Oleh.Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes– Indonesia adalah negara mayoritas penduduknya adalah Muslim. Dari total penduduk Indonesia 267.7 juta jiwa, sebanyak 87,2% nya adalah Muslim, yakni sekitar 229 juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Indonesia menempati urutan pertama dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Dengan adanya potensi tersebut, tentu kita harus memandangnya sebagai sebuah peluang untuk menerapkan aturan Allah di atas bumi pertiwi ini. Ya, secara fitrah sejatinya seorang Muslim terikat dengan aturan tuhannya. Maka ketika hari ini, kita ‘dipaksa’ hidup dalam naungan kapitalisme-liberal yang berasaskan pada pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme), maka tentulah hal tersebut bukanlah habitat umat Islam. Wajar jika kemudian terjadi pergolakan di dalamnya dan serangkaian benturan, sebab sejatinya aturan Islam tidak mungkin bisa diterapkan di negeri yang mengadopsi sistem selain Islam.
Sebagaimana halnya yang terjadi dalam kasus jilbab sebagai seragam sekolah, hal tersebut akhirnya dipermasalahkan oleh berbagai pihak bahkan memicu reaksi yang sangat cepat dari pemerintah. Menteri Pendidikan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama bersinergi dalam membuat sebuah keputusan bersama, yakni SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah.
Dinyatakan bahwa sekolah atau Pemda yang mewajibkan atau melarang pemakaian atribut keagamaan tertentu kepada siswa maupun guru, akan dikenai sanksi. Jelas hal tersebut menuai polemik di tengah masyarakat, khususnya mengenai adanya larangan bagi pihak sekolah maupun Pemda untuk mewajibkan pakaian atau atribut keagamaan tersebut. Dapat kita maknai bahwa ada penjegalan terhadap upaya-upaya menerapkan syariat Islam. Padahal sudah selayaknya penguasa memfasilitasi rakyatnya agar tunduk pada aturan agamanya, bukan malah menghalanginya.
Begitulah hakikatnya fungsi penguasa dalam pandangan Islam, yakni sebagai pelaksana hukum-hukum syariah Islam secara praktis dalam kehidupan. Namun sayang hal tersebut tak dapat kita rasakan hari ini. Sebab penguasa hari justru menerapkan liberalisme yang merupakan anak kandung dari sistem demokrasi yang dibanggakan. Setiap orang dibebaskan memilih apapun sesuai kehendaknya, apalagi yang berkaitan dengan ranah privat, termasuk urusan berpakaian, negara tak boleh mengaturnya.
//Indonesia Menutup Aurat//
Sudah saatnya setiap muslimah di negeri ini menyadari akan fitrah penciptaannya, yakni sebagai seorang hamba yang sudah selayaknya tunduk pada aturan Allah. Berpakaian sesuai syariat Islam merupakan bukti keimanan, maka implementasinya wajib dipaksakan, bukan sebuah pilihan. Karena jelas, Islam telah mengatur bagaimana semestinya seorang muslimah yang sudah baligh menutup auratnya secara sempurna ketika berada di kehidupan umum, seperti di jalanan, sekolah, pasar, kantor, kampus, dll. Dia akan berdosa apabila tidak menutup auratnya tersebut.
Dalil-dalil tentang kewajiban menutup aurat bagi Muslimah sudah jelas dan lugas. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda mengenai batasan aurat perempuan. Berdasarkan hadist Abu Daud, dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, Beliau berkata:
“Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, ‘Wahai Asma, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haid (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini’, Beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.“
Adapun mengenai model pakaian penutup aurat bagi Muslimah, syariat pun telah mengaturnya. Yakni jilbab sebagai pakaian yang wajib dipakai oleh Muslimah apabila keluar dari ranah privatnya. Dalam Kamus Al-Muhith, jilbab maknanya adalah pakaian yang lurus tak berpotongan, menyerupai sirdab (terowongan). Orang Indonesia mungkin lebih mengenalnya sebagai gamis.
Dalil terkait perintah mengenai jilbab telah Allah Swt firmankan:
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanitamu, dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.” (TQS.Al-Ahzab:59)
Adapun penutup aurat Muslimah bagian atas adalah khimar (kerudung), yakni kain yang menutup kepala, rambut, leher, hingga menjulur ke dada. Dalilnya adalah firman Allah Swt:
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya).” (TQS.An-Nur:31)
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadist tentang batasan aurat bagi perempuan di atas, dipahami bahwa kaki juga termasuk aurat yang harus ditutupi. Rasulullah Saw bersabda:
“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika bersabda mengenai masalah menjulurkan ujung pakaian, aku berkata kepada beliau: ‘Wahai Rasulullah bagaimana dengan kami (kaum wanita)?’ Nabi menjawab: ‘Julurkanlah sejengkal’. Lalu Ummu Salamah bertanya lagi: ‘Kalau begitu kedua qadam (bagian bawah kaki) akan terlihat?’ Nabi bersabda: ‘Kalau begitu julurkanlah sehasta’.”
Jadi jelaslah bahwa Islam telah mengatur hambanya dalam semua aspek kehidupannya, termasuk dalam hal berpakaian. Tak ada kebebasan dalam Islam, sebaliknya manusia wajib terikat dengan hukum syara. Begitulah cara Allah memuliakan dan menjaga hamba-Nya. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita mewujudkan Indonesia menutup aurat agar tercipta peradaban yang mulia dan penuh berkah.
Allah Swt berfiman:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (TQS.Al-A’raf:26)