Oleh. Paramita, Amd. Kes (Aktivis Muslimah)
Muslimahtimes.com–Di tengah hiruk-pikuk jelang Pemilu 2024, sebagian wilayah di Indonesia dilanda kemarau panjang, tidak terkecuali di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Akibat kemarau panjang yang melanda negeri ini, muncul dampak berupa kurangnya pasokan air bersih, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan diperkirakan masyarakat akan gagal panen. Salah satu persoalan yakni krisis air yang ada di negeri ini bukan hanya terjadi tahun ini saja, akan tetapi layaknya rutinitas tahunan yang harus dirayakan oleh masyarakat. Lantas, solusi apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah?
Kemarau Panjang
Air bersih merupakan bagian penting dari kehidupan manusia. Keberadaan air bersih diperlukan sebagai sumber air minum dan kebutuhan lain seperti memasak, mandi, mencuci, dan lain-lain. Jika terjadi penurunan atau krisis pasokannya, maka akan berpengaruh pada keberlangsungan hidup manusia. Dikutip dari CNN Indonesia, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyebut, musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah seperti di Korea Selatan. BMKG memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi di minggu terakhir Agustus 2023 yang dipicu fenomena El Nino.
BMKG juga mengungkapkan sebanyak 79% wilayah sudah masuk musim kemarau, sekaligus mengingatkan wilayah-wilayah di 9 provinsi Indonesia yang akan mengalami kekeringan meteorologi kategori awas. Mengutip Analisis Dinamika Atmosfer Laut, Analisis dan Prediksi Curah Hujan Update Dasarian III Agustus 2023, wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi Aceh, Sumatera Utara, sebagian besar Riau, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Jawa hingga NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi tengah bagian utara dan tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua bagian selatan.
Kemarau panjang yang berakibat pada kekurangan air bersih juga terjadi di Kabupaten Bima, NTB. Dikutip dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bima, NTB mendistribusikan air ke sejumlah desa yang terdampak kekeringan parah pada musim kemarau 2023. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bima, Nurul Huda menjelaskan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga, sudah ada 7 desa yang menjadi sasaran distribusi air bersih yaitu Desa Tonggondoa, Desa Nata, Desa Kalampa, Desa Waduwani, Desa Tambe, Desa Mpili dan Desa Bugis. Ia juga mengatakan pendistribusian air bersih ini menindaklanjuti instruksi Bupati Bima tentang Penetapan Siaga Darurat Kekeringan dan Karhutla Nomor 188.45/253/07.4 tahun 2023. Kemudian dikutip dari kompas.com, Tim Satuan Tugas Penanganan Bencana BPBD akan terus memantau perkembangan jumlah desa yang terdampak kekeringan dan selanjutnya dilakukan dropping air bersih untuk memenuhi kebutuhan warga. Ia juga mengatakan pihaknya bersama kabupaten dan kota sudah mendistribusikan air bersih. Pendistribusian air oleh kabupaten dan kota ini sudah dilakukan sejak awal kekeringan dari bulan Juni, Juli, hingga Agustus. Artinya, sudah tiga bulan mereka mandiri mengirim air tangki.
Mengutip dari NTBPOS.com, Kepala BPBD Kota Bima, Gufran, S.Pd. M.Si mengatakan, pihaknya telah melayani kebutuhan air bersih pada 16 Kelurahan yang terdampak bencana kekeringan di Kota Bima. BPBD Kota Bima mencatat 21.803 jiwa di 16 Kelurahan dilanda krisis air bersih akibat musim kemarau panjang dan fenomena El Nino. Dia juga mengatakan belasan Kelurahan di wilayahnya yang dilanda kekeringan tersebar di 4 Kecamatan, yakni Kecamatan Rasana’e Barat, Asakota, Raba dan Rasana’e Timur. Itu yang baru memasukkan surat resmi. Pemkot Bima di bawah Kepemimpinan Pejabat (PJ) Walikota Bima, H. Muhammad Rum sudah menyiapkan terobosan mengingat air bersih menjadi program prioritas selain persoalan sampah.
Kekeringan Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme Sekuler
Bencana kekeringan ini di satu sisi merupakan qadha atau ketetapan dari Allah Swt. Namun, di sisi lain juga terdapat campur tangan manusia sehingga kejadian seperti ini kerap terjadi, misalnya karena alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian dan pengeboran air tanah untuk industri air minum yang dikuasai oleh swasta. Krisis air bersih nyatanya bukan kali ini saja terjadi di negeri ini. Namun meski ibarat tambahan musim bagi rakyatnya, pemerintah seolah tidak mampu memberikan solusi tuntas dan hanya memberikan solusi seadanya.
Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler yang menumpulkan peran penguasa sebagai pemelihara urusan umat. Sistem yang tidak mengindahkan syariat Allah ini tidak mampu mengeluarkan masyarakat dari keterpurukan. Pun jika ada kebijakan yang dikeluarkan, maka lihatlah bagaimana ia hanya menjadi tambal sulam masalah yang ada dan tidak mampu menghentikannya. Ambil contoh solusi berupa distribusi air bersih yang nyatanya meski sudah dilakukan berbulan-bulan tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat akan air secara adekuat. Jatah yang didapat hanya sekadar cukup untuk kebutuhan dua sampai tiga hari saja dan selebihnya mereka tetap harus membeli air galon untuk minum dan memasak. Dalam sistem sekuler hari ini masyarakat dibiarkan untuk mengurus dan menyelesaikan masalahnya sendiri, sedangkan negara lepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat, yang penting sudah terlihat ada action seadanya.
Mestinya, penguasa fokus dan serius menindaklanjuti maraknya pembalakan liar di hutan yang akan dialih fungsi menjadi lahan pertanian jagung. Karena ia lah salah satu faktor utama penyebab kekeringan. Gundulnya hutan akan menyebabkan kandungan air di dalam tanah menjadi minim, berkurang hingga akhirnya mengering. Debit yang di bawah standar normal, ditambah penyedotan besar-besaran di hilir untuk industri air minum akhirnya makin memperparah kondisi yang ada.
Akibat dari kekeringan panjang tidak hanya berdampak pada kurangnya debit air dalam kebutuhan rumah tangga saja, akan tetapi berdampak pula pada sektor pertanian. Apalagi negara Indonesia dikenal dengan negara agraris yang sebagian besar wilayahnya mengandalkan air hujan dan aliran air di sungai, maka jelas kondisi kekeringan ini akan mengganggu irigasi area persawahan dan berdampak juga pada pemasukan masyarakat yang nantinya akan meluas pada gagal panen. Bukan tidak mungkin akhirnya terjadi kekurangan suplai bahan makanan pokok, yang bisa berimbas panjang pada ketidakstabilan perekonomian.
Pemimpin kapitalistik saat ini lahir dari sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga tidak heran solusi dan bantuan hanya diberikan ala kadarnya saja. Negara berubah peran yang seharusnya menjadi junnah atau perisai dan raa’in (pelayan) rakyat berubah menjadi pelayan para oligarki dan pengikutnya. Efek dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat negara berlepas tangan dari urusan rakyatnya. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator, dengan paradigma mencari keuntungan. Inilah wajah buruk sistem sekularisme kapitalisme. Bukan kesejahteraan yang didapat, justru kehidupan yang sempit.
Allah Swt berfirman yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagai dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar),” (QS. Ar-Ruum : 41).
Islam Menyejahterakan Rakyat
Dari persoalan ini saja kita bisa melihat betapa sistem kapitalisme yang diwadahi demokrasi saat ini sangat menzalimi rakyat dan wajib kita tinggalkan. Saatnya kita beralih kepada sistem yang Allah ridai dan Allah berkahi yaitu sistem Islam. Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Islam tidak hanya membahas tentang hubungan kita kepada Pencipta saja, akan tetapi Islam adalah agama yang mampu menyejahterakan rakyat karena aturannya yang komprehensif dan sangat mendetail. Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah menjadikan pemimpin yang takut kepada Allah dan senantiasa menjalankan aturan sesuai dengan aturan Allah Swt.
Dengan penerapan Islam secara kaffah dalam kehidupan, Allah akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi. Allah Swt berfirman, “Jikalau penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan keberkahan dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS. Al-A’raf : 96)
Oleh karena itu, untuk mengatasi kekeringan dan kekurangan air bersih, maka negara Khilafah akan mengeluarkan peraturan yang pro pada kemaslahatan umat, seperti mengembalikan kepemilikan SDA kepada masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, api dan padang rumput.”
Hadis ini menjelaskan kepada kita bahwa isi alam yang menjadi kepemilikan umum haram untuk diprivatisasi apalagi sampai dijual ke pihak asing. Negara wajib mengelola sumber air yang menjadi milik umum untuk kepentingan dan kemaslahatan umat.
Selanjutnya terkait alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian, maka negara wajib mengedukasi masyarakat untuk menjaga lahan-lahan yang menjadi resapan air dengan melibatkan para pakar yang akan melakukan pemetaan terbaik. Negara akan mengontrol kecukupan air di setiap warganya, baik digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri, dan lain sebagainya. Negara Islam akan memastikan semua kebutuhan rakyat seperti sandang, pangan dan papan didapat oleh semua individu rakyat, bukan sekadar untuk menyenangkan hati rakyat namun sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Rabbul ‘alamin. Karena tidak ada ketetapan Allah yang akan mendatangkan keburukan maupun meinmbulkan mudharat bagi hamba-Nya. Pun datangnya musim kemarau yang ekstrim, pada akhirnya pasti akan menemui solusi hakiki jika diurus dengan aturan yang berasal dari-Nya. Maka pemimpin dan sistem kehidupan yang sempurna ini harus diperjuangkan demi keberkahan masa depan kita di dunia dan akhirat.
Wallahu a’lam.