Oleh. Citra Dewi Astuti, S.E.
(Aktivis Muslimah Brebes)
Muslimahtimes.com–Sejak tahun 2013 di Indonesia, setiap tahunnya pada tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional dalam rangka memperingati Hari Buruh Sedunia. Untuk Hari Buruh tahun ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengampanyekan tema “May Day 2024: Kerja Bersama Wujudkan Pekerja/Buruh yang Kompeten”.
Dalam momen kampanye hari buruh tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan “Masa depan bangsa Indonesia sangat ditentukan oleh seberapa kompeten dan seberapa kompetitif pekerja/buruh kita”.
Dalam kesempatan itu juga Kemenaker meluncurkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepnaker) Nomor 76 Tahun 2024 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila. “Saya ingin para pelaku hubungan industrial sepakat untuk menerapkan hubungan industrial Pancasila di perusahaan, agar nantinya tercipta kelangsungan berusaha dan keharmonisan hubungan kerja, sehingga tercapainya kesejahteraan bersama,” demikian pemaparan Menaker Ida Fauziyah. (Antaranews.com 1/5/2024).
Kebijakan Negara Kapitalis Menyejahterakan Buruh?
Kinerja industri manufaktur di Indonesia tumbuh dengan baik, walaupun sempat turun ketika wabah Covid-19 melanda dunia. Namun sejak tahun 2020 trend ini terus merangkak naik, bahkan pada tahun 2023 industri manufaktur tumbuh 5,20 persen. Serapan tenaga kerja mencapai 19,35 juta orang atau setara dengan 13,8 persen dari total jumlah penduduk bekerja di Indonesia. Sumbangannya pada produk domestik bruto (PDB) nasional adalah yang paling besar dibanding sektor lain, yaitu tembus 18,74 persen.
Sudah sepantasnya para buruh sebagai penggerak utama indutri manufaktur ini ikut mencicipi manisnya keberhasilan ini. Namun, faktanya setiap tahum demo kenaikan UMR masih terus terjadi di seluruh negeri. Kenaikan upah yang diterima pun tidak sebanding dengan sejumlah harga kebutuhan pokok yang terus meroket.
Hal ini diperparah dengan berlakunya regulasi yang diterbitkan pemerintah yang justru berpihak pada kaum kapital, seperti UU Cipta Kerja yang mempermudah izin usaha termasuk dalam izin pemutusan hubungan kerja walaupun tanpa hak dasar yang mencukupi, sehingga banyak terjadi PHK massal di mana-mana. Selain UU Cipta Kerja ada juga UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang memberikan karpet merah bagi pengusaha untuk fleksibilitas pasar tenaga kerja yang dikuatkan dengan PP Nomor 35 Tahun 2021. Selain itu juga, pemerintah mensahkan UU No. 6 Tahun 2020 tentang Pemagangan di Dalam Negeri dan merevisi PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha mIkro, Kecil dan Menengah.
Ironisnya, kebijakan-kebijakan negara yang diebutkan di atas tadi pada akhirnya hanya menguntungkan para kaum kapitalis, bukannya mensejahterakan rakyat tapi justru mendorong masyarakat Indonesia memunculkan rezim kerja. Dimana kaum buruh dituntut untuk terus bekerja dengan upah menukik ke bawah ditengah meroketnya hampir semua harga bahan pokok, ditengah tingginya biaya sekolah, tingginya biaya pengobatan, dan rapuhnya berbagai sistem jaminan sosial negara.
Islam Solusi Hakiki
Dari masalah yang dipaparkan di atas, inti dari permasalahan perburuhan tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori: Pertama, terkait dengan jaminan kesejahteraan dan kelayakan hidup seperti terpenuhinya kebutuhan pokok, akses kesehatan, pendidikan, jaminan masa tua dll. Yang kedua, trkait masalah terkait kontrak kerja dengan pihak pengusaha, seperti kasus PHK massal sengketa perburuhan dan lainnya.
Dalam Islam wajib hukumnya negara menjamin pemenuhan kebutuhan pokok pribadi setiap warganya masing-masing secara layak. Juga pemenuhan kebutuhan kelompok masyarakat seperti kebutuhan kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Ada dua mekanisme, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung yakni khalifah sebagai pemimpin negara menyiapkan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan tanpa perlu masyarakan mengekuarkan biaya. Mekanisme tak langsung yaitu khalifah membuka lapangan pekerja bagi rakyat laki-laki yang sudah cukup umur untuk bekerja dan mencari nafkah untuk kelurganya.
Selanjutnya terkait hubungan buruh dengan perusahaan, maka syariat Islam menyelesaikannya dengan hubungan buruh-majikan (pengusaha), maka yang dipakai adalah hukum ijaroh – al-ajr (kontrak kerja), yang harus dijelaskan dengan teliti terkait jenis pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas dan lainnya sampai kedua pihak saling rida.
Islam menetapkan akad ijaroh adalah akad yang lazim yang hanya bisa dibatalkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Sehingga dalam syariat Islam buruh akan mendapat dimuliakan kedudukan nya dan dipandang secara manusiawi bukan sekedar alat produksi semata. Dan semua itu hanyak bisa terwujud dengan penerapan Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bisshowab.