Oleh : Nurul Rachmadhani
(Revowriter, Member WCWH)
MuslimahTimes— Peringatan IWD (International Women’s Day) pada tanggal delapan Maret lalu, dihiasi oleh aksi para wanita di sekitar Patung Kuda sampai Istana Negara. Dalam kesempatan tersebut diutarakan delapan tuntutan yang meliputi, permasalahan wanita dan ketenagakerjaan, wanita dan pendidikan, wanita dan kekerasan seksual, wanita dan kesehatan, identitas dan ekspresi, ruang hidup dan agraria, kebijakan dan perlindungan hukum, serta wanita dalam media dan teknologi (idntimes.com).
Tidak hanya di ibukota, hal serupa juga terjadi di kota Yogyakarta.Puluhan wanita melakukan aksi di Titik Nol Kilometer dalam rangka memperingati International Women’s Day, Jumat (8/3/2018). Dengan membawa spirit feminisme, para wanita yang tergabung dari berbagai kelompok tersebut menyuarakan beberapa isu terkait gender yang terjadi di Indonesia.
Koordinator aksi, Adinda Aurellia, mengungkapkan bahwa melalui aksi peringatan International Women’s Day ini para wanita diharap dapat menuntut hak yang sepatutnya bisa mereka perjuangkan. Masih banyaknya kekerasan yang terjadi terhadap wanita juga menjadi topik yang dibawa di aksi tersebut (tribunjogja.com).
Begitu pula yang terjadi di Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 16 kelompok sipil melangsungkan longmarch, menuntut hak-hak di bidang buruh, lahan, dan pendidikan (voaindonesia.com).
//Feminis Merusak Pemikiran Ideologis//
Dari beberapa fakta yang ada, bagaimana wanita merayakan IWD adalah sebagian besar untuk menuntut agar hak-haknya bisa terpenuhi, tidak ada lagi kekerasan, bahkan tuntutan yang paling menonjol adalah soal kesetaraan dengan kaum pria agar tidak tertindas.
Perlu dipahami bahwa pemikiran feminis bisa tercipta karena sistem kapitalis yang mendorong wanita berpikir materialistis, hingga akhirnya banyak wanita yang memilih mencintai karier daripada menjadi ummu wa robbatal bait. Akhirnya banyak para istri dituntut untuk bekerja ketika pasangannya tidak bisa mencukupi dalam memberi nafkah. Begitu pula bagi wanita lajang, karier menjadi ambisi pertama yang harus dituju, dan akhirnya menjadi seorang wanita karir yang mencintai materi.
Bahkan jargon balance for better yang menjadi tema IWD tahun ini adalah akal-akalan para penggila kebebasan demi mencapai satu tujuan, menginginkan keseteraan gender. Yang katanya supaya tidak ada diskriminasi, dan memastikan bahwa semuanya adil dan seimbang dalam semua aspek pemerintahan, liputan media, dunia kerja, kekayaan, dan dunia olahraga (detik.com).
Dan pemikiran seperti inilah yang menjadikan wanita pada akhirnya jauh dari Islam. Dengan begitu pemikiran feminis dapat merasuk seluruh pemikiran wanita dan menghancurkan pemikiran ideologis tentang bagaimana wanita dalam Islam seharusnya. Karena, bagi para feminis mereka bisa mendapatkan kemuliaan sebagai wanita tatkala apa yang mereka perjuangkan bisa tercapai.
//Islam Memuliakan Wanita//
Kaum feminis menginginkan kebebasan. Wanita tak boleh diatur dan dibatasi ruang lingkupnya. Mereka lupa bahwa Allah menciptkan wanita dan pria dengan tanggungjawab dan peran yang berbeda. Mereka lupa bahwa kemuliaan wanita didapat bukan dengan cara harus sama dan sejajar dengan pria.
Padahal, wanita itu hanya bisa mulia ketika Islam dapat diterapkan dengan sempurna. Karena Islam telah mengatur bagaimana tugas dan tanggungjawab wanita dan pria seharusnya. Saling bekerjasama dan saling membutuhkan, bukan menjatuhkan.
Bahkan, menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah hal yang hina, atau biasa-biasa saja. Justru menjadi ibu rumah tangga dalam Islam memiliki kedudukan yang mulia. Karena, dari seorang ibulah akan lahir dan tercipta para generasi berikutnya, menjadi ibu harus bisa mendidik anak-anaknya dengan baik, karena ibu sebagai sekolah pertama dan utama, karena baik dan buruknya anak adalah bagaimana seorang ibu mendidiknya.
Ibu rumah tangga bukan suatu profesi, tapi tidak bisa dikatakan juga sebagai pengangguran. Wanita telah memiliki peran dan fungsinya untuk mengatur rumah tangga, dan ini adalah perintah dari Allah, suatu tugas mulia ketika kita bisa mengerjakannya dengan ikhlas.
Dalam rumah tangga peran ibu adalah sebagai wakil kepala sekolah, ayah sebagai kepala sekolah, dan anak-anak sebagai muridnya. Maka, menjadi seorang pemimpin bagi wanita bukanlah hal yang harus dilakukan, kita cukup sebagai pendamping seorang pemimpin yang dapat membantu, mengarahkan, dan menenangkan. Karena itu adalah suatu hal yang mulia jika di dalamnya berisi ketaatan kepada Allah SWT.
Banyak hal yang dapat dilakukan wanita dalam masyarakat dan negara. Wanita memiliki perannya masing-masing namun berbeda peran dengan kaum pria. Peran wanita hanyalah sebagai penopang dan sandaran kaum pria dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Karena Islam menjaga harkat dan martabat seorang wanita, maka kemuliaan yang nyata bagi wanita bisa terwujud dengan Islam juga.
Wallahu a’lam bishowab.
[Mnh]