Oleh : Sunarti
#MuslimahTimes — Terpuruk. Siapa sih yang tidak pernah merasakan? Mungkin saja ada yang tak pernah merasakan terpuruk, tapi dalam jumlah yang sedikit. Pasti ada.
Langkah dalam hidup itu itu penuh liku dan tentu penuh persoalan. Memang sih, dalam perjalanan hidup terpuruk dan menemui persoalan yang berat itu bisa saja hinggap. Tak sedikit yang jatuh dalam jurang kesulitan yang mendalam, bahkan. Ada yang menyerah dan kalah, ada yang bertahan dan pantang menyerah.
Sayangnya di alam kapitalisme-sekulerisme yang tampak di mata masyarakat kebanyakan adalah kesuksesan itu tanpa perjuangan, tanpa menyerah dan tampak sebagai orang-orang tangguh. Parahnya lagi, kesuksesan itu dipandang ketika tertumpuknya harta dan tingginya jabatan. Ini semua membuat suasana sekitar yang memicu para penghuni alam kapitalisme ini, menjadi penghuni yang memuja harta.
Yah, jadilah banyak yang memilih jalan pintas ketika menemui kesulitan dan keterpurukan. Ambil contoh saja banyaknya kasus bunuh diri dalam waktu-waktu dekat ini. Yang terdekat dengan Emak adalah kasus bunuh diri seorang ASN sebuah rumah sakit negeri di Ngawi dengan inisial AD (37 th).
Sebagaimana yang diberitakan SuaraJatim.id , bahwa seorang wanita terjun dari atasi jembatan Ngunengan Desa Selopuro Kecamaatan Pitu Ngawi, Jawa Timur pada Minggu (24/1/2021) sore.
Nah, kabar selanjutnya itu, diketahui dari teman dekatnya di lingkungan AD, dugaan awal korban nekat mengakhiri hidup akibat terlilit hutang. Lhah, dalah …
Bukankah yang seperti ini adalah orang yang menyerah? Ketika sebuah keputusan diambil, bukankah masih dalam ranah ikhtiar manusia? Kenapa justru memilih yang salah?
Dalam buku The Dip, karangan Seth Godin menjelaskan bahwa para pemenang itu bukan yang tidak menyerah, akan tetapi pemenang itu menyerah pada hal yang tepat dan waktu yang tepat. Bukan berarti mengambil jalan pintas mengakhiri hidup itu adalah cara menyerah yang tepat.
Sebenarnya bukan semata salah si individu yang bunuh diri saja. Akan tetapi ada peran lingkungan dan sistem yang diterapkan. Lingkungan yang mensuasanakan, adanya petunjuk dan dorongan serta penghargaan di tengah-tengah kehidupan sekulerisme-kapitalisme menjadi pemantik individu untuk bisa mengikuti habitat di sekitarnya. Terjepit kondisi dan seolah tak ada solusi dan deal bunuh diri.
Kesulitan yang besar biasanya menimpa di dalam dunia bisnis, pekerjaan ataupun rumah tangga dan semua lini kehidupan. Ada saatnya seseorang merasakan kondisi yang sangat ‘menukik’ atau terpuruk. Namun, sebagai muslim, hal itu tidak bisa dinilai sebagai sebuah kehancuran. Karena, bisa saja, itu semua adalah ujian dariNya.
Seth Godin ternyata juga membahas ketika menemui kesulitan dan harus menyerah itu ada rambu-rambunya. Yaitu keluar dari hal-hal yang salah, bertahan pada hal-hal yang benar dan berani melakukan satu kebijakan tentang benar dan salah.
Kembali lagi sebagai muslim, tentunya benar dan salah bukan menurut manusia. Akan tetapi benar dan salah, baik dan buruk di mata Allah. Karena sifatnya manusia yang lemah dan terbatas, mengharuskan hal ini menjadi patokan dalam hidupnya. Jika tidak, akan banyak keputusan-keputusan yang diambil jauh dari hukum-hukum Allah..
Peringatan bagi seorang muslim, jika ia mengalami keterpurukan, kesulitan dan persoalan, selalu ada cara untuk mencari jalan keluar. Jangan sampai usaha maksimal yang dilakukan justru membawa kerugian kelak di akhirat. Ingat, sukses seorang muslim adalah mencapai ultimate why tertinggi, yakni surgaNya yang ditempuh dengan aktivitas di dunia dalam genggaman ridhaNya.
Allah SWT berfirman :
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi: 103-104)
Wallahu alam bisawwab
Ngawi, 26 Januari 2021