
Oleh. VieDihardjo
Muslimahtimes.com–“ Bekasi pasti kerja expo 2025” ricuh. Kericuhan terjadi karena berebut scanner QR Code yang berisi daftar perusahaan pembuka lowongan kerja. Kericuhan ini direspon oleh anggota DPR Komisi IX dari Partai Nasdem, Nurhadi yang menyatakan bahwa kericuhan tersebut menandakan sulitnya mencari kerja di Indonesia. Pengakuan beberapa pencari kerja di Job Fair menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan follow up setelah menscan barcode dari perusahaan yang ada di lokasi Job Fair, bahkan sudah ditutup sejak pukul 4 sore dihari yang sama.
Bukan hanya carut-marut pelaksanaan job Fair, kesaksian beberapa pencari kerja di salah satu kanal youtube Indonesia Lawyer Club menyatakan harus membayar diawal sebelum melamar kerja kepada oknum-oknum tertentu, berkisar 5-40 juta dan hal ini dikonfirmasi oleh Presiden Partai Buruh yang sebelumnya adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indosesia (KSPI), Said Iqbal yang menemukan fakta kurang
Mengapa di negeri kaya sumberdaya s usah mencari kerja?
Negara Sebagai Regulator Semata
Sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) menyatakan bahwa negara menguasai sumberdaya alam dan mempergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ketika sistem yang digunakan mengelola negara adalah sistem yang mengutamakan keuntungan dan manfaat saja maka muncul potensi penyalahgunaan penguasaan sumberdaya alam oleh negara. Pengelolaan sumberdaya alam diserahkan pada individu dan korporasi, sementara negara membuat kebijakan (regulasi) untuk memastikan aktivitas korporasi berjalan dengan lancar tanpa gangguan. Pengeloaan individu dan korporasi membuat negara tidak mendapatkan keuntungan maksimal dari sumberdaya alam, kecuali dari pajak yang disetorkan oleh korporasi tersebut. Akibatnya negara tidak memiliki pemasukan untuk menyediakan berbagai layanan publik yang berkualitas, mudah dan murah bagi rakyat, misalnya pendidikan, kesehatan, keamanan dan penyediaan lowongan kerja bagi para pencari nafkah.
Bahkan pegelolaan tambang-tambang, sumber air, laut hingga hutan oleh individua atau korporasi membuka peluang suap dan korupsi antara pemilik modal dengan penguasa atau pejabat yang berhubungan dengan pengurusan izin pengelolaan.
Bukan hanya memberi izin pengelolaan berbagai tambang dan perkebunan, terjadi juga potensi suap yang juga besar, karena adanya para makelar yang berusaha menghubungkan para pemilik modal dengan para pejabat yang mengurus perizinan pengelolaan sumberdaya alam.
Sumberdaya alam Dikuasai Asing, Negara Miskin tersebut.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengkonfirmasi investor asing menguasai sektor pertambangan di Indonesia, namun menurutnya hal tersebut tidak bisa sepenuhnya menyalahkan investor asing karena Undang-Undang masih memperbolehkan hal tersebut (www.detikfinance 27/5/2023).
Secara logika jika pengelolaan sumberdaya alam dilakukan oleh investor asing tentu saja hasilnya tidak akan masuk ke negara tetapi kepada perusahaan asing tersebut. Ditambah dengan kebijakan Pemerintah, seperti hilirisasi yang justru mengundang investasi yang sifatnya padat modal dan hanya menyerap tenaga kerja terampil “skilled labour” sehingga terjadi penurunan tajam pada serapan pasar tenaga kerja. Pada 2013, dari 1 trilliun investasi bisa menyerap 4.591 tenaga kerja. Realisasi investasi tahun 2014 sebesar 463,1 trilliun menyerap 1.426.557 tenaga kerja. Sementara di 2021 realisasi investasi sebanyak 901 trilliun, menyerap 1.207.893 tenaga kerja, dan di tahun 2023, 1 trilliun investasi hanya menyerap 1.285 tenaga kerja. data ini didapatkan dari Kementerian Investasi/BKPM
Membasmi Mafia Setengah Hati
Sulitnya mencari kerja bukan hanya faktor sumberdaya alam dikelola investor swasta/ asing dan minimnya peran negara. Tumbuh suburnya mafia lowongan kerja dikonfirmasi oleh Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Sebelum para pencari kerja mendapatkan pekerjaan, justru mereka ‘dipalak’ lebih dahulu oleh para mafia ini dengan range antara 5 -40 juta agar mendapatkan pekerjaan. Selain memalak para pencari kerja, para mafia ini juga menekan para pemilik industri agar tidak langsung menerima karyawan kecuali melalui mereka, para mafia ini,
Bagaimana negara bersikap mengatasi hal ini? Karena praktiknya masih terus berlangsung hingga hari ini.
Dalam Islam, Negara Wajib Menyediakan Lapangan Kerja Bagi Para Pencari Nafkah
Tugas negara adalah mengurus urusan rakyat. Diantaranya adalah menyediakan lapangan kerja. Negara juga berkewajiban memelihara orang-orang yang lemah Al ‘Aajiz (orang-orang yang lemah). Terdapat Al ‘Aajiz Haqiiqah, yaitu orang-orang yang tidak mampu bekerja secara fisik dan Al ‘Aajiz Hukm(an), orang yang tidak mendapat pekerjaan, yang dari pekerjaan itu mereka bisa mendapatkan nafkah. Maka pada dua kelompok yang lemah ini, negara wajib mencari nasab untuk membiayai perempuan dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Jika tidak ada, maka akan menjadi kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan pokok orang-orang lemah ini.
Negara melakukan kewajiban untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi rakyat. Pos-pos pengeluaran negara diatur melalui hukum syara. Pengurusan negara terhadap orang-orang yang lemah melalui sistem zakat, sebagaimana Allah berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin… (Qs.At Taubah ayat 60)
Berbasis Akidah Islam, Sumberdaya Alam Tidak Boleh Dikendalikan Pemodal
Islam mengatur kegiatan ekonomi agar selaras dengan perintah dan larangan Allah. Hukum-hukum syara yeng mengatur ekonomi dibagi dalam 3 bagian, yaitu, kepemilikan dan distribusi kekayaan diantara masyarakat.
Sumberdaya alam termasujk dalam kepemilikan umum yang tidak boleh dikelola oleh individu atau kelompok (pemodal), sebagaimana sabda Rasulullullah SAW,
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Berserikatnya manusia pada tiga komoditas ini bukan karena zatnya tetapi sifatnya yang dibutuhkan oleh banyak orang sehingga harus dikelola oleh negara dan hasilnya dimanfaatkan untuk menyediakan dan memenuhi layanan publik yang dibutuhkan oleh rakyat.
Indonesia dianugerahi sumberdaya alam yang begitu besar, misalnya, nikel (penghasil nomor satu dunia), emas, batubara, gas alam, lautan yang sangat luas (negara maritim ) maka sumberdaya alam ini tidak boleh dikelola secara kapitalistik atau diswastanisasi, agar hasilnya dapat digunakan untuk membuka industri-industri yang dibutuhkan oleh negara dan dapat menyerap banyak tenaga kerja bagi para pencari nafkah.
Agar dapat diwujudkan, maka sistem pengelolaan sumberdaya alam secara kapitalistik harus diganti dengan sistem islam, agar sumberdaya alam sebagai kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dapat digunakan untuk kemakmuran rakyat. Penerapan sistem ekonomi islam akan dilakukan dalam sistem pemerintahan Khilafah’ala min hajin nubuwwah dimana Khalifah akan dimintakan pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah,
Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Wallahu’alam bisshowab