Oleh : Ummu Bisyarah
#MuslimahTimes — Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terkenal dengan “Kampus Kerakyatan” ini kembali menjadi sorotan media karena keputusannya dalam membatalkan kuliah umum Ustadz Abdul Somad atau yang akrab disapa UAS. UAS yang dijadwalkan mengisi kuliah umum hari sabtu tanggal 12 Oktober 2019 bertajuk “Integrasi Islam dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) : Pondasi Kemajuan Indonesia” terpaksa dibatalkan dengan dalih tak selaras dengan jati diri UGM itu sendiri. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Iva Ariani ( Kepala Humas dan Protokol UGM).
Takmir masjid kampus UGM mengaku tak setuju dengan pembatalan ini, dan menilai pembatalan ini bersifat sepihak. Takmir dipaksa untuk membatalkan acara ini oleh pihak rektorat dengan alasan adanya tekanan dari luar (terutama Alumni). Hal ini dikonfirmasi langsung oleh takmir pada akun instagram @masjidkampusugm. Pada akun tersebut dijelaskan bahwa takmir sudah berusaha menjelaskan kepada pihak rektorat bahwa kajian tersebut bersifat akademik, namun apapun penjelasan takmir ditolak dengan dalih Rektor UGM adalah pejabat tertinggi di UGM dan sudah memutuskan untuk menolak kuliah umum UAS. Rektorat juga mengatakan bahwa Sultan Hamengkubuono X juga menolak kedatangan UAS di UGM.
Sebenarnya penolakan UGM kepada beberapa orang yang dituding “radikal” tak hanya terjadi sekali ini saja. Namun sudah beberapa kali terjadi. Tahun lalu saat acara RDK ( Ramadhan di Kampus) 2018, UGM juga mencoret sejumlah nama yang dijadwalkan menjadi penceramah pada acara tersebut. Beberapa nama itu yakni Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR) yang saat itu memang gencar mengkritik kebijakan penguasa yang mendzolimi rakyat, Ustadz Ismail Yusanto (juru bicara HTI) dan Nopriadi Hermani ( dosen UGM fakultas Teknik, prodi Teknik Fisika dan Nuklir). Para pembicara ini diganti karena dianggap meresahkan masyarakat dan berafiliasi dengan organisasi terlarang, hal ini disampaikan langsung oleh Panut Mulyono selaku Rektor UGM pada Jumat (16/05/18)
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang penulis garis merahi
Pertama : Matinya Kebebasan Akademik. Terlihat sekali bagaimana upaya pemerintah untuk membungkam dakwah Islam tapi gencar menyuarakan kebatilan. Bagaimana bisa kuliah yang bertajuk “iptek” dinilai tak sesuai jati diri, sedangkan seminar LGBT di fasilitasi bahkan didanai. Jadi apakah LGBT sesuai dengan jati diri kampus ini?
Bukankah kampus merupakan pusat seluruh gagasan bertemu dan dijadikan sebuah perdebatan ilmiah? Karena disinilah pusat bertemunya para intelektual dari seluruh Indonesia. Justru dengan pelarangan kuliah umum ini menunjukkan kampus UGM telah kehilangan jati dirinya sebagai kampus dimana sebuah gagasan itu untuk dipelajari lalu disanggah bukan untuk diadili, apalagi sepihak.
Ke dua : UGM telah merendahkan akal mahasiswanya
UGM adalah salah satu kampus favorit di Indonesia. Sejak didirikan tahun 1949 kampus ini konsisten menempati posisi 1 daftar universitas terbaik di Indonesia. Dengan statusnya sebagai PTN (Kemenristekdikti). Maka tak heran jika persaingan di kampus ini cukup ketat dan tak sembarang mahasiswa yang bisa diterima di kampus kerakyatan ini. Maka jelas bahwa mahasiswa UGM adalah para pemikir ulung dan intelektual yg senantiasa berfikir dalam bertindak. Jika ada paham apapun yang tak sesuai akal mereka pasti mereka kritis bahkan sampai melakukan penelitian tentang hal tersebut hingga akal mereka puas.
Namun dengan pembatalan acara ini jelas sekali bahwa pihak kampus “merendahkan” bahkan meremehkan Akal Mahasiswa UGM itu sendiri. Padahal jikalau pun yang disampaikan UAS adalah hal yang “berbahaya” dan tidak sesuai dengan akal mereka, pasti akan ada pengkajian terlebih dahulu oleh para intelektual ini, bukan langsung diterima sebagai doktrin.
Ke 3 : Kampus sudah tak netral, teracuni paham sekulerisme
Terlihat sekali bahwa kampus sudah tak lagi objektif dan secara tidak langsung mereka dijadikan alat penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya. Hal ini terlihat bagaimana mereka menghalangi dakwah islam, dari mulai kasus ancaman terhadap PTK yang diduga berafiliasi dengan organisasi terlarang, pencabutan beasiswa para mahasiswa yang “diduga” berafiliasi dengan HTI hingga secara sepihak mengeluarkan mahasiswa yang lantang menyuarakan kedzoliman penguasa, seperti kasus Hikma Sanggala yang sempat menuai pro kontra.Namun terlihat lembek kepada kedzoliman yang jelas – jelas akan merusak masyarakat. Seperti diadakannya seminar yang pro terhadap LGBT dengan dalih kajian ilmiah.
Racun sekulerisme yakni pemisahan antara agama dengan kehidupan mulai meracuni kampus. Seminar – seminar atau acara lain yang bertajuk “islami” selalu dicurigai dan berusaha untuk dibatalkan. Padahal sejatinya Islam tidaklah bisa dipisahkan dari kehidupan apalagi ilmu pengetahuan.
Karena sumbangan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah besar, walau nyatanya barat menutup – nutupi sejarah kegemilangan Islam selama 14 abad. Sebut saja Ibnu Al -Haytam seorang polymath yang ahli dalam optika, juga mekanika. Ibnu Sina yang juga seorang polymath ahli kedokteran yang hingga kini menjadi rujukan, dan ilmuan lain yang melatarbelakangi ilmu pengetahuan masa kini. Maka merupakan hal mustahil untuk memisahkan Islam dengan iptek karena Allah mendorong umatnya dalam Al-Quran untuk menjadi sebaik – baik hamba yakni hamba yang bermanfaat.
Dalam masalah ini terlihat jelas kemunafikan ideologi kapitalisme yang diemban bangsa ini. Kapitalisme dengan slogan kebebasannya hanyalah hoaks yang dihembuskan para pengembannya dengan topeng manis menjanjikan seribu janji. Padahal dibalik topeng itu kebebasan hanyalah alat promosi, nyatanya kebebasan akademikpun dibungkam, kebebasan menyampaikan kritik kepada penguasa dipersekusi, kebebasan menyebarkan kebenaran dihukum mati. Mana yang namanya kebebasan? Hanya tameng untuk membentengi diri kapitalisme itu sendiri yang kini sekarat penuh luka yang tak lama lagi akan mati.
Wahai para intelektual, kenalilah musuh sejati bangsa ini. Musuh kalian bukanlah saudara sesama muslim yang kini di persekusi. Sadarlah bahwa musuh kalian adalah para antek dengan kepentingan memperkaya diri di negri ini yang disetir oleh musuh sejati, yakni para kapitalis yang tak ingin kekuasaannya yang hampir 1 abad ini mati. Lihat saja satu per satu dari mereka terungkap aibnya, terciduk KPK.
Sadarlah para intelektual, akal kalian telah diracuni oleh paham sekuler yang hanya mencetak kalian menjadi buruh murah secara instan. Mengunci rapat akal kalian, membungkam erat mulut kalian untuk menyuarakan kebenaran dengan iming – iming uang dan kenikmatan dunia.
Bangkitlah dari rantai yang mengikat kalian, tentunya dengan kebangkitan yang hakiki, bukan kebangkitan semu tak berarah seperti yang tercatat dalam sejarah, revormasi 98.
Arah kebangkitan hakiki hanyalah dengan apa yang telah dicontohkan oleh Rosulullah yang terbukti berhasil merubah masyarakat jahiliah menjadi masyarakat pemikir yang memimpin peradaban manusia dan menjadi mercusuar peradaban selama 14 abad lamanya. Yakni perubahan hakiki dengan islam.
Di dalam Islam intelektual baik muslim maupun non muslim mendapat hak sama untuk bereksplorasi, mempelajari apapun dan mengkritik apapun bahkan penguasa bila dia dzolim terhadap rakyatnya, bahkan hal ini diwajibkan. Hal ini terbukti lahirnya ribuan polymath yakni orang yang ahli di banyak bidang seperti Maryam Al Asturlabi, Ibnu Sina, Abbas ibn Firnas, Al Jabr dll.
Karena kalian adalah ujung tombak kebangkitan. Maka jangan pernah mau terkekang apalagi terbungkam. Bangkitlan !