Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
MuslimahTimes.com – Sakit butuh dokter, tapi mengapa ada phobia dokter sebab yang tergambar adalah bukan manfaatnya dalam membantu agar sehat tapi sakitnya disuntik dokter, kewajiban minum obat pahit, rutin terapi, pantangan selama dan pasca pengobatan, ada yang terenggut kebebasannya, dan lain sebagainya.
Sakit memang tak enak, segala sesuatu serba terbatas. Belum lagi dengan sakit yang dirasa, terkadang hingga level tak tertahankan. Tak sedikit yang akhirnya menginginkan kematian untuk mengakhiri. Namun sakit pun diciptakan Allah, maka ada hikmah yang bisa dipetik.
Keadaan kaum Muslim tak beda dengan orang sakit. Tak berdaya, serba terbatas bahkan di beberapa wilayah dunia hingga bertaruh antara hidup dan mati karena tekanan rezim. Kematian bak nyanyian lirih menyentuh telinga-telinga dan hati nurani yang hampir mati karena teracuni individualisme, liberalisme, dan kapitalisme
Negara yang seharusnya menjadi ibu yang mampu menyediakan segala kebutuhan si sakit ternyata justru menikamkan belati dan menyedot darahnya sekaligus, hingga yang sakit makin sekarat mendekati kematian. Sakit ini mengerikan akibat ideologi sesat bin kufur yang diadopsi penguasa durjana. Mereka tega mengadu domba sesama muslim hanya agar ia mendapat imbalan dunia dan sedikit kenikmatan di dalamnya.
Sakit yang satu ini pun butuh obat, pahit memang namun pasti akan menyembuhkan. Obat itu adalah Islam ideologis. Sebab sejak awal, salah satu ulama yang mukhlis di dunia ini, Syeikh Taqiyyudin Annabhani berhasil merumuskan bahwa kemunduran kaum muslim adalah akibat lima hal.
Pertama, mereka tak lagi berpegang teguh pada agama mereka. Kedua, membiarkan hadlarah asing masuk ke dalam rumah-rumah mereka. Ketiga, kaum Muslim membiarkan pemahaman Barat bercokol dalam benak mereka. Keempat, menyepelekan dakwah, dan kelima adalah buruknya penerapan hukum syariat.
Hanya satu obat mujarab itu, yaitu mengemban dakwah Islam kaffah, yaitu yang secara terus terang menjelaskan Islam yang menjadi qiyadah fikriyah Islam yang terpancar darinya peraturan. Pahit? Memang! Namun jika hanya itu satu-satunya jalan agar kembali sehat dan sejahtera dunia akhirat mengapa menolak?
Penolakan adalah bagian dari kesombongan. Haritsah bin Wahb berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Maukah kalian aku beri tahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang kasar, rakus, dan sombong.” (HR Bukhari dan Muslim).
Terlebih kemudian keluar kata-kata “Saya bisa belajar sendiri. Belajar Alquran yang murni dari Allah”. Lantas, bagaimana posisi para da’i dan daiyah, ustaz ustazah ketika mereka berdiri di atas mimbar, mempunyai banyak pengikut dan jelas menyampaikan Islam?Mereka jelas manusia biasa, atau hanya mereka yang telah memiliki “status” di masyarakat yang lebih berhak menyampaikan Islam?
Sungguh, inilah bentuk kebodohan yang sangat parah. Sebab banyak ayat Alquran yang memerintahkan secara langsung untuk berdakwah. Seperti halnya ayat berikut:
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS Luqman [31]: 17)
Mari tanggalkan kesombongan dan kebodohan. Jangan pandang saudara seakidah sebagai musuh, hanya karena mereka beda harakah atau bukan tokoh masyarakat yang ribuan followernya. Ia adalah dokter kehidupan yang juga tak hanya berniat menyembuhkan penyakit anda, namun lebih dari itu, ia ingin mengumpulkan remahan pahala dari keterbatasan fisik, tsaqofah maupun hartanya. Dia pun berharap dari lisannya akan mengantarkannya, setidaknya bisa mencium aroma surga.
Maka, pantaskah menolak obat berikut dokternya jika kita tahu yang ia bawa berasal dari Islam? Dan hanya Islam lah satu-satunya obat mujarab yang bisa kita percaya mampu menyembuhkan. Wallahu a’ lam bish showab.