
Oleh. Siti Hajar
(Aktivis Dakwah Bima)
Muslimahtimes.com–Setiap tanggal 20 November dunia memperingati Hari Anak Internasional atau World Children’s Day. UNICEF (United Nations Children’s Emergency Fund) menjadi organisasi yang menginisiasi peringatan Hari Anak Sedunia. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang kesejahteraan anak serta mendorong tindakan global untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak. Tanggal 20 November ditetapkan sebagai hari anak sedunia karena bertepatan dengan diadopsinya deklarasi hak-hak anak oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1958. Pada tanggal yang sama tahun 1989 Majelis Umum PBB mengadopsi konvensi hak-hak anak CRC (Convention on the Rights of the Child). Sejak saat itu tanggal 20 November dipilih untuk memperingati hari anak sedunia. Konvensi ini merupakan kesepakatan internasional pertama yang secara komprehensif melindungi hak anak-anak di dunia. (detik.com, 13/11/2024)
Sayangnya, peringatan hari anak sedunia justru menggambarkan standar ganda Barat soal hak anak. Sebab di banyak tempat saat ini hak anak disalahpahami, diabaikan bahkan diingkari. Perayaan hari anak dunia yang diinisiasi oleh lembaga internasional PBB ini hanya kedok semata untuk menutupi ketidakpedulian mereka terhadap nasib dan masa depan 2 miliar anak usia 0 hingga 15 tahun di seluruh dunia.
Bak jauh panggang dari api, narasi PBB mengenai hari anak di atas ternyata tidak berlaku bagi anak-anak di Palestina. Faktanya, sampai hari ini hak anak-anak Palestina telah dirampas secara terang-terangan oleh penjajah Zionis Israel dan tidak ada tindakan tegas untuk menghentikannya. Maka tampaklah narasi mengenai hari anak sedunia ini adalah omong kosong belaka.
Pengkhianatan demi pengkhianatan dilakukan dan dunia diam terhadap nasib anak-anak Palestina. Hari ini jangankan hak atas makanan, pendidikan, kesehatan sanitasi dan perlindungan atas kekerasan, hak hidup saja mereka tidak mendapatkan jaminan. Betapa banyak anak-anak Palestina yang menjadi korban penjajahan Zionis Yahudi bahkan banyak yang menjadi korban ketika masih dalam kandungan.
Satu tahun sudah Gaza membara berlumuran darah, porak-poranda. Lebih dari 43.500 saudara kita syahid sejak serangan 7 Oktober 2023. Tercatat korban dari kalangan anak-anak mewakili 44% korban genosida tersebut. Tampak begitu nyata bahwa keselamatan anak-anak Palestina kalah dengan kepentingan agenda dan tujuan negara yang hari ini tegak di atas konsep nasionalisme.
Nasionalisme telah menjadikan negeri-negeri muslim terpisah dan tersekat antara satu sama lain. Pengusung Hak Asasi Manusia (HAM) tampak bergeming. Apa yang terjadi di Palestina adalah buah dari pengkhianatan penguasa di negeri-negeri muslim. Sebab sebagian besar para pemimpin negeri-negeri muslim dan dunia menutup mata dan telinga terkait realita yang kini tengah terjadi. Mereka hanya mengutuk sambil mengirimkan bantuan kemanusian, tetapi tidak ada aksi nyata untuk menghentikan penjajahan. Alhasil persoalan Palestina hanya dipandang sebagai persoalan kemanusiaan, karena dianggap bukan bagian dari persoalan warga negara mereka. Padahal mereka diikat oleh persaudaraan iman yang seharusnya menjadi alasan terkuat untuk memberikan pertolongan semaksimal mungkin yang dituntun syariat Islam.
Sistem kapitalisme telah mendikte dunia termasuk negeri-negeri muslim untuk lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi negara dan jabatan daripada nasib anak-anak di Palestina dan berbagai wilayah konflik lainnya. Sungguh hak hidup yang merupakan hak paling mendasar anak Palestina telah diabaikan oleh penguasa negeri-negeri muslim saat ini yang mencukupkan pembelaan terhadap nasib rakyat Palestina hanya dengan kecaman belaka tanpa tindakan dan arti. Pengkhianatan ini merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang terus menerus menggerogoti negeri-negeri kaum muslim.
Buruknya penerapan sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di dunia hari ini telah nyata menciptakan kemiskinan sistemik. Kemiskinan inilah yang menyebabkan kesejahteraan anak tidak terwujud. Kapitalisme hanya menciptakan kesenjangan yang lebar antara si kaya dan si miskin, sebab sistem ekonomi kapitalisme mengakui kebebasan kepemilikan. Alhasil, liberalisasi sumber daya alam menjadi legal termasuk yang berkaitan dengan hajat hidup manusia seperti hutan, batu bara, tambang mineral lainnya diserahkan pengelolaannya kepada segelintir orang yakni pihak swasta yang memiliki modal. Rakyat pun harus mengakses kebutuhannya dengan biaya tinggi sebab liberalisasi ini menjadikan bahan pangan mahal, tarif dasar listrik naik, BBM naik, kesehatan dan pendidikan juga ikut mahal.
Pemenuhan hak-hak anak hanya akan terwujud nyata di bawah penerapan aturan islam kaffah. Sebab islam memandang anak adalah calon generasi masa depan yang harus dijaga keselamatannya dan kesejahteraannya juga hak-hak lainnya. Islam telah menuntun pemenuhan hak-hak anak tersebut dan mewajibkan hadirnya negara sebagai raa’in atau pengurus rakyat dan junnah atau pelindung umat.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Imam atau khalifah adalah Raa’in atau pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhori)
“Sesungguhnya imam atau khalifah adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadis tersebut, negara wajib menjaga jiwa atau hak hidup setiap insan termasuk anak-anak. Islam mewajibkan negara menjamin pemenuhan hak anak yang hakiki. Mulai dari hak hidup dan berkembang, hak nafkah, keamanan, pendidikan, penjagaan nasab dan lain-lain kepada seluruh anak tanpa terkecuali.
Negara mewujudkan hak-hak tersebut dengan mengembalikan fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara kepada syariat Islam. Sebab penerapan syariat Islam akan memperkuat fungsi ketiganya khususnya dalam memenuhi hak-hak anak. Hanya saja negara merupakan basis perlindungan anak yang hakiki sebab, negara merupakan wakil umat dalam menjalankan syariat Islam secara menyeluruh.
Khilafah memiliki sumber daya yang besar yang mampu menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Khilafah wajib mengelola kekayaan alam yang berlimpah yang ditetapkan Allah seperti barang tambang, hutan, laut, danau, sungai dan lain-lain yang hasil pengelolaannya dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat untuk kesejahteraan mereka, diantaranya untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis. Negara tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Sungguh tegaknya negara Islam atau khilafah dengan satu komando dari khalifah akan menghilangkan sekat-sekat nasionalisme di antara negeri-negeri muslim hari ini.
Alhasil, khilafah menjadi negara super power yang akan mengerahkan kekuatan militernya untuk menyelamatkan Palestina dari genosida Zionis laknatullah. Sebab jihad merupakan bagian dari politik luar negeri khilafah untuk menyebarluaskan Islam. Saat itulah kaum muslimin akan terselamatkan dari berbagai pihak yang ingin menghancurkannya. Dengan demikian hadirnya khilafah yang dibutuhkan oleh umat hari ini begitu sangat penting untuk mengatasi semua problematika kehidupan umat manusia khususnya masalah Palestina.
Wallahu’alam bishowwab