Oleh: Tari Ummu Hamzah
MuslimahTimes–Diera digital saat ini, tingginya pengguna sosial media juga dibarengi dengan derasnya arus informasi. Bahkan fenomena-fenomena yang sering diperbincangkan didunia maya, pada akhirnya menjadi viral di kalangan warga net atau kita sebut dengan istilah netizen.
Para netizen ini kerap kali memperbincangkan hal-hal mengenai “mencari sensasi, pencitraan, panjat sosial (pansos), pengalihan isu, konspirasi” Dll. Pembahasan tentang hal-hal diatas begitu sedap untuk dibahas, sebab sedang hangat untuk diperbincangkan, dan renyah jika jadi bahan obrolan. Tidak lupa netizen membumbuinya dengan komentar dan kritikan.
Tapi sayangnya kritikan netizen makin lama makin pedas, bahkan beberapa artis atau selebgram merasa bahwa kritikan netizen terhadap mereka melebihi norma kesopanan. Tak jarang jika ada netizen yang harus berurusan dengan pihak berwenang dikarenakan ulah cuitannya di kolom komentar. Memang saat ini masyarakat milenial lebih cerdas dan up to date. Akan tetapi jika kecerdasan ini tidak dibarengi dengan sikap yang baik dalam berpendapat, serta tidak dibarengi analisa dan pandangan yang obyektif, maka komentar hanya semata-mata meluapkan amarah dan kekesalan saja. Pada akhirnya lahirnya para netizen nyinyir alias bicara seenaknya.
Kita ambil contoh berita pernikahan Syahrini yang begitu viral. Menggemparkan jagat dunia maya. Banyak dari netizen atau Bloger-bloger berlomba-lomba menampakkan keburukan syahrini dimasa lalu. Komentar serta cuitan pedas netizen membanjiri kanal-kanal media portal. Hujatan dan buliying deras mengalir. Berita sensasional seperti ini seolah ini santapan lezat bagi netizen. Terutama bagi para haters. Seakan-akan mereka tahu segalanya tentang kehidupan sang artis. Jadi tidak heran jika Ria ricis mengatakan bahwa “Saat ini Netizen seolah-olah maha benar dan maha tahu” Youtuber dengan subscriber lebih dari sebelas juta ini, juga kerap dibanjiri tudingan miring para netizen. Dia bisa melontarkan kalimat tersebut sebab, menurut dia netizen kerap kali menjudge dirinya.
Sebenaranya pro dan kontra dalam sebuah opini itu selalu saling mengiringi. Tapi apakah pro dan kontra itu harus di luapkan dengan kata-kata yang buruk? Seperti ini kah potret para netizen? Apa yang menyebabkan para netizen mengeluarkan kritikan pedasnya?
Don Tapscott, penulis buku The Digital Economy pada tahun 1994 telah meramalkan sisi gelap yang mungkin dihasilkan dari revolusi digital dan terbukti hari ini, lebih dari 20 tahun kemudian. Beberapa hal yang di-highlight oleh Tapscott diantaranya: pergeseran pasar tenaga kerja, hilangnya privasi, kesenjangan ekonomi yang parah, menurunnya kualitas hidup, dan beberapa catatan lainnya.
Saat ini kita merasa bahwa banyak orang-orang yang kehilangan privasi atas kehidupannya. Sebab masyarakat yang menggunakan sosial media sering mengekspos kehidupan pribadinya. Inilah yang menyebabkan para netizen dan haters berlomba untuk mengomentari realita kehidupan seseorang. Sebab memang sudah alamiahnya manusia itu selalau berkomentar. Sebab Allah membekali kita dengan akal dan pemikiran.
Menurut Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, penulis kitab Mafahim Hizbut Tahrir, mengatakan bahwa, ketika seseorang menjadikan realita atau fakta sebagai sumber pemikiran, maka dia telah berjalan dengan pemikiran yang rendah. Jadi hendaknya ketika mengindra sebuah realita harus menjalani proses berfikir hingga menghasilkan pemikiran. Inilah yang akan melahirkan kepekaan dalam berfikir.
Artinya ketika kita mengeluarkan sebuah komentar akan sebuah fakta, tanpa disertai kepekaan berfikir berupa analisa yang mendalam maka yang terjadi adalah kita akan menjadikan fakta sebagai sumber hukum. Atau dengan kata lain judgement. Inilah yang menyebabkan masyarakat lebih sering berkomentar tanpa disertai pemikiran mendalam dan analisa yang lebih luas. Pada akhirnya kita sering menemui netizen “nyinyir”. Sebab mereka hanya mengolah realita atau fakta kehidupan sesorang tanpa menggali lebih dalam penyebab fenomena yang sedang viral.
Moderenisasi tanpa diiringi dengan proses berfikir yang benar akan melahirkan individu-individu yang berfikir rendah. Ketika telah banyak individu yang berfikiran rendah maka akan sulit bagi mereka untuk dialihkan kepada pemikiran revolusioner. Yaitu pemikiran Islam. Sudah saatnya masyarakat milenial menjadikan pemikiran mereka berlandaskan aqidah Islam. Sebab pemikiran yang berasaskan aqidah islam selalu bersifat tegas, kuat, analitis serta segala persoalan akan dikembalikan kepada Islam.
[Fz]