Oleh. Hana Rahmawati
Muslimahtimes.com–Kurang lebih satu tahun sudah berlangsung genosida di Palestina yang di pertontonkan Israel terhitung sejak tanggal 7 oktober 2023 lalu. Hari itu, para pejuang Palestina melancarkan operasi Topan Al Aqsha untuk membebaskan Gaza dari kepungan menahun Israel. Mereka merangsek masuk ke wilayah Israel, menyerbu markas militer dengan tujuan menyandera anggota penjajahan Israel (IDF) untuk dijadikan alat tawar atas pembebasan ribuan warga Palestina yang ditahan Israel dan menegosiasikan pembebasan Palestina.
(Republika.id, 01-10-2024)
Kebiadaban Israel terhadap warga Gaza di Palestina telah menggambarkan kekejian luar biasa. Setahun berlalu dari penyerangan, jumlah korban jiwa yang berjatuhan dari warga sipil kurang lebih 42.700, dan sekitar 100.282 lainnya terluka. Data tersebut disampaikan oleh Kementrian kesehatan di Gaza. Jumlah yang sangat banyak untuk tragedi pelanggaran HAM.
Israel juga telah mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata sesegera mungkin mengingat jumlah korban dari warga sipil yang terus berjatuhan. Serangan Israel telah menyebabkan hampir seluruh penduduk wilayah Gaza mengungsi di tengah blokade yang terus berlanjut dan mengakibatkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Upaya mediasi yang dipimpin oleh AS, Mesir, dan Qatar untuk mencapai gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas pun telah gagal, karena Perdana Menteri Israel Netanyahu menolak untuk menghentikan peperangan.
Peperangan yang berlangsung tidak hanya menyasar wilayah pemukiman warga, fasilitas umum seperti rumah sakit juga turut menjadi sasaran. Juru Bicara Kementrian Kesehatan di Gaza, Ashraf Al Qudra, menyebutkan bahwa dari 39 rumah sakit di Gaza hanya tersisa 9 rumah sakit yang masih beroperasi di tengah peperangan yang berlangsung. (Kompas.com, 05/12/2023)
Jangan Hapus Sejarah Dalam Ingatan
Serangan Israel ke Palestina berlangsung bukan hanya terhitung sejak tanggal 7 oktober 2023 lalu. Jika kita membaca sejarah, maka akan di dapati bahwa awal mula konflik ini terjadi kurang lebih 100 tahun yang lalu. 2 November 1917, bertepatan dengan Deklarasi Balfour. Saat itu, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, menulis surat yang ia tujukan kepada Lionel Walter Rothschild, seorang tokoh komunitas Yahudi Inggris. Isi surat tersebut meminta pemerintah Inggris untuk “mendirikan rumah nasional bagi orang-orang yahudi di Palestina” dan memfasilitasi mereka guna mencapai kepentingan ini.
Maka setelah perjanjian Balfour, Inggris kemudian memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi. Hingga akhirnya gelombang kedatangan mereka cukup besar pasca gerakan Nazi di Eropa (rentang waktu 1922-1947). Jelas hal ini mendapat pertentangan dari warga Palestina. Mereka khawatir dengan perubahan demografi negara mereka serta tanah wilayah yang sebelumnya telah di rampas oleh Inggris dan di serahkan kepada Yahudi.
Peristiwa perampasan wilayah Palestina yang di lakukan Inggris demi Yahudi, akhirnya melahirkan pemberontakan dari warga Palestina sendiri. Pemberontakan tersebut terjadi kurang lebih tiga tahun lamanya. Pemberontakan ini berlangsung dari 1936-1939. Inggris telah mengerahkan 30.000 tentara nya, diberlakukan jam malam, rumah-rumah dihancurkan, penahanan administratif dan pembunuhan massal tersebar luas. Dalam tiga tahun pemberontakan ini, 5.000 warga Palestina terbunuh, 15.000 hingga 20.000 orang terluka dan 5.600 orang dipenjarakan.
Lalu dimana peran PBB menyikapi hal ini ?
Populasi Yahudi di Palestina pada akhirnya membengkak menjadi 33% dan menguasai 6% lahan negri para Nabi tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Resolusi 181 untuk menengahi pertikaian ini. PBB menyerukan pembagian Palestina menjadi negara Arab dan Yahudi. Tentu, Palestina menolak hal tersebut, sebab dengan pembagian wilayah justru akan merelakan 56% wilayah Palestina di kuasai bangsa Yahudi. Hingga pada akhirnya di bulan April 1948, meletuslah peristiwa Nakba atau dalam Bahasa arab di artikan bencana. Lebih dari 100 pria, anak-anak dan wanita Palestina dibunuh di wilayah Deir Yasin di pinggiran Yerussalem. Akibat insiden ini juga, Gerakan Zionis menguasai 78% wilayah bersejarah Palestina, sisanya 22% lagi menjadi wilayah Tepi Barat yang kini diduduki dan jalur Gaza yang dikepung.
