Khilafah, Tameng Ampuh Hadapi Variasi Baru Wabah
Oleh: Aprilia Restiana
MuslimahTimes.com – Masalah wabah Covid-19 tak kunjung berkesudahan melanda negeri kita tercinta. Angka terinfeksi semakin hari kian merangkak naik. Masyarakat pun mulai lelah. Saat harga segala kebutuhan pokok naik, namun penghasilan malah kian anjlok akibat sepi pelanggan. Sungguh wabah ini menyiksa kaum kelas bawah.
Di tengah kesedihan masyarakat akibat wabah tak kunjung lenyap. Indonesia kembali disuguhkan berita mengejutkan dengan datangnya Warga Negara Asing (WNA) dari Cina di tengah larangan masuknya WNA ke Indonesia demi pencegahan penularan covid-19.
Dikutip dari kompas.com, sebanyak 153 WNA China masuk ke Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada Sabtu (23/1/2021). Tidak hanya itu, sebelumnya pada akhirJuni hingga awal Juli 2020, sebanyak 500 WNA asal Cina juga kedapatan masuk ke Tanah Air melalui Bandara Haluloe, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Kedatangan WNA Cina ke Indonesia tentu menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Pasalnya kedatangan WNA ini berbarengan dengan ditemukannya virus corona varian baru dari Inggris.
Varian baru virus corona dari Inggris ini diberi nama B117 dan telah menyebar ke banyak negara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Thailand. Menurut Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson virus B117 ini bisa lebih mematikan dan lebih menular (Kompas.com, 30/1/2020).
Menurut Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito dari surveilans sampel virus yang dianalisis Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sampai sekarang belum ditemukan varian B117 di Indonesia. Namun meskipun belum menemukan varian baru virus dari Inggris ini, ada satu jenis mutasi yang sudah banyak ditemukan di Indonesia, yaitu varian D614G yang disebutkan lebih menular dan terdeteksi pada April 2020 di wilayah Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Utara (Kompas.com, 30/1/2021).
Sementara itu, menurut Dicky Budiman seorang epidemiolog dari Griffith University Australia menduga bahwa varian B117 dari Inggris ini telah menyebar ke Indonesia meski jumlahnya belum terlalu besar. (INewsJateng.id, 29/12/2020).
Sungguh ironis nasib warga negeri ini. Hampir satu tahun lamanya bertarung dengan wabah corona yang tak berkesudahan. Kini harus rela dihadapkan dengan varian baru virus covid-19 yang lebih ganas akibat dibukanya pintu masuk bagi warga asing secara resmi.
Sistem pemerintahan yang seharusnya menjadi tameng untuk warga negaranya justru menjadi pedang penikam rakyatnya sendiri.
Inilah wajah asli demokrasi yang merupakan buah dari sekulerisme-kapitalis yang dianut oleh negara kita tercinta. Demokrasi yang katanya mendahulukan kepentingan rakyat di atas segalanya, nyatanya hanya sebagai topeng untuk menutupi kecacatannya.
Dalam sistem sekulerisme-kapitalis, nyawa manusia dipandang sebelah mata oleh negara. Asas untung rugi merupakan tolak ukurnya dalam melakukan suatu perbuatan yang sifatnya materi. Sehingga dalam menentukan suatu kebijakan, negara hanya mempertimbangkan keuntungan dan kerugian untuk meraup materi sebesar-besarnya. Kesehatan dan keselamatan rakyat dianggap sebagai beban negara yang menghabiskan materi saja. Alhasil, wabah inipun masih betah bertandang di Nusantara dan bermutasi dengan berbagai varian barunya.
Munculnya varian baru virus covid-19 menjadi bukti gagalnya sistem yang juga dianut oleh sebagian besar negara di dunia dalam mengatasi wabah ini. Hal ini juga menunjukkan pada dunia bahwa peradaban yang dibangun atas dasar kapitalisme sekuler yang memisahkan kehidupan dunia dengan agama sangat berbahaya bagi nyawa manusia dan layak untuk diganti dengan sistem shohih yang terbukti menyelamatkan manusia. Dialah sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah yang telah terbukti kejayaannya selama 13 abad dan mampu menjadi tameng kala manghadapi wabah.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Mā’idah: 49 yang artinya “Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.”
Khilafah adalah sistem pemerintahan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunah. Yang berarti khilafah merupakan sistem pemerintahan yang dibuat oleh sang Pencipta, Allah Subhanahu Wata’ala. Allah sebagai sang Pencipta lah yang paling mengetahui pemecahan segala problematika kehidupan, termasuk wabah virus ini.
Allah Subhanahu Wata’ala menjadikan sistem khilafah sebagai rahmatan lil aalamiin yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan memuliakan nyawa. Sebagaimana sabda Rosulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang artinya “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Nasa’i).
Adapun dalam melawan wabah virus, negara khilafah berperan sebagai tameng yang akan menjaga dan melindungi nyawa rakyat di dalamnya dengan cara antara lain.
Pertama, pengisolasian wilayah yang terjangkit wabah untuk memutus mata rantai penularan virus. Hal ini sesuai dengan sabda Rosulullah yang artinya ” Jika kamu mendengar wabah disuatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah ditempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari).
Pengisolasian ini juga termasuk menutup seluruh akses keluar masuk antar negara tanpa terkecuali baik untuk urusan politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya.
Kedua, pemisahan orang yang sakit dan orang yang sehat. Rosulullah bersabda “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati orang yang sehat.” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, bagi pasien yang terinfeksi, negara akan menjamin pengobatannya hingga sembuh secara gratis. Negara bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan yang aman dan halal serta memfasilitasi penelitian untuk menemukan obat sebagai pencegahan apabila wabah kembali terulang.
Ketiga, selama masa isolasi negara juga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Sebagaimana sabda Rosulullah, “Imam (kholifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) yang bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Dengan dipenuhinya kebutuhan pokok rakyat oleh negara, maka proses pengisolasian akan berjalan sempurna karena tidak akan terjadi kerumunan. Di sinilah peran penting kepala negara. Khalifah yang dipercaya sebagai pemimpin sekaligus bertanggung jawab mengurus kemaslahatan umat harus cepat dan tanggap dalam kasus ini. Hanya Khalifah yang terlahir dalam sistem islam kaffahlah akan menjadikan rakyat sebagai elemen penting di atas segala hal. Kehadiran khalifah yg adil akan menjadi tameng bagi rakyatnya. Tidak ada lagi golongan kapital. Rakyat akan bergabung menjadi satu kesatuan dalam menghadapi wabah.
Selama masa isolasi, negara yang berkewajiban menjaga keselamatan rakyatnya dituntut untuk mandiri dengan memutus segala akses perhubungan dengan negara lain baik untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial atau yang lainnya sebagai usaha untuk memutus mata rantai penularan. Hal ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Kendati demikian, negara dengan sistem khilafah yang telah terbukti kejayaannya selama 13 abad akan mampu memenuhi semua kebutuhan rakyatnya secara mandiri tanpa perlu berhutang dengan negara lain salah satunya dengan memanfaatkan sumber daya alam. Indonesia sebagai negara yang dikaruniai kekayaan alam yang berlimpah, tentu akan mampu menjadi generasi negara super power yang mandiri yang mampu mengatasi pandemi jika syariat Islam kaffah diterapkan.
Wallahu a’lam bish showab.