Diskriminasi Pendidikan Buah dari Sistem Kapitalisme
Oleh: Vera Carolina
(Anggota Muslimah Jambi Menulis)
Muslimahtimes.com-Pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tanpa pendidikan manusia tidak mampu menghasilkan kemashalatan umat manusia, seperti ungkapan : “tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”. Ungkapan ini menunjukan bahwa pendidikan adalah bekal ilmu yang harus diperoleh setiap manusia. Namun, apakah ungkapan ini sudah diperoleh setiap orang? Bagaimana potret pendidikan kita saat ini? Apakah sudah diperoleh setiap orang?
Berdasarkan riset yang dilakukan Haruka Evolusi Digital Utama (HarukaEDU) pada tahun 2018 menyebutkan, 79% lulusan SMA/SMK yang sudah bekerja tertarik untuk melanjutkan kuliah lagi. Namun, 66% responden di antaranya urung kuliah karena mengaku terkendala biaya. Hanya 8,15 % dari total penduduk usia 15 tahun ke atas yang berhasil menyelesaikan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi. Hasil riset tersebut juga mencatat, ada 66% pekerja lulusan SMA/SMK kesulitan biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Meskipun mereka ingin kuliah lagi.Jelas bahwa pendidikan di negeri ini tidak mampu menjangkau setiap orang.
Fakta berikutnya setelah siswa lulus SMA/SMK yang akan masuk perguruan tinggi harus mengikuti prosedur yang sdh ditetapkan pemerintah yaitu Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) menjadi syarat wajib siswa sebelum mendaftar Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2019. calon mahasiwa bisa ikut UTBK dengan membayar Rp200.000,.UTBK diselenggarakan oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi Kemenristekdikti. Pelaksanaan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2019 ini hanya menerapkan metode Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) saja. Metode Ujian Tulis Berbasis Cetak (UTBC) resmi dihapuskan.
Jika melihat kondisi perubahan metode UTBC ke UTBK bukanlah hal yang mendasar terkait persoalan pendidikan saat ini. Persoalannya mahalnya biaya pendidikan berdampak pada ketidakmampuan siswa dalam menjangkau biaya tersebut berkorelasi dengan banyaknya siswa SMA/SMK yang tidak melanjutkan ke peguruan tinggi.
Potret pendidikan yang tidak dirasakan oleh semua orang menggambarkan diskriminasi pendidikan terjadi antara si kaya dan si miskin, pendidikan hanya terjangkau bagi orang-orang yang mampu saja sedangkan orang yang tidak mampu melanjutkan pendidikan tinggi hanya mimpi semata walaupun terdapat program beasiswa bidikmisi yang ditujukan bagi siswi berprestasi yang tidak mampu dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Akan tetapi terbatas dalam jumlah kuota penerima. Penerimaan kuota Program bidikmisi tahun 2019 sebanyak 44% saja setara 130 ribu orang. Fakta ini menunjukkan bahwa siswa tidak mampu belum dapat menjangkau melanjutkan ke perguruan tinggi. Biaya yang mahal ke perguruan tinggi di tambah dengan system UTBK (ujian tulis berbasis computer) yang berbayar menambah sulit bagi siswa yang tidak mampu.
Dalam sistem kapitalis pendidikan sebagai layanan jasa komersil yang dapat menghasilkan keuntungan bagi pengembannya. Fasilitas pendidikan berkorelasi dengan mahalnya biaya pendidikan, semakin tinggi biaya pendidikan maka fasilitas pendidikan semakin baik. Daya saing perguruan tinggi semakin ketat dengan fasilitas sebagai daya tarik bagi peserta didik. Lembaga pendidikan yang ada menjadi pengelola pemasukan keuangan sendiri untuk meningkatkan kualitas lembaga. Minimnya bantuan negara menjadikan lembaga perguruan tinggi putar otak untuk mencari pemasukan keuangan bagi lembaga. Sebagai konsekuensinya biaya pendidikan sangat mahal karena lembaga menopang biaya lembaga perguruan tinggi sendiri.
Dalam sistem kapitalis, perkembangan teknologi meniscayakan kebutuhan dana yang diambil dari calon peserta didik. Salah satunya untuk penggunaan UTBK via internet online berdampak pada ketersediaan layanan internet melalui computer atau laptop, peserta didik yang akan ikut UTBK dibebankan baiaya pendaftaran 200 ribu. Dengan biaya pendaftaran tersebut menjadikan kendala bagi peserta didik yang kurang mampu untuk mendaftar.Walhasil UTBK bukanlah solusi persoalan diskriminasi pendidikan.
Berbeda dengan sistem kapitalis, dalam Sistem pendidikan Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda:
Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kemudahan pendidikan dalam sistem islam dengan menggratiskan biaya pendidikan. Terpenuhinya sarana dan prasarana pendidikan. Teknologi baru digunakan untuk mempermudah proses pendidikan.
Pertama, negara harus melengkapi setiap kegiatan pendidikan seperti sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya. Dengan demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya.
Kedua, negara juga harus membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu umum Ketiga, negara juga menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan, laboratorium sekolah, beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya ciptanya.
Berdasarkan sirah Nabi saw menggambarkan bahwa negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas negara. Walhasil, sistem pendidikan Islam mampu menyelesaikan persoalan pendidikan masa kini dan masa depan.[]