Oleh. Tri Silvia
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com- “Untukmu pahlawan devisa. Engkaulah pahlawan bangsa. Berbanggalah atas jasa. Karena Engkaulah sumber pemasukan Indonesia,… ” (Ean Penyair Jalanan, 2014)
Itulah sepenggal puisi teruntuk para pahlawan devisa, atau kini biasa disebut PMI (Pekerja Migran Indonesia). Orang biasa yang seringkali dianggap remeh, namun nyatanya negeri ini banyak berutang sebab profesi mereka yang mendatangkan devisa melalui kanal-kanal pengiriman uang atau remitansi. Tak tanggung-tanggung, jumlah devisa yang mereka hasilkan bahkan bisa menyumbang 10% dari nilai APBN.
Sebagai gambaran besarnya, pada kuartal II-2021, BI mencatat pengiriman uang (remitansi) dari para PMI sejumlah USD2,28 miliar atau setara Rp32,6 triliun (kurs Rp 14.300). Jumlah tersebut naik 0,75% dibandingkan pada kuartal I-2021 yang sebesar USD2,26 miliar. Dan jika dijumlahkan sejak tahun 2011 hingga 2017, devisa yang dihasilkan oleh PMI mencapai USD56,54 miliar. Angka itu akan jauh lebih besar lagi jika ditarik semakin ke belakang. (ekbis.sindonews.com, 17/4/2022)
Dengan melihat potensi luar biasa dari penerimaan negara tersebut, harusnya pemerintah menempatkan para pahlawan devisa ini sebagai aset bangsa yang harus senantiasa dijaga dan diperhatikan. Jangan sampai para aset bangsa ini tersakiti apalagi sampai terenggut nyawanya lantaran lalainya pemerintah.
Sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini, dimana telah mencuat kasus penyekapan yang menimpa para tenaga migran Indonesia di Kamboja. Tak tanggung-tanggung, korbannya bahkan mencapai 129 orang. Keseluruhan korban awalnya ditipu melalui informasi penyediaan lowongan kerja tanpa kualifikasi, yang berakhir dengan penyekapan.
Kesemua korban kini telah diselamatkan, dan tengah berada dibawah pengawasan Direktorat Perlindungan WNI. Disampaikan juga bahwa saat ini Kementerian Luar Negeri Indonesia tengah bekerja sama dengan Pemerintah Kamboja untuk mengambil langkah perlindungan untuk para korban penipuan dan penyekapan tersebut. Sebelumnya disampaikan pula bahwa Kemenlu, dalam hal ini ibu Retno Marsudi telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Kamboja, Krolahom Sar Kheng, untuk membahas beberapa nota kesepahaman terkait kejahatan lintas batas.
Ada 4 poin yang berusaha diwujudkan dalam kesepahaman tersebut, yakni tentang langkah-langkah pencegahan, perlindungan korban, penegakkan hukum dan terakhir terkait harmonisasi kebijakan antara Indonesia dan Kamboja sehingga kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dapat ditekan seminimal mungkin. (Kompas.com, 5/8/2022)
Kasus penyekapan atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menimpa para PMI Kamboja ini bukanlah pertama kali terjadi. Sebelumnya ada banyak kasus serupa yang menimpa para pahlawan devisa. Hal tersebut bisa dilihat dalam aspirasi yang dimunculkan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), pada momentum peringatan Hari Anti-Perdagangan Orang Sedunia, 31 Juli 2022 lalu.
Dalam momen tersebut, SBMI mengungkap bahwa selama masa pandemi Covid-19 (2020-2021) jumlah kasus pengaduan TPPO meningkat tajam. Berdasarkan Catatan Akhir Tahun SBMI, pada 2021 saja terdapat 159 orang yang menjadi korban TPPO. Dengan data tersebut, SBMI menuntut pemerintah untuk memaksimalkan perlindungan mereka terkait PMI yang menjadi korban TPPO, menyisir mereka hingga ke tingkat desa, termasuk pada para mantan PMI yang pulang di masa pandemi Covid-19.
