
Oleh. Nuril Ma’rifatur Rohmah
Muslimahtimes.com–Anak merupakan amanah dan generasi penerus bangsa yang seharusnya dilindungi dan dipenuhi hak-haknya. Namun pada kenyataannya, di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, anak-anak sering menjadi korban eksploitasi, salah satunya melalui praktik jual beli anak. Ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Tidak hanya itu, masa depan anak akan terancam secara fisik, psikologis, maupun sosial.
Seperti fakta yang belum lama terjadi, Polda Jawa Barat berhasil mengungkap praktik menjual bayi. Hal ini diperjelas dengan adanya laporan orangtua yang kehilangan bayinya. Setelah dilakukan penyelidikan, kemudian mengarah pada dugaan tindak pidana perdagangan orang dan sindikat perdagangan bayi lintas negara. Diketahui sindikat berencana akan menjual 24 bayi ke luar negeri dengan harga kisaran 11 juta hingga 16 juta. Kota Bandung merupakan tempat yang menjadi pusat penampungan bayi. Kemudian lanjut dibawa ke Jakarta menuju Pontianak sebagai tempat transit sebelum di berangkatkan ke Singapura. Menurut laporan, terdapat 12 tersangka yang terlibat, diantaranya beberapa orang yang dikhususkan untuk merawat bayi baru lahir hingga tiga bulan. (kompas.com, 18/7/25)
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Maryati Solihah, menuturkan bahwa masalah penjualan bayi ini harus ditinjau dari hulu ke hilir. Butuh peran pihak lain untuk meminimalkannya agar tidak berulang. Jika dilihat berdasarkan data KPAI periode 2021-2024, menunjukkan 155 kasus pengaduan terkait dengan penculikan, perdagangan, dan penjualan bayi. Latar belakangnya pun beraneka ragam, mulai dari kesengajaan orangtua hingga korban kekerasan seksual. Selain itu, karena minimnya pengetahuan tentang pendidikan seksual. Ada pula orang tua menjual anaknya akibat terjerat judi online hingga masalah ekonomi lainnya.
Fenomena ini merupakan salah satu bukti yang menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem perlindungan anak, serta minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melindungi hak-hak anak. Oleh karena itu, kajian mengenai kasus jual beli anak sangat penting untuk dilakukan, guna memahami akar permasalahan, dampaknya, serta mencari solusi yang tepat dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut.
Beginilah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang sudah lama bercokol di negeri ini, agama telah dipisahkan dari kehidupan sehingga semua tindak kejahatan marak seolah tanpa kendali. Termasuk kasus perdagangan anak, bahkan orang tuanya sendiri yang menjualnya. Parahnya lagi, pegawai pemerintahan dinilai sebagai peran utama tindak kejahatan, yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung masyarakat. Demikianlah saat aturan Allah terus diabaikan, yang terjadi adalah fitrah manusia hilang dan akal manusia lenyap, anak-anak tidak berdosa dengan teganya mereka perlakukan seperti barang yang mudah diperjualbelikan. Tujuannya jelas untuk mendapatkan cuan dengan waktu singkat.
Tentunya akan berbeda dengan Islam, jual beli anak adalah perbuatan yang sangat dilarang dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. karena hal tersebut jelas merupakan bentuk kezaliman, pelanggaran hak asasi manusia, dan eksploitasi yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaimana Allah telah melarang kita menyakiti atau membunuh anak karena alasan ekonomi misalnya.
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. (Tuhanmu berfirman) Kamilah yang memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka.” (TQS. Al-An’am: 151)
Adapun negara akan menerapkan sanksi tegas kepada pelaku kejahatan, seperti sindikat atau pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan perdagangan orang. Sanksi dijatuhkan sesuai dengan keterlibatan dan kejahatan yang mereka lakukan, tanpa pandang bulu maupun negoisasi. Begitu pun korban akan diberikan ta’dib (pendidikan).
Berdasarkan penjelasan Abdurrahman al-Maliky (kitab Nizhamul ‘Uqubat) mengenai sanksi bagi orang yang membawa atau melarikan orang lain dengan tipuan, atau dengan paksaan dan tidak mengembalikannya selama 3 (tiga) hari, akan diberi sanksi penjara 5 (lima) tahun. Namun, bila disertai dengan penyiksaan, akan dikenakan 15 tahun penjara ditambah hukuman jilid dan pengasingan. Siapa pun yang memperdaya perempuan atau laki-laki dengan pekerjaan tidak jelas (fiktif) atau dengan kekerasan, ancaman, atau pemberian uang, maka pelakunya akan diberi sanksi 3 (tiga) tahun penjara dan dijilid.
Demikianlah Islam dikenal sebagai agama rahmatan lil ‘alamin tidak hanya mengatur aspek ibadah, tetapi juga mencakup sistem kehidupan secara menyeluruh, yaitu akidah, ibadah, muamalah, pendidikan, sosial, ekonomi, hingga politik dan hukum pidana. Kasus jual beli anak adalah bentuk kejahatan kemanusiaan dan eksploitasi yang sangat dikecam dalam Islam. Maka untuk mengatasi persoalan ini secara tuntas, dibutuhkan penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh).
Pada dasarnya kejahatan seperti ini akan terus terjadi karena akar masalahnya tidak diselesaikan. Oleh karena itu, solusi hakiki dari Islam atas kejahatan perdagangan anak adalah kembali kepada penerapan Islam secara total (kaffah) dalam seluruh aspek kehidupan. Hanya Khilafah Islamiyyah yang mampu menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya dengan baik sesuai syariat.
Wallahu a’lam bisshowab