan Edo Idol.
Jahatnya narkoba, menyasar semua kalangan. Pun remaja turut menjadi sasaran pengedaran dan penjualan barang berbahaya ini. Contoh saja di awal tahun ini, komplotan pengedar narkoba telah menggunakan laboratorium sekolah sebagai gudang penyimpanan sabu, dimana barang ini disimpan oleh dua orang karyawan yang akhirnya diketahui sebagai kurir penjualan narkoba, sedang pengedar utamanya berasal dari jaringan lapas (kompas.com).
Ini menjadi salah satu fakta saja bahwa dari penjara pun peredaran narkoba tetap bisa dijalankan dan tragisnya diedarkan di lingkungn sekolah.
Lebih miris lagi banyak kasus ternyata bandar narkoba justru berasal dari oknum penegak hukum, sebut saja salah satu kasus penangkapan dua oknum polisi yang terbukti sebagai bandar narkoba, tertangkap saat berpesta sabu bersama dua orang PNS (bangkapos.com).
Bahkan di kalangan artis yang dikenal sebagai duta anti narkoba, ternyata 4 dari 11 artis justru terciduk sebagai pengguna barang perusak otak ini (bombastis.com).
Demikianlah sedikit gambaran merebaknya pemakaian narkoba di masyarakat Indonesia dan bisa dipastikan yang belum tertangkap jauh lebih banyak lagi, persis seperti fenomena gunung es. Lantas mengapa narkoba menjadi populer? Hal ini bisa kita pelajari dari efek yang bisa ditimbulkan oleh narkoba. Secara medis, ada beberapa efek narkoba yang ternyata dijadikan oleh beberapa kalangan sebagai upaya untuk mengalihkan dunia mereka. Efek tersebut antara lain efek stimulan, efek depresan dan efek halusinogen. Adanya efek stimulan ini akan merangsang sistem syaraf pusat dan meningkatkan kegairahan berupa lebih segar dan bersemangat. Selain itu juga, narkoba dapat berefek mengurangi rasa kantuk karena lelah dan mengurangi nafsu makan. Ada juga yang memiliki efek depresan yakni dengan menekan atau memperlambat fungsi sistem syaraf pusat sehingga dapat mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung tinggi, memberikan rasa bahagia dan bahkan membuatnya tertidur atau tidak sadarakan diri. Sedangkan efek halusinogen akan mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau halusinasi.
Sejalan dengan efek di atas yang dianggap sebagai “efek surga” oleh pengguna padahal jauh dari itu, narkoba memiliki efek yang buruk terhadap kesehatan berupa terganggunya fungsi otak, daya ingat menurun, dan intoksikasi (keracunan) bahkan kematian. Jelas dari sisi medis efek ini sangat berbahaya bagi kesehatan.
Pun dalam Islam, barang ini adalah barang yang haram karena jelas merusak otak dan kesadaran manusia. Sebagaimana Hadist dari Ummu Salamah r.a , ia berkata: “Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).
Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342). Dan juga hadist dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah saw bersabda: “Tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66).
Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk memutus mata rantai narkoba ini? Karena narkoba telah mengancam berbagai kalangan dan keberlangsungan generasi bangsa. Terlebih Indonesia yang akan menghadapi bonus demografi. Jika narkoba terus mencengkeram bisa jadi bonus demografi di Indonesia tidak akan menjadi berkah, justru akan menjadi bencana. Na’udzubillahi min dzalik!
Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai narkoba maka kita harus bisa milihatnya dari berbagai sisi. Yang pertama kita bisa melihat dari sisi tata kehidupan masyarakat dan sistem apa yang berlaku di tengah masyarakat. Kalau kita mengamati mereka para pengguna barang haram ini diawali dengan suatu kondisi dimana mereka seolah ingin mencari sebuah kenikmatan yang sesaat. Mereka tidak mau berpikir lagi bahkan menafikan efek dari barang ini baik secara jangka pendek ataupun dalam jangka panjang, dan membuang jauh aspek spiritual. Hal ini bisa kita lihat karena diakibatkan sangat jauhnya masyarakat dari akidah Islam yang sahih. Justru sekulerisme lah yang melingkupi kehidupan masyarakat.
Ketika kehidupan dunia sudah tidak diatur dengan syariat Allah, maka hal ini mengakibatkan banyak yang lalai akan tujuan hidup, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat. Akibatnya suburlah pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). Masyarakat diubah menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan. Prinsipnya bukan halal-haram atau pahala-dosa, tetapi “uang saya sendiri dan badan saya sendiri, terserah saya, kan tidak mengganggu anda”. Akhirnya, miras, narkoba, perzinaan, seks bebas, pelacuran, dsb, tersebar luas di masyarakat.