Selain itu, mereka pun meminta pemerintah memastikan kondisi dan penanganan PMI yang menjadi korban TPPO. Mengidentifikasi dan menjamin pemenuhan hak restitusi dan reintegrasi para korban. Juga mendorong negara tujuan pekerja agar mau meningkatkan respons kepada pekerja migran terkait kerentanan mereka terhadap TPPO. Hal ini pun sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Kemenlu di Kamboja saat ini. (Tempo.co, 31/7/2022)
Banyak yang memandang sebelah mata atas kerja keras para pekerja migran hari ini, tanpa menyadari betapa besarnya sumbangsih mereka pada jumlah devisa negara. Berbagai kasus yang menimpa mereka bahkan seperti angin lalu saja, bukan hanya bagi sebagian rakyat, pun bagi para penguasa. Banyak di antara para penguasa menutup mata atas nasib buruk yang menimpa para pekerja migran ini.
Ada banyak penyiksaan yang menimpa mereka (PMI), mulai dari kekerasan verbal dan fisik, pelecehan seksual, penyekapan, hingga tertahannya upah. Mereka mengalami hal tersebut secara random, ada yang baru mengalaminya satu atau dua tahun, namun ada juga yang mengalaminya selama bertahun-tahun hingga puluhan tahun, dengan siksaan yang tak mampu dibayangkan.
PMI bagaimanapun adalah aset bangsa dan merupakan warga negara yang sah, baik berdasarkan hukum ketatanegaraan ataupun yang lainnya. Tak ada yang sanggup menghalangi hak mereka untuk mendapat perlindungan negara atas keselamatan, kesehatan ataupun pendidikan mereka. Negara tetap bertanggung jawab secara penuh kepada mereka meskipun secara jarak mereka berada di wilayah teritorial yang berbeda dengan kita.
Adapun melihat kasus yang baru saja terjadi, dimana pemerintah berusaha untuk mengambil nota kesepahaman dengan pemerintah Kamboja. Mungkin bagi sebagian orang, hal tersebut merupakan solusi. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa apa yang ditempuh oleh pemerintah saat ini, hanyalah solusi parsial dan sementara. Dimana hal tersebut hanya berlaku bagi kasus TPPO di Kamboja dan hanya mengikat negara atau pemerintahan yang bersangkutan. Tidak termasuk kasus yang terjadi di belahan negara lain, semisal Malaysia, Arab Saudi, dan lain-lain.
Lantas, bagaimana solusi hakiki dari persoalan para pekerja migran ini? Dan bagaimana pula Islam melihat masalah TPPO yang marak menimpa para pekerja tersebut?
Sebelum beranjak pada solusi Islam, kita wajib menganalisis dahulu terkait sumber masalah yang menimpa para pekerja migran ini. Semuanya kembali pada sebab dan alasan mereka mengambil pekerjaan sebagai pekerja migran. Yakni minimnya pekerjaan yang bisa mereka dapatkan di dalam negeri, yang jikalau dapat maka kompensasinya jauh lebih kecil dibanding upah yang bisa mereka dapatkan sebagai pekerja migran.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah wajib berkaca diri dan mengevaluasi sejauh mana mereka berusaha untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat. Begitupun terkait dengan aturan penempatan kerja serta pengupahan bagi para pekerjanya. Semua itu wajib disentuh dengan pengaturan ilahiah yang tercantum jelas dalam Al-Qur’an dan hadis. Bukan aturan yang lain, apalagi jika hanya mengacu pada hukum asing ataupun internasional.
Islam sebagai ideologi yang menyeluruh, pastinya memiliki solusi atas segala permasalahan yang terjadi saat ini, termasuk berbagai masalah yang berhubungan dengan para pekerja migran. Para pekerja ini nyatanya adalah warga negara yang memerlukan pekerjaan yang layak guna melanjutkan kehidupannya bersama keluarga. Kehidupan yang berat ditambah sulitnya mendapat pekerjaan yang layak menjadi alasan mereka untuk bertaruh nasib di negeri orang.
