Oleh : Shita Ummu Bisyarah
MuslimahTimes– Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang tidak dibarengi dengan meningkatnya perekonomian Indonesia menjadikan Indonesia sebagai sasaran empuk human trafficking (tindak perdagangan manusia). Human trafficking merupakan salah satu bentuk perbudakan yang sudah terjadi jauh sebelum era modern saat ini. PBB mendefinisikan human trafficking sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan penampungan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan kekerasan, atau bentuk – bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, penyalah gunaan kekuasaan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Hampir seluruh kasus yang ditemukan dalam perdagangan manusia korbannya adalah perempuan dan anak – anak. International Organization for Migration (IOM) mencatat perempuan yang diperdagangkan di ASEAN mencapai 250.000 orang tiap tahunnya. Namun, khusus Indonesia korban perdagangan orang mencapai 74.616. dan ironisnya korbannya mayoritas adalah perempuan. (Zubaidah, 2015)
Mei 2018 lalu publik digegerkan dengan maraknya kasus human trafficking yang menimpa 16 perempuan asal Indonesia. Mereka diberangkatkan ke China dengan diiming – iming gaji yang besar sebagai penjual kosmetik. Padahal sebenarnya mereka di jual kepada warga lokal China dengan harga 400 juta untuk dinikahi dengan surat izin orang tua yang sudah dipalsukan. Kemudian mereka dipaksa hamil dengan meminum obat kesuburan tiga kali sehari. Bahkan mereka kerap mendapatkan kekerasan seksual dan fisik secara terus menerus, sungguh biadab. ( Kompas.com, Rabu 19/9/2018 )
Di dalam negeri pun juga marak terjadi perdagangan orang terutama di kota – kota besar Indonesia seperti Jabodetabek, Surabaya, Jogja dll yang menjadi kota tujuan didatangkannya .para korban Human Trafficking. Kebanyakan dari mereka terutama perempuan didatangkan untuk menjadi Pekerja Seks Komersial ( PSK). Terlihat bagaimana di kota ini semakin bertambahnya panti pijat plus atau spa plus yang juga menawarkan PSK. Sedangkan anak – anak banyak dipekerjakan sebagai pengemis atau pekerjaan lain ( penelitian Irwanto, dan Imelda 2001).
Setidaknya ada beberapa penyebab maraknya Human Trafacking, di antaranya:
Pertama, faktor kemiskinan. Masalah kemiskinan menjadi penyebab paling umum yang menyebabkan maraknya Human Traffacking di Indonesia. Jumlah orang miskin yang semakin tahun semakin menjamur membuat tingkat pengangguran semakin mejadi- jadi. Sulitnya lapangan pekerjaan dan memperoleh akses ekonomi membuat seseorang mudah untuk diiming – imingi pekerjaan dengan gaji besar tanpa menyelidiki lebih dalam pekerjaan apa yang ditawarkan.
Seperti pada kasus perempuan Indonesia yang dikawinkan paksa dengan warga China.
Ke dua, faktor Pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan masyarakat Indonesia sebagai sasaran empuk para pelaku Human Traffacking. Mayoritas korban Human Traffacking dalah masyarakat yang berpenidikan rendah, karena mereka mudah ditipu dan dimanfaatkan. Misal mereka diiming- imingi pekerjaan dengan gaji besar, mereka hanya mengikuti orang yang mengajak saja, tanpa memeriksa kelengkapan berkas -berkas ketika mereka pergi ke luar negeri, atau memeriksa surat perjanjian kerja bahkan membacanya.
Ke tiga, lemahya penegakan hukum. UU TPPO Nomor 21 tahun 2007 terbukti tidak mampu memberi efek jera bagi para pelakunya. Di dalam UU itu pelaku Human Traffacking akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.
Bayangkan saja, bila mereka menjual perempuan dengan harga 400 juta dan korbannya adalah 16 orang, maka sudah terbayang berapa keuntungan mereka 6,4 M. bila hanya di denda ktkanlah 600 juta bisa dipastikan mereka tidak akan pernah jera.
Ke empat, kesetaraan gander. Sebagian besar korban dari human trafficking adalah perempuan. Paham kesetaraan gander yang membuat perempuan bersaing dengan laki – laki dalam hal karir dan memperoleh penghasilan, membuat perempuan menjadi sasaran empuk iming – iming pekerjaan dengan gaji besar. Paham ini meracuni pikiran perempuan yang mendoktrin mereka harus setara dengan laki-laki. Bila laki-laki boleh bekerja, maka perempuan juga boleh bekerja, tidak hanya mengurus anak dan rumah tangga, jika laki – laki boleh menjadi presiden, maka perempuan jua boleh menjadi presiden, bahkan jika laki – laki boleh bertelanjang dada maka perempuan pun boleh. Maka tak heran jika ada tawaran pekerjaan langsung mereka sabet tanpa pikir panjang.
