
Oleh. Kholda Najiyah
Muslimahtimes.com–Lagi-lagi nyawa perempuan melayang, bahkan dimutilasi, di tangan laki-laki yang dia sayang.Jika ada predikat jenazah yang paling tersakiti di dunia ini, dialah jasad almarhumah Tiara Angelina Saraswati (25). Bayangkan, setelah nyawanya dihabisi, tubuhnya dicacah hingga 554 potong. Sang pelaku, Alvi Maulana (24), layak mendapat predikat pembunuh tersadis.
Tiara hanyalah satu dari ratusan perempuan yang dibunuh laki-laki yang dia sayang. Femisida atau perempuan dibunuh laki-laki ini, angkanya terus meningkat tiap tahun. Syifana Ayu, peneliti data femisida menyatakan, sepanjang 2024 ada 209 perempuan dibunuh. Artinya, ada satu perempuan tewas setiap dua hari.
Darurat Ruang Aman
Fenonema itu menunjukkan darurat ruang aman bagi perempuan. Komisioner Komnas Perempuan periode 2020-2024, Siti Aminah Tardi mengatakan, sebagian besar korban berusia 18-35 tahun. Mereka dihabisi dengan cara-cara brutal. Dipukul benda tumpul, ditusuk, dibakar, dan dimutilasi (CNBC).
Kebanyakan terjadi di rumah, didahului oleh kekerasan rumah tangga yang terus menerus terjadi, tapi diabaikan. Mulai dari kekerasan pasangan intim, hingga kekerasan seksual sebelum dan sesudah korban meninggal. “Pornografi, konsumsi alkohol, dan relasi kuasa memperparah risiko kekerasan ekstrem terhadap perempuan,” ujar Siti dalam diskusi publik dari Jakarta pada Senin (30/6/25), seperti dilansir CNBC Indonesia.
Fenomena Global
Kasus femisida bukan hanya di Indonesia, tapi fenomena global. UN Women yang melakukan kampanye UNITE untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan, menyebutkan, pada 2024, setiap 10 menit, seorang perempuan dibunuh. Setahun itu, ada 51.000 korban femisida di seluruh dunia dan terbanyak di Afrika.
Chandy Eng dari organisasi Gender and Development for Cambodia mengatakan, di negaranya, pembunuhan terhadap perempuan terus terjadi, berulang, dan nyaris selalu diawali dengan pola kekerasan yang sebelumnya telah diabaikan (CNBC).
Motif Cinta vs Benci
Pelaku pembunuhan terhadap perempuan, seringkali adalah orang terdekat, bahkan pasangan intim. Menurut pakar kriminologi, Reza Indragiri Amriel, motif pembunuhan itu pada dasarnya hanya dua. Pertama, ingin mendapatkan manfaat dari korban, seperti menguasai harta, memperkosa atau merampok. Motif pertama ini, bisa dilakukan oleh siapa saja, baik mengenal korban atau tidak. Baik di rumah maupun di jalanan.
Adapun motif kedua, didorong oleh emosional seperti sakit hati, dendