Oleh: Rofi’ Maryam
#MuslimahTimes — Kehidupan selebritis, selalu menjadi hal yang sangat menarik untuk di perhatikan. Ya,kalangan selebritis adalah publik figur yang setiap gerak-gerik mereka, sering sekali menjadi acuan bagi masyarakat. Banyak sebagian dari kehidupan mereka sering diimpikan oleh para pemimpi kebahagian. Ingin seperti artis A, B, dan C ujarnya.
Fenomena yang sekarang sedang marak di perbincangan dikanca perselebritisan adalah fenomena rumah-rumah mewah para seleb yang satu persatu di tampakan. Mereka menyebutnya sebagai rumah para sultan.
Rumah elit para seleb itu pun tak ayal membuat ngiler para penonton dan semakin membuat heppi para perindu kebahagian. Andai aku punya rumah seperti S, aku akan begini, jika aku punya rumah Seperti R, aku akan begini. Padahal bisa tinggal di kontrakan type 36 pun sudah sangat bersyukur, mengingat kondisi serba sulit di zaman kapitalisme seperti ini.
Namun, yang harus kita amati, mungkin ada hal yang terlupa dari segala kemewahaan dunia yang sangat “mudah” di dapatkan oleh para selebritis. Mudah, karena di zaman ini panggung hiburan adalah “lahan basah” untuk mendulang uang yang banyak. Akhirnya banyak orang tua menginginkan anaknya sukses menjadi selebritis. Sedari kecil anak-anak mereka mulai diikutkan latihan vocal, les menari, les acting, les lawak, dsb.
Dunia penat, pekerjaan padat. Sehingga kondisi masyarakat era akhir zaman cenderung tidak mencintai ilmu. Selepas pulang kerumah dengan segala lelah, tentu saja berat rasanya mau menonton program-program edukasi. Maka otomatis, program lawakkan, nyanyian, sinetron-sinetron adalah hal yang laris manis di jual ditengah masyarakat di zaman ini. Sedangkan tontonan edukasi akan mendapat sedikit sekali viewernya.
Namun disini saya tidak akan membahas tentang kondisi masyarakat yang jumud (bosan) dengan rutinitas. Inshaa Allah dilain waktu akan kita kupas tuntas. Yang akan saya gambarkan dalam tulisan ini adalah, tentang kehidupan akhirat yang semestinya juga harus kita persiapkan matang. Jangan sampai kita terus-terusan menambah property di dunia, tetapi melupakan membangun rumah di syurga. Jangan sampai, mata kita hanya sibuk untuk menambah-nambah rumah, namun lupa untuk menyiapkan bahan bangunan rumah diakhirat. Jangan sampai kehidupan kita hanya kita habiskan untuk menjadi kaya di dunia, tetapi melupakan diri untuk menjadi kaya di akhirat.
Sedikit merenungi dari kisah salah satu sahabat Rasulullah saw yaitu Abdurahman Bin Auf. Seorang saudagar kaya yang kehidupannya bergelimangan harta dan property, namun beliau tidak sedikitpun melupakan akhiratnya. Gigih berdakwah bersama rasulullah, gemar berinfak dan bersadaqoh, senantiasa menghabiskan waktu untuk belajar islam bersama rasul. Pun ternyata di akhirat, beliau masuk syurga dengan merangkak.
Lalu bagaimana dengan kehidupan para sultan yang glamor itu. Sudahkah menginfakan hartanya untuk dakwah islam, sudahkah menghadirkan diri dalam majlis ilmu untuk belajar islam, adakah rumah mewah, kendaraan megah dimanfaatkan untuk kelancaran laju dakwah islam. Ditengah arus labelilisasi “islam radikal” yang terus digaungkan.
Semoga kita semua dapat menggigit sebagian dari bagian dakwah islam. Sehingga kelak akan menjadi saksi perjuangan kita di hadapan Allah diyaumil akhir. Sehingga meski kita tak kaya di dunia, meski tak punya rumah megah di dunia, meski tak ada kendaraan mewah, kita tetap bisa menjadi kaya diakhirat, dan memiliki rumah mewah di syurga. Aamiin..
Allahu’alam bishowab,