Oleh. Ai Suharti, S.Pd
MuslimahTimes- Di tengah gencarnya pembangun insfrastruktur di era pemerintahan Jokowi seperti jalan tol, kereta api, bandara dan lainnya, justru Krakatau Steel sebagai perusahaan besi dan baja milik negara mengalami kerugian dan diambang kebangkrutan. Seperti dilansir law-justice.co, gejala Krakatau Steel bermasalah sudah berlangsung selama tujuh tahun dengan membukukan rugi berkepanjangan. Sampai kuartal I-2019 total kerugian Krakatau Steel mencapai US$62,32 juta atau ekuivalen dengan Rp878,74 miliar (kurs Rp14.100 per dolar AS). Sampai Desember 2018 Krakatau Steel mencatat rugi bersih sebesar US$4,85 juta atau ekuivalen dengan Rp68,45 miliar. Sementara sepanjang kuartal I-2019 pendapatan perseroan turun 13,87% menjadi US$418,98 juta atau sekitar Rp5,90 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$486,17 juta atau Rp6,85 triliun. Dan bahkan Krakatau Steel melakukan PHK ribuan karyawannya.
Sebagaimana dilansir JPNN.Com, hingga tahun 2022 mendatang, KS akan melakukan perampingan posisi menjadi 4.352 posisi dengan pengurangan pegawai berkisar di angka 1.300 orang. Secara logika harusnya Krakatau Steel ini mengalami kenaikan volume produksi dan kenaikan keuntungan karena untuk pembangunan insfrastruktur pasti membutuhkan besi dan baja dalam jumlah yang banyak. Tapi justru kondisinya sebaliknya. Lalu kenapa paradoks ini bisa terjadi?
Ternyata hal ini ditengarai karena melonjaknya impor baja China ke berbagai Negara termasuk ke Indonesia. Baja produksi China masih bebas masuk ke Indonesia meskipun Kementerian Perdagangan telah menerbitkan aturan tentang pembatasan impor besi dan baja. Produsen domestik cemas industri nasional kembali tumbang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Januari—Maret 2019, nilai impor besi dan baja meningkat 14,75% secara year on year menjadi US$2,76 miliar. Kenaikan impor produk tersebut menjadi yang terbesar keempat selain serealia, ampas/sisa industri makanan dan berbagai produk kimia. (Bisnis.com, 24/04/2019)
Menurut Ketua Umum Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Silmy Karim, naiknya impor baja sepanjang 2018 didorong oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja. Regulasi yang dikeluarkan 10 Januari 2018 tersebut membuat pemeriksaan baja dan besi impor menjadi lebih longgar, yakni dari awalnya berada di Pusat Logistik Berikat (PLB) menjadi pemeriksaan post border inspection. Dengan pergeseran pemeriksaan ke post border inspection, pengawasan impor baja yang sebelumnya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) beralih ke Kementerian/Lembaga (K/L). Kelonggaran ini kemudian dimanfaatkan oleh importir nakal untuk menggenjot impor besi dan baja, khususnya dari China. (kumparan, 31/01/2019)
//Lemahnya Visi Politik Pemerintah Neoliberal//
Banjirnya impor produk China ke Indonesia, termasuk impor baja, menunjukan lemahnya visi politik rezim neoliberal yang hanya mengutamakan kepentingan asing dan aseng dengan mengabaikan kepentingan, kemandirian dan kemajuan bangsa sendiri.
Seandainya pemerintah memiliki visi politik yang jelas, yaitu menjadikan negara Indonesia ini negara yang kuat baik di dalam negeri maupun di kancah perpolitikan dunia, maka akan memahami bahwa industri berat seperti industri baja adalah merupakan salah satu prasyarat menjadikan negara ini kuat. Sehingga akan mengutamakan kemandirian industri dalam negeri dengan mengerahkan segala potensi yang dimiliki.
Namun inilah fakta kebijakan neoliberal, menjadikan negeri ini tergadaikan kepada asing dan bahkan entah disadari atau tidak oleh penguasa saat ini kebijakannya telah membunuh ekonomi dan industri negerinya sendiri.
//Industri dalam Pandangan Islam//
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk bidang industri. Industri dalam pandangan Islam adalah salah satu pilar membangun negara yg mandiri dan menjadi negara pertama di dunia.
Beberapa strategi industri dalam Islam :
Pertama, perindustrian diwajibkan untuk tunduk kepada syariat Islam. Seluruh cabang industri, baik yang menghasilkan produk untuk konsumen akhir maupun yang menghasilkan alat-alat berat atau bahan baku industri yang lain, seharusnya dibangun dan diatur dalam satu kerangka berpikir dan paradigma yang dilandasi oleh aqidahh Islam.
Kedua, seluruh politik perindustrian akan disinergikan untuk mewujudkan apa yang disebut maqashidus syariah, yaitu untuk melindungi dan memelihara jiwa, akal, agama, nasab, harta, kemuliaan, keamanan dan negara.
Ketiga, perindustrian dikembangkan agar ekonomi bisa berputar, sehingga jiwa-jiwa bisa tertolong (misalnya industri makanan atau obat-obatan), akal bisa dihidupkan (misalnya industri penerbitan Islam serta alat-alat edukasi), kehidupan beragama bisa lebih semarak (misalnya industri konstruksi sarana ibadah atau alat-alat transportasi jamaah haji), kehidupan keluarga lebih harmonis (misalnya industri peralatan untuk bayi dan ibu hamil), dan seterusnya.
Keempat, perindustrian diarahkan untuk mampu mengatasi seluruh kebutuhan dari rakyat negara Islam, baik muslim maupun non muslim.
Kelima,perindustrian juga dibangun atas dasar strategi dakwah dan jihad, defensif maupun offensif, baik yang sifatnya non fisik maupun fisik.
Keenam, pembangunan industri harus dibangun dalam paradigma kemandirian. Tak boleh sedikitpun ada peluang yang akan membuat kita menjadi tergantung kepada orang-orang kafir, baik dari sisi teknologi (melalui aturan-aturan lisensi), ekonomi (melalui aturan-aturan pinjaman atau ekspor-impor) maupun politik.
“… Allah sekali-kali tak akan memberi jalan pada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 141)
Demikianlah strategi industri yang harus dijalankan oleh suatu negara termasuk Indonesia agar negara ini menjadi negara yang kuat dan diperhitungkan. Namun strategi industri seperti itu hanya bisa dilaksanakan dalam negara dengan menggunakan sistem Islam, yaitu sistem khilafah. Dan tidaklah akan bisa terlaksana pada negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis.
Wallahu ‘alam
[Fz]