Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute)
Muslimahtimes.com–Seorang istri yang juga selebgram bernama Cut Intan Nabila (CIN), dianiaya suaminya Armor Toreador. Tak kuat lagi menanggung rasa sakit, akhirnya ia mengunggah rekaman video penganiayaan dirinya ke publik. Ternyata, selama lima tahun pernikahan, ia sering dipukuli.
Tersimpan, puluhan video, bukti kelakuan biadab sang suami. Terbaru, video yang lebih sadis pun diunggahnya. Sontak ia pun menuai simpati publik. Polisi bergerak cepat dan menangkap laki-laki biadab itu.
CIN hanyalah satu dari istri-istri yang menjadi korban penganiaan suami. Ini hanyalah fenomena gunung es. Banyak istri yang terancam keselamatan jiwa dan raganya di tangan suami yang tidak bertanggung jawab. Sungguh kontradiktif dengan hakikat pernikahan, di mana hubungan suami istri seharusnya merupakan hubungan persahabatan dan cinta romantis yang penuh kasih sayang, ketenangan dan kebahagiaan.
Bisakah hal ini diatasi? Sangat penting bagi para istri untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaannya, terhadap ancaman KDRT. Berikut yang harus dilakukan:
1. Kenali Watak Pasangan dan Bicarakan
Sudah sunatullah, ada individu yang diciptakan oleh Allah Swt dengan watak yang keras. Dalam ilmu psikologi, ada tipe orang yang kasar dan pemarah. Sumbu pendek. Mudah meledak. Istilah dalam Islam, gharizah baqo’ atau naluri mempertahankan dirinya besar. Ciri-cirinya antara lain: cenderung keras kepala alias merasa paling benar, dominan, manipulatif, suka berkonflik dan cenderung otoriter.
Bagi yang belum menikah, bisa ditanyakan langsung kepada calon pasangannya, apakah dia pemarah atau bukan. Lalu, jika marah, bagaimana cara mengekspresikan dan mengatasinya. Ini untuk antisipasi, jika berjodoh dengan pemarah, berarti harus siap risikonya.
Bagi yang sudah menikah dan ternyata pasangannya pemarah, berarti harus dibicarakan berdua dari hati ke hati. Sepakati tidak boleh ada kekerasan fisik. Bicarakan cara meredam amarah. Istri bisa membantu dengan mencegah hal-hal yang merangsang amarahnya. Suami juga bersedia untuk menundukkan amarahnya dengan syariat Islam.
2. Jangan Memaklumi Kekerasan
KDRT merupakan tindakan dosa. Siapa pun tidak layak menerima perlakuan kasar dan keras, apalagi pemukulan fisik. Oleh karena itu, jangan pernah ada permakluman. Jika pasangan sudah melakukan kekerasan fisik dan verbal sekali saja, itu menjadi alarm untuk diatasi.
Entah dengan cara apa, dia harus dinasihati. Diingatkan sampai bertobat dan sadar untuk tidak lagi mengulangi. Jangan dibiarkan dan didiamkan. Nanti pasti terulang lagi. Sebaiknya segera buat komitmen dan perjanjian, jika mengulangi lagi apa konsekuensinya.
3. Jangan Merendahkan dan Menyalahkan Diri Sendiri
Sebagian besar korban KDRT memiliki citra diri rendah dan merasa pantas diperlakukan kasar oleh pasangannya. Seperti, karena rasa minder dan daya tawar yang lemah. Misal, perempuan yang kurang cantik dan mendapat suami yang tampan, cenderung pasrah meski diperlakukan semena-mena. Ada perasaan semacam, “mungkin karena aku kurang cantik, jadi dia kecewa, biarlah yang penting dia tidak berpaling.” Atau karena suami banyak uang, membuatnya merasa pantas dikasari. “Aku kan cuma ibu rumah tangga, yang penting dicukupi suami.”
4. Dokumentasikan Setiap Kekerasan dan Luka yang Ditimbulkan
Apabila pasangan melakukan KDRT, sebaiknya didokumentasikan. Kalau tidak bisa pas kejadian, bisa juga merekam bekas-bekas yang ditimbulkan. Bisa berupa visum, video atau foto luka itu, disaksikan sahabat atau orang yang dipercaya. Kelak mungkin bermanfaat sebagai barang bukti untuk menghukum pelaku.
5. Berani Melepaskan Diri
‘
Namanya pasangan hidup, ia akan menjadi sahabat terdekat dan selamanya dalam ikatan pernikahan. Apabila sudah melakukan KDRT dan tidak dihentikan, tentu akan membahayakan fisik maupun mental korban berulang kali. Tidak mungkin terus menerus bisa menghindar atau bersembunyi sementara. Oleh karena itu, jika sudah sangat keterlaluan dan membahayakan, harus berani mengambil sikap tegas.Berani melepaskan untuk selamanya.
6. Siapkan Nomor Telepon Darurat
Siapkan nomor telepon teratas, orang yang paling bisa dimintai bantuan jika ada konflik dalam rumah tangga. Jika perlu, siapkan nomor atau handphone baru yang tidak bisa dilacak oleh pelaku. Siapkan barang penting yang dibutuhkan, termasuk barang bukti dari tindakan kekerasan yang telah dilakukan.
Demikianlah, hidup di era sekuler kapitalis yang tinggi tingkat stresnya ini, kita harus meningkatkan kesadaran diri akan ancaman terhadap kesehatan fisik dan mental kita. Jangan remehkan dan jangan sampai terlambat untuk mengantisipasinya. Semoga rumah tangga kita terhindari dari kekerasan yang melanggar syariat-Nya.(*)