Oleh : Tari Ummu Hamzah
MuslimahTimes– Pada masa kejaayaan Islam, industri telah bertebaran dimana-mana. Sebab banyak cendekiawan muslim yang mendedikasikan dirinya untuk mengembangkan sains dan teknologi, dan negara pun memberikan perhatian yang besar dalam bidang industri. Sebab Khilafah Islam (Negeri Islam) adalah negeri yang mandiri. Tidak bergantung pada negara manapun. Inilah yang menjadikan Khilafah menjadi negara “super power” dimasa itu. Bahkan Eropa masih tertinggal jauh dengan Islam. Selain itu para insinyur muslim juga telah berhasil mengendalikan tenaga air, tenaga angin dan tenaga uap yang terlihat dengan menjamurnya berbagai kompleks pabrik (tiraz).
Tapi meskipun menjadi negara maju, kemajuan sains dan industri Khilafah tidak hanya berkontribusi ubtukt dalam negeri saja, tetapi juga berkonstribusi bagi kemajuan Eropa meski sering ditutup-tutupi. Penulis liberal Eropa John William Draper dalam bukunya, The Intellectual Development of Europe (Perkembangan Intelektual Eropa), berkata, “Saya menyayangkan literatur Eropa yang sengaja meminimalkan konstribusi peradaban Islam dalam kemajuan sains. Tentu ini tidak bisa lagi ditutup-tutupi. Bangsa Arab telah meninggalkan warisan intelektual pada Eropa yang patut diakui oleh dunia Kristen.” (dakwahsyariah.blogspot.com)
Kembali kepada permasalahan kemandirian Khilafah dalam bidang industri. Kemajuan sains dan teknologi di era kekhilafan, ada didalam masa bani Umayyah dan Abbasiyah. Sedangkan kemajuan alutsista ada pada masa Turki Utsmaniyah. Sepanjang peradaban tersebut, kaum muslimin mengembangkan banyak energi alternatif, untuk memudahkan urusan ummat.
Kemajuan sains dan teknologi mencapai puncaknya pada masa kekhilafan Abbasiyah. Ada tiga Khalifah besar yang mendukung penuh kemajuan sainstek, yaitu Harun ar-Rasyid, Khalifah al-Ma’mun dan Khalifah Mu’tasim Billah. Khalifah Mu’tasim-lah yang menaruh perhatian besar pada kemajuan industri dengan mendirikan banyak pabrik di Irak.
Beliau sadar betul bahwa kemandirian dalam bidang industri merupakan upaya memperkuat ketahanan daulah dalam berbagai bidang. Kita ambil contoh pembangunan pelabuhan-pelabuhan yang ada di wilayah Khilafah. Yaitu pelabuhan Abla dan Sirafin di Teluk Persia, Tunis di pantai Afrika Utara, Dania di Spanyol, Palermo dan Messina di Sicilia Islam, Bari di Italia Islam dan Acre di Syria merupakan situs pabrik perkapalan. Dibentuk sejak zaman Khilafah Umayah. Sedangkan pelabuhan Sus di Maroko merupakan industri perkapalan terbesar pada masa Khilafah Abbasiyah. Salahudin Ayyubi juga membangun komplek industri perkapalan yang besar di Beirut sehingga ia mampu menangkal serangan armada pasukan salib.
Akan tetapi kenyataanya, pada saat ini dunia Islam tertinggal jauh oleh bangsa-bangsa barat. Akibatnya dunia Islam menjadi ketergantungan terhadap negeri-negeri penjajahan. Bahkan lebih parahnya industri di dunia Islam dikendalikan oleh barat. Padahal sejatinya negeri muslim mampu bersikap mandiri dalam bidang Industri. Sebenarnya para penjajahan pun menyadari hal ini, maka sebelum kaum muslimin bangkit menjadi masyarakat yang mandiri, barat berupaya untuk memonopoli kebijakan politik negeri-negeri Muslim. Tak cukup sampai disitu, bahan baku mentah pun mereka keruk demi memperkaya diri, serta menjadikan negeri muslim tak cukup memliki persediaan untuk menjalankan industri mandiri. Sehingga baratlah yang akhirnya memenangkan pertarungan Industri berat dikancah internasional. Sebab “barang-barang” “jajahannya” Sangat melimpah.
Maka jika wilayah daulah Islam yang tersebar dipenjuru dunia mampu mengolah sumber daya almnya dengan baik, Indonesia juga bisa percaya dii mengelola sumber daya alamnya sendiri. Sebab di bumi pertiwi ini kita dianugerahi berbagai mineral baik didarat maupun dilaut.
[Mnh]