Oleh Ashaima Va
#MuslimahTimes — Setiap keadaan acapkali diiringi dampak positif yang dilekati dampak negatif. Tak terkecuali era digital saat ini. Melalui digitalisasi begitu besar kemanfaatan dan kemudahan yang dirasakan umat manusia, sayangnya kerugiannya pun tak kalah besar.
Salah satu dampak negatif dari era digital adalah tersebarnya hoaks. Hoaks kini menjadi makanan sehari-hari netizen. Hoaks pula jadi problematika tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Menurut KBBI hoaks memiliki arti berita bohong. Sedangkan menurut wikipedia berita palsu atau berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya.
Berita bohong yang beredar tentunya akan merugikan pihak-pihak tertentu, terlebih saat ada segolongan masyarakat yang terprovokasi. Perundungan dan kriminalisasi akan menanti pihak yang menjadi korban hoaks. Lebih mengkhawatirkan lagi saat masyarakat tak lagi mampu membedakan mana fakta mana hoaks. Bisa jadi kebenaran akan terkubur dibalik timbunan hoaks karena dianggap bohong. Maka efek pasti dari hoaks adalah ketidakpastian di masyarakat.
Hoaks tentu saja berbahaya bagi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Patut disayangkan rezim saat ini belum mampu mengatasi hoaks. UU ITE yang diberlakukan guna menjerat para pelaku hoaks cenderung tebang pilih. Lebih jauh lagi UU ini malah menjadi alat untuk membungkam kekritisan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Bahkan kini muncul wacana untuk menindak pelaku hoaks dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Imbasnya bisa jadi akan dijadikan alat bungkam baru alih-alih pemerintah bersikap adil dalam pemberantasan hoaks.
Pemberantasan hoaks dengan UU terorisme memang baru sebatas wacana. Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD belum menemukan dalil jika pelaku penyebaran berita bohong atau hoaks dijerat menggunakan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Merdeka.com, 24/4/2019).
Pada masyarakat yang minim pengetahuan hoaks akan tumbuh subur. Mereka akan mudah dibohongi dan mudah terprovokasi. Mereka juga akan lebih mengedepankan emosi dan meninggalkan akal sehat. Begitu pula dengan kaum muslimin yang pemahaman Islamnya rendah. Sulit membedakan mana kebenaran mana hoaks. Contoh kasus saat fakta bahwa bendera tauhid sebagai bendera kaum muslimin dikaburkan dengan hoaks. Raya’ dan Liwa yang dulunya diusung oleh Rasulullah dan para sahabatnya dituduh sebagai bendera teroris. Kaum muslimin yang belum paham pasti akan termakan oleh hoaks tersebut. Namun kaum muslimin yang sudah paham mereka tak gampang dibohongi. Raya’ dan Liwa bahkan semakin dicinta.
Perkara hoaks ini bukanlah perkara baru. Jauh sebelum era modern, Al-Qur’an sudah menjelaskan mengenai permasalahan ini. Allah SWT sudah mengingatkan jauh-jauh hari untuk senantiasa meneliti setiap berita yang datang. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 6, Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(TQS. Al-Hujurat: 6)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, ayat ini turun mengenai Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu’it ketika dia diutus oleh Rasulullah Saw. kepada Al-Haris untuk memungut zakat orang-orang Bani Mustaliq. Ketika itu Al-Haris menunggu-nunggu utusan Rasul kepada kaumnya yang tak kunjung tiba. Mengingat Rasulullah tidak pernah mengingkari janji.maka Al-Haris mengira telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Akhirnya diputuskan mereka akan menghadap pada Rasulullah untuk menyerahkan zakatnya secara langsung.
Al-Walid saat itu baru sampai di tengah jalan, namun tiba-tiba hatinya gentar dan takut. Ia kembali pada Rasulullah dan menyampaikan bahwa Al-Haris tidak mau memberikan zakat dan hendak membunuhnya. Mendengarnya Rasulullah murka. Diutuslah sejumlah pasukan kepada Al-Haris. Saat pasukan tersebut berpapasan dengan rombongan Al-Haris, mereka mendapati fakta jika apa yang disampaikan Al-Walid ibnu Uqbah tidak benar. Lalu turunlah surat Al-Hujurat ayat 6. Ayat ini turun sebagai pengingat agar kaum muslimin berhati-hati dalam menerima berita. Langkah yang tepat adalah meneliti kembali dan mengecek dalil dan sumbernya.
Ada beberapa langkah untuk memutus mata rantai hoaks. Pertama adalah membina ketakwaan masyarakat. Karena masyarakat yang bertakwa akan senantiasa menjadikan halal haram sebagai dasar dalam berbuat. Hoaks adalah perbuatan dosa, ketakwaan akan mencegah seseorang berbuat dosa. Kedua, sangat penting untuk mengedukasi masyarakat terlebih lagi menambah tsaqofah kaum muslimin. Saat masyarakat faqih terhadap diin-nya mereka akan mengalami Irtifa’ul Fikr atau ketinggian pemikiran. Masyarakat akan mampu untuk lebih kritis dalam memilih dan memilah tiap informasi. Ketiga, sudah saatnya bagi para pemangku kebijakan untuk menjadikan Islam sebagai tolok ukur. Hoaks atau bukan mesti memiliki standar baku yaitu Islam. Penguasa diharapkan mampu mencegah dan menindak pelaku hoaks dengan adil. Sanksi yang tegas akan mencegah orang-orang menyebar hoaks. Sehingga tidak ada lagi pembiaran terhadap pihak-pihak yang menyesatkan umat dengan informasi hoaks.
Wallahua’lam bish-shawab.