Ke lima, diterapkannya aturan yang sekular. Aturan yang memisahkan antara agama dan kehidupan alias sekular meniscayakan seseorang mengabaikan hukum – hukum Islam dalam kehidupan pribadi mereka hingga skala negara. Aturan ini diterapkan di seluruh negeri di dunia termasuk Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Aturan tak lagi dibuat oleh sang pencipta manusia, namun dibuat oleh akal manusia yang sejatinya lemah dan terbatas. Akhirnya aturan sering tak adil, hanya berpihak pada segelintir orang bermodal besar. Inilah yang menjadi sumber berbagai masalah di Indonesia bahkan dunia.
Bila kasus ini tak segera ditangani maka masa depan perempuan Indonesia bahkan dunia akan terancam. Mereka akan dirusak oleh para pelaku human trafficking dengan dilacurkan atau dianiaya secara paksa. Lalu bagaimana solusi agar tindak perdagangan manusia ini bisa diberantas seakar – akarnya?
Bila kita lihat analisis di atas, akar masalah sebenarnya adalah diterapkannya aturan sekular yang memisahkan agama dengan kehidupan, sehingga tatanan kehidupan kacau balau, kemiskinan dimana – mana, kebodohan merajalela, paham – paham beracun mencemari pikiran kita.
Maka sudah selayaknya kita kembali kepada aturan sang maha pencipta, yang mengetahui manusia secara sempurna, menciptakan manusia beserta panduan hidupnya di dalam Alquran yang mulia. Hanya Islam satu-satunya agama yang memiliki aturan hidup yang sempurna dan paripurna. Sangat rinci mengatur segala aspek kehidupan. Bagaimana Islam menanggulangi dan mencegah human trafficking?
Pertama : skala individu. Islam mewajibkan seluruh umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan negara wajib untuk menggratiskan sekolah – sekolah agar seluruh rakyatnya dapat memperoleh akses pendidikan terbaik. Hal ini juga didukung dengan system ekonomi islam yang terbukti mensejahterakan rakyatnya. Seperti ketika kekhilafahan umayyah yang dipimpn Umar bin Abdul Aziz dimana tidak ada satupun penduduknya yang miskin dan harta melimpah di Baitul mal. Dengan ini maka tidak akan ada penduduk yang bodoh sehingga tidak akan mungkin mereka diperjual belikan. Lihat saja saat kekhilafahan Abasiah yang ibu kotanya di Baghdad. Saat itu hampir 90% penduduk Baghdad adalah polymath ( orang yang ahli di berbagai bidang ilmu).
Ke -2 : skala keluarga. Proteksi keluarga untuk menjaga anggota keluarganya dari tindak perdagangan manusia ini sangatlah penting.
Dalam Islam keluarga adalah madrasah pertama yang merupakan pendidik pertama dan utama. Karena diterapkan aturan yang sekular, peran keluarga terkikis, bahkan anak – anak tak betah dengan keluarganya sendiri. Maraknya perceraian dan KDRT juga membuat banyak anak frustasi dan akhirnya mencari pelarian ke hal – hal yang buruk seperti narkoba, pornografi, dll.
Ke-3 : skala masyarakat. Islam mengibaratkan masyarakat seperti orang – orang yang naik sebuah kapal di mana ada orang yang naik di bagian atas dan di bagian bawah. Orang di bagian bawah kapal jika ingin mengambil air maka harus melalui atas kapal. Bagaimana jika mereka tidak mau ribet naik ke atas sehingga melubangi bawah kapal, sedangkan orang – orang mendiamkannya? Maka tenggelamlah seisi kapal. Begitupula dalam masyarakat Islam,di dalamnya terbentuk iklim beramar ma’ruf nahi mungkar saling mengingatkan dalam kebenaran. Sehingga akan meminimalisasi adanya human trafficking ini.
Ke – 4 : skala negara. Negara memegang peran penting dalam memberantas tuntas segala permasalahan yang dialami masyarakat. Dalam kasus human trafficking ini negara akan memberikan sanksi yang tegas dan membuat jera bagi pelaku human trafficking. Sebagian besar korban human trafficking dilacurkan dan dipekerjakan paksa. Bila pelaku pezina saja dihukum rajam atau jilid yang disaksikan seluruh masyarakat, bagaimana dengan orang yang memaksa seseorang berzina? Pasti lebih berat lagi. Tidak akan ada juga di dalam negeri Islam tempat – tempat maksiat, seperti panti pijat yang menawarkan jasa PSK atau tempat minum – minuman keras dll. Sehingga pelaku human trafficking pun tak aka nada pasarnya.
Begitu sempurnanya Islam mengatur urusan umatnya yang ketika aturan Islam diterapkan maka akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sejarah membuktikan ketika Islam diterapkan selama kurang lbih 1400 tahun, Islam mampu melahirkan jutaan ilmuan yang sekaligus ulama, menjadi mercusuar peradaban yang menerangi dunia. Karena Islam datang dari pencipta manusia yang pasti tahu seluk beluk manusia. Wallahua’lam bissowab.
[Mnh]