Banyak di antara mereka yang pergi keluar negeri dengan hanya modal nekat. Tak ada bekal bahasa, ilmu ataupun keterampilan. Berbekal kepercayaan, mereka pun berangkat tanpa tahu dengan jelas negara tujuan, keluarga yang mempekerjakan atau bahkan pekerjaan yang akan mereka lakukan. Inilah yang akhirnya menimbulkan banyak permasalahan untuk para pekerja tersebut. Bahkan banyak di antara mereka yang akhirnya terjebak dalam TPPO (tindak pidana perdagangan orang).
Kala Islam berjaya, niscaya tidak akan ada hal semacam ini. Semua pekerja dan pekerjaannya akan diatur dengan pengaturan terbaik, mulai dari akad hingga realisasi pekerjaan dan pengupahannya. Semuanya mengimplementasikan rasa aman dan keadilan, baik bagi pekerja ataupun orang yang mempekerjakan. Di bawah ini adalah hadis yang menunjukkan salah satu peraturan yang terkait dengan upah dan pengupahan dalam Islam,
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Selain pengaturan mengenai upah mengupah, Islam telah menjadikan ketersediaan lapangan kerja sebagai bagian dari kewajiban pemerintah. Pemerintah bertanggungjawab untuk memotivasi rakyatnya untuk giat bekerja dan senantiasa memastikan semuanya bisa mendapat pekerjaan yang layak.
Tentang bagaimana cara daulah memotivasi rakyat untuk giat bekerja, hal itu pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Disampaikan bahwa Rasulullah saw pernah bertanya pada seorang pengemis tentang apa yang ia miliki dan memintanya untuk membawa barang tersebut kepada Rasul. Ternyata pengemis itu hanya memiliki selembar baju kumal, lantas Rasul pun melelangnya kepada para sahabat dan mendapat uang sebesar dua dirham darinya. Setelah itu, beliau memberikannya kepada si pengemis dan menyuruhnya membeli kapak dengan uang 1 dirham dan sisanya untuk membeli makanan dan pakaian untuk keluarganya.
Diceritakan bahwa si pengemis pun memakai kapak tersebut, setelah dua pekan ia kembali pada Rasulullah dengan membawa uang 10 dirham hasil dari pekerjaannya. Begitulah cara Rasulullah saw dalam memotivasi umatnya untuk giat bekerja, bukan meminta-minta. Hal tersebut pun terus dilakukan oleh para pemimpin setelah beliau, termasuk diantaranya Umar bin Khattab r.a.
Adapun untuk orang-orang yang memang harus tetap bekerja di luar wilayah daulah, maka pemerintah wajib memastikan keamanan dan keselamatan para tenaga kerja ini. Mereka pun tidak dipaksa untuk bekerja diluar demi mencari tambahan devisa, sebab daulah kala itu akan menjadi negara dengan mata uang terkuat di dunia, sebab menjadikan emas sebagai bahan dasar pembuatannya. Tak ada kepentingan lain terkait kurs mata uang dunia kecuali berpusat pada daulah kembali. Satu-satunya kepentingan yang dapat menjadi alasan untuk mereka bekerja diluar wilayah daulah adalah terkait pengaturan dunia dan dakwah yang mulia.
Lalu, terkait dengan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), maka Islam sangat tegas terkait dengan hal ini. Islam merupakan agama yang sangat menjaga jiwa manusia. Tak akan ada perdagangan manusia terjadi kecuali pada mereka-mereka yang berstatus sebagai budak (dengan catatan). Jika terjadi kasus diluar itu (terjadi pada manusia yang merdeka), maka akan dicatat sebagai kriminalitas, yang pelakunya akan diancam dengan hukuman tegas dari Khalifah.
Sungguh indah pengaturan Islam terkait dengan masalah ini. Sangat berbeda dengan penyelesaian masalah ala sistem kapitalisme. Alih-alih mendapat penyelesaian, masyarakat justru disuguhi dengan masalah baru yang menambah pelik masalah sebelumnya. Alhasil, masyarakat hari ini hanya berkutat dengan masalah demi masalah, tanpa penyelesaian pasti. Sungguh, hanya Islam yang mampu memberi solusi. Tak ada solusi terbaik kecuali dalam Islam. Semoga Islam segera kembali tegak dimuka bumi. Membawa penyelesaian bagi semua masalah dan menjadi rahmat untuk seluruh alam.
Wallahu A’lam bis Shawwab