Pada 15 Mei 1948, Israel mengumumkan pendirian negaranya. Kemudian keesokan harinya perang Arab-Israel pertama dimulai dan berakhir pada Januari 1949. Pada bulan Desember 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi 194, Resolusi ini menyerukan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina. Namun, berbagai Resolusi yang di terbitkan PBB nyatanya tidak ada yang menghasilkan solusi hakiki bagi permasalahan konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel hingga hari ini.
Solusi Hakiki Bagi Negri Yang di Berkahi
Didalam Al Qur’an surat Al-Araf ayat 137, Allah menyebut kan bahwa negri Syam adalah tanah yang di berkahi. Saat itu, Palestina termasuk ke dalam wilayah Syam. Menurut para ulama, wilayah Masjid Al-Aqsa dan daerah sekitarnya menjadi wilayah yang diberkahi Allah karena di sana banyak para rasul utusan Allah untuk berdakwah dan menetap di sebagian tempat tersebut. Di antaranya, Nabi Ibrahim, Ishak, Luth, Ya’kub, Musa, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, hingga Isa AS.
Allah berfirman,
“Kami wariskan kepada kaum yang tertindas itu, bumi bagian timur dan bagian baratnya yang telah Kami berkahi. (Dengan demikian) telah sempurnalah firman Tuhanmu yang baik itu (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Kami hancurkan apapun yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apapun yang telah mereka bangun.” (QS.Al-Araf 137)
Penjajahan Israel atas Palestina membuktikan bahwa setingkat majelis besar PBB pun tidak mampu memberikan solusi tepat atas apa yang terjadi terhadap negri para Nabi ini. Berkali-kali dilakukan negosiasi, gencatan senjata dan perundingan damai dengan Israel faktanya tidak mampu menghentikan kebiadaban Israel. Kekejaman Israel terhadap Palestina bukanlah semata karena keberanian ataupun kekuatannya. Amerika serikat beserta negara antek-antek kafir lainnya tentu memberikan sokongan berupa senjata maupun pengiriman pasukan.
Sudah semestinya hal ini juga yang harus dilakukan oleh umat Islam terhadap saudaranya di Palestina. Saatnya umat Islam melihat fakta bahwa upaya apapun yang di tawarkan tidaklah cukup menjadi solusi bagi rakyat Palestina. Sebab, sampai kapan pun Israel adalah kumpulan bangsa-bangsa yang selalu mengingkari janji mereka. Persatuan umat dalam satu kepemimpinan Islam menjadi urgensi yang sangat dibutuhkan saat ini dalam solusi penyelesaian penjajahan Israel terhadap rakyat Palestina. Sebab, setelah runtuhnya kekhilafahan Islam pada 1924, umat Islam di seluruh dunia telah kehilangan perisai yang melindungi mereka.
Ulama besar Mesir, Syekh Muhammad Al-Ghazali, pernah berkata, “Sesungguhnya Palestina tidak akan bisa dibebaskan kecuali oleh tentara muslim. Persatuan bangsa Arab tanpa agama (Islam) tidak akan mampu membebaskan satu lubang semut pun. Kesetiaan kita kepada Islam haruslah serius, mengutamakannya di atas semua kesetiaan lainnya, baik kepada tanah air maupun darah.”
Begitu pun saat beliau ditanya apakah kelak Yahudi Israel akan kembali menetap di Palestina? Seperti yang mereka klaim bahwa tanah Palestina adalah tanah yang diberkahi untuk mereka? Beliau menjawab, “Pasti, Yahudi Israel akan kembali ke Palestina. Tapi bukan untuk hidup, melainkan untuk segera lenyap. Untuk penghabisan risalah mereka di dunia ini, bukan untuk semakin eksis.” (Syeikh Muhammad Ghazali, Al-Yahud Al-Mu’tadun wa Daulatuhum Israel, Damaskus: Dar al-Qalam, 2019, 108).
Maka, hanya persatuan umat Islam lah yang ditakuti oleh Zionis Israel dan antek-anteknya. Sudah saatnya Umat Islam bersegera Bersatu dalam satu kepemimpinan, dan bersegera menyambut bisyarah Rasulullah saw. Tentang kemenangan Palestina. Abdullah bin ‘Umar r.a. berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Kelak orang-orang Yahudi akan memerangi kalian, dan kalian pun dapat mengalahkan mereka, sampai-sampai bebatuan akan berkata: “Wahai orang muslim, ini ada orang Yahudi di belakangku, bunuhlah dia.” (H.R. Bukhari).
Tanpa perjuangan, Bisyarah Rasulullah tidak akan datang begitu saja. Para syuhada telah membuktikan kepada kita bahwa semangat mereka berjuang justru membangkitkan semangat para generasi penerus mereka. Maka, syahidnya mereka akan melahirkan para pejuang yang jauh lebih Tangguh. Para pejuang Islam yang bersatu di seluruh dunia. Karena hanya dengan persatuan itulah umat Islam akan terlihat kuat dan menakutkan bagi para penjajah.
Wallahu A’lam. []