Selanjutnya, bahwa belum ada upaya kongkret untuk menutup habis pintu-pintu penyebaran narkoba ini. Hal ini bukan hanya karena tersebarluasnya dan sangat permisifnya negara ini terhadap liberalisme yang memengaruhi dari individu masyarakat sampai pada pejabat-pejabat dan pemimpin-pemimpin di negeri ini. Negeri ini juga tanpa sadar membuka lebar masuknya mafia narkoba baik mereka yang ada di tingkat lokal maupun mereka yang ada di tingkat internasional atau global. Bagaimana tidak, Indonesia adalah menjadi bagian negara yang masuk di dalam perdagangan bebas, dan di dalam perdagangan bebas itu negara tidak bisa menentukan dengan pihak mana atau negara mana dalam hubungan dagangnya. Sehingga terhadap pihak-pihak, baik itu negara, pelaku bisnis atau individu-individu yang dimungkinkan mereka menyalahgunakan masuknya barang ke negeri ini untuk penyebaran narkoba, negara sulit untuk membendungnya.
Selain itu, perdangangan di negeri ini tidak diatur dengan sistem ekonomi yang berpondasi halal dan haram sehingga yang kita lihat adalah yang berlaku di dalam negeri adalah jika ada permintaan maka ada penawaran. Maka hukum supplay and demand itu benar-benar berjalan tanpa ada kontrol. Ketika ada orang yang menghendaki narkoba baik itu untuk menenangkan diri karena stress atau hanya sekedar ingin coba-coba, maka ini harus dipenuhi. Narkoba terbukti juga sangat populer dalam dunia global saat ini sehingga semua bisa dilayani, bahkan mereka yang terlibat dalam bisnis narkoba mendapatkan keuntungan yang luar biasa. Bahkan karena keuntungan bisnis ini sangat menggiurkan, maka banyak orang yang berani mencoba bisnis haram ini, mulai hanya sebagai kurir sebagaimana diberitakan banyak yang tertangkap para ojek online dan mahasiswa di awal tahun ini (deticnews.com).
Permasalahan selanjutnya adalah bahwa sanksi dan penegakan hukum di negeri ini terhadap pelaku-pelaku kemaksiatan berupa mengkonsumsi narkoba, memperdagangkan narkoba, bahkan menjadi mafia narkoba sangat tidak optimal. Contoh dalam sistem hukum yang saat ini, pecandu narkoba tidak dipandang sebagai pelaku tindak kriminal, tetapi hanya korban atau seperti orang sakit. Sebagaimana keterangan BNN bahwa “Pencandu narkoba seperti orang yang terkena penyakit lainnya. Mereka harus diobati, tetapi menggunakan cara yang khusus.” Dengan kata lain, pengguna narkoba tidak dimasukkan ke dalam tindakan kriminal dan mendapatkan hukuman, tetapi mereka hanya dianggap membutuhkan rehabilitasi. Di sisi lain, sanksi hukum bagi pengedar sangat lunak. Vonis mati yang diharapkan bisa menimbulkan efek jera pun justru sering dibatalkan oleh MA dan grasi presiden. Bandar dan pengedar narkoba yang sudah dihukum juga berpeluang mendapatkan pengurangan masa tahanan. Parahnya lagi, mereka tetap bisa mengontrol penyebaran narkoba dari dalam penjara.
Ketika kita sudah memahami fakta di atas, maka cara memutus mata rantai narkoba adalah dengan membuang paham sekulerisme dan liberal yang terbukti telah merusak masyarakat. Sudah saatnya, Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah muslim menerapkan aturan atau syariat Allah SWT secara menyeluruh. Negara juga harus memastikan tidak berkembangnya nilai liberal di masyarakat, juga memastikan bahwa perdagangan bebas untuk kemaslahatan ummat, dan kebaikan agama, dan tidak akan diambil perdagangan bebas itu jika sudah terbukti mudhorotnya. Dalam pengaturan ekonomi Islam, maka transaksi yang ada di masyarakat harus berbasis halal dan haram bukan karena hukum permintaan dan penawaran. Lebih dari itu, sanksi atau hukuman untuk setiap tindakan kriminal harus dari hukum yang telah dibuat oleh Allah SWT, Zat yang Maha Tahu dan Maha Adil. Penegakan hukum dalam Islam akan dilakukan bukan hanya melepaskan dosa pelaku di akhirat, juga memberikan efek jera bagi siapa saja yang melihat penegakan hukum ini. Maka dengan mengembalikan syariat Islam secara kaffah saja mata rantai narkoba akan bisa diputus secara total. Wallahu a’lam bi showab.