Oleh : Jay Yanti
MuslimahTimes.com – Berbagai bencana alam beruntun menyapa negeri ini. Mulai dari banjir, gempa bumi, dan gunung meletus datang silih berganti di jeda waktu yang tak lama. Korban pun berjatuhan. Rintihan kesedihan dan untaian doa membersamai perasaan pasrah seiring dengan adanya keyakinan bahwa ini semua adalah bagian dari takdir-Nya, kehendak Allah.
Namun. kita patut mencermati bahwa sejatinya bencana banjir di Kalimantan Selatan, bukan sekadar karena tingginya tingkat curah hujan. Namun ada hal lain yang menjadi penyebab. Pembukaan lahan besar-besaran untuk penanaman kelapa sawit menjadi hal yang punya andil besar pada peristiwa banjir ini. Belum lagi potensi alam di wilayah ini terdapat bahan galian tambang, seperti batubara dan bijih besi. Bahkan Kalimantan merupakan produsen intan terbesar di Indonesia. Tak pelak hal tersebut menjadikannya sebagai sasaran eskploitasi untuk pengumpulan pundi-pundi rupiah. Investor akan berlomba untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Dan amat disayangkan pada akhirnya memicu bencana bencana alam yang menimpa warga setempat.
Meski berbagai proyek tersebut dikatakan untuk meningkatkan perekonomian daerah setempat, namun tidak sebanding dengan keuntungan besar yang didapat oleh para investor.
Begitupun dengan banjir yang terjadi di Sumedang. Menurut Guru Besar bidang ilmu pengelolaan daerah aliran sungai, Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad bahwa ada alih fungsi lahan yang massif. Dari daerah tumbuhnya banyak tanaman dan persawahan berubah menjadi lokasi permukiman dan industri. Faktor lainnya adalah sarana drainase yang kurang memadai serta pendangkalan sungai. Hal ini menjadi penyebab sedimentasi erosi, lumpur dan sampah di wilayah sungai Jatinangor dan Rancaekek.
Saatnya berpikir dan mengevaluasi kenapa seakan alam gundah. Tersebab apakah ini?Adakah tingkah polah manusia yang salah?Ataukah nafsu yang merajai? Yakni ada sikap sombong dari segelintir manusia demi kepentingan materi belaka.
Seseorang terdorong untuk melakukan aktivitas pasti didasari oleh pemahaman. Saat tuntutan hidup semakin keras, berbagai kebutuhan pokok harga kian menanjak secara fantastis, maka butuh kerja keras untuk dapat memenuhinya. Adapun tata kehidupan kapitalistik telah membentuk pemikiran seseornag untuk mengejar materi dengan segala cara. Memunculkan sifat curang, culas, serakah hingga mampu mencari celah untuk mendapatkan keuntungan secara pribadi, salah satunya dengan cara korupsi. Pengalokasian dana yang seharusnya menjadi upaya untuk pencegahan bencana malah dikorupsi. Alih-alih membantu, namun yang terjadi justru tambal sulam yang berkelanjutan karena penyunatan dana dan kualitas bahan yang buruk.
Butuh kebijakan negara yang mampu memberi solusi atas bencana banjir ini. Selain penyadaran akan butuhnya daerah resapan sehingga menghindari adanya pengalihan lahan menjadi permukiman dan industri. Tata kota pun perlu diatur sedemikian rupa sehingga porsi antara bangunan dan daerah resapan berimbang.
Selain itu, harus dilakukan pemetaan wilayah rawan banjir. Diperhatikan pula letak wilayah yang rendah untuk kemudian dibutuhkan sungai buatan agar air dapat mengalir ke wilayah yang aman tanpa melanda daerah permukiman. Selayaknya pula dibangun bendungan yang memadai di wilayah-wilayah tertentu. Sehingga jika curah hujan tinggi akan mampu menampung aliran air sehingga tidak meluber ke permukiman warga.
Bencana yang terjadi pasti atas kehendak Allah. Namun tak cukup doa yang terlantun. Butuh upaya konkret dalam penanganannya. Pencegahan dan perbaikan lingkungan masih bisa dilakukan. Dimulai dari kesadaran diri pribadi dilanjutkan dengan kesadaran kolektif di tengah masyarakat. Bersama-sama menjaga lingkungan agar tak terjadi bencana ekologi. Saling mengingatkan dalam kebaikan serta menuntut kebijakan pemerintah agar mampu membuat aturan yang berpihak pada rakyat secara keseluruhan. Bukan cenderung memudahkan urusan segelintir orang atas nama investasi.
Dalam setiap peristiwa ada hikmah di baliknya. Bencana adalah ujian bagi manusia. Namun bukan sekadar untuk diterima begitu saja, melainkan hendaknya kita berpikir, adakah peran manusia dalam bencana ini?
Ikhlas menerima ketentuan Allah bukan berarti membutakan mata hati manusia. Menelaah dari apa yang terjadi di depan mata, lalu mengaitkan antara sebab dan akibat adalah kewajiban. Bukankah ini merupakan upaya menyampaikan kebaikan? Karena dipastikan setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban.