Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes– Baru-baru ini isu intoleransi kembali mencuat pasca viralnya pengaduan seorang wali murid SMKN 2 Padang yang tak terima atas aturan sekolah yang mewajibkan seluruh siswanya untuk mengenakan kerudung sebagai seragam sekolah, padahal anaknya bukanlah seorang Muslim.
SMKN 2 Padang memang menetapkan aturan demikian dalam rangka menonjolkan ciri para perempuan Minang yang memang berkarakter religius. Selain itu, pihak sekolah menyatakan bahwa aturan menutup aurat tersebut juga dalam rangka menjaga para siswinya dari kejahatan seksual.
Selama ini, aturan tersebut telah berjalan dan tidak memunculkan permasalahan sama sekali. Bahkan sebanyak 45 murid non-Muslim di sekolah tersebut dengan sukarela mengikuti aturan yang ditetapkan sekolah. Bahkan mereka mengaku nyaman menggunakan hijab, sebab mereka menjadi tidak berbeda dengan teman-teman lainnya. Namun, belakangan ternyata ada satu orang siswi non-Muslim yang tidak mau berkerudung dan mengadu kepada orangtuanya. Kemudian, orangtuanya tersebut mendatangi pihak sekolah. Dan ternyata proses pembicaraan dengan pihak sekolah tersebut direkam dan disebar ke media sosial, hingga akhirnya menjadi viral dan memantik reaksi dari berbagai pihak, diantaranya Komnas HAM, anggota DPR, dan KPAI yang meminta agar aturan berkerudung tersebut dicabut.
Isu intoleransi pun merebak dengan begitu cepat. Padahal pihak sekolah telah mengonfirmasi bahwa tidak pernah memaksa siswinya yang non-Muslim untuk berkerudung. Mereka diberikan pilihan untuk memakainya ataupun tidak. Namun demikian sebagian besar memilih memakainya. Maka, sungguh ironis ketika isu intoleransi ini terus digoreng, hingga pada akhirnya menuding Islam sebagai agama yang intoleran.
Yang membuat miris juga adalah ketika propaganda intoleransi kerap dituduhkan kepada Islam dan ajarannya, sebaliknya jika ajaran Islam yang terdiskreditkan, narasi intoleransi ini tak pernah muncul. Misalnya saat ada pelarangan cadar bagi ASN beberapa waktu silam.
Padahal pelarangan simbol-simbol Islam sering terjadi, bukan hanya di Indonesia namun juga di berbagai belahan dunia. Misalnya di Prancis, para Muslimah di sana dilarang menggunakan niqob/cadar di ruang publik, sama halnya dengan Belanda, Rusia, dan Itali. Di Xinjiang, Cina kondisinya lebih memprihatinkan, para Muslim dan Muslimah di sana dilarang menampakkan keislamannya, misalnya tidak boleh berpuasa di bulan Ramadan, memanjangkan janggut, dan berjilbab di tempat umum.
Tidakkah semua itu disebut sebagai intoleransi? Namun mengapa para pegiat HAM bungkam tatkala Muslim yang mejadi objek penderita? Sungguh, tidaklah berlebihan jika dinyatakan bahwa propaganda intoleransi sangat pilih kasih.
Beginilah konsekuensi logis hidup dalam naungan sistem sekuler liberal. Kaum Muslimin senantiasa dihadapkan pada ketidakadilan. Salah besar jika Islam dituding intoleran. Padahal aturan Islam datang dari Sang Pencipta manusia, relevan untuk semua agama yang ada. Bukan hanya untuk kaum Muslimin saja.
Soal jilbab, pada masa pemerintahan Islam, yakni Khilafah islamiyah, para wanita non-Muslim, yakni kafir dzimmi memakai pakaian yang menutup aurat sebagaimana halnya seorang Muslimah. Dengan begitu, mereka malah merasa terhormat dan terjaga kemuliaannya.
Maka sungguh aneh jika hari ini justru pemakaian pakaian Muslim bagi non-Muslim secara sukarela malah dianggap intoleran? Justru semestinya kita semakin menyadari bahwa syariat Islam itu akan membawa kebaikan untuk seluruh umat manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. Benarlah adanya bahwa Allah Swt menurunkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.
Namun sayangnya karena liberalisme-sekuler yang bercokol di negeri ini, syariat Islam dikebiri. Diambil hanya esensinya saja. Tak lagi dijadikan sistem dalam mengatur kehidupan secara totalitas. Maka, penerapan syariat Islam secara menyeluruh. malah dianggap intoleran. Dan lagi-lagi Islam disudutkan.
Oleh karena itu, sungguh hanya dengan tegaknya Khilafah sajalah syariat Islam dapat diterapkan secara totalitas. Baik Muslim maupun non-Muslim akan bernaung di bawahnya dengan penuh ketentraman dan kemuliaan. Hal tersebut bukan ilusi belaka, melainkan pernah terpotret nyata ketika dulu Khilafah tegak memimpin dunia. Wallahu’alam bi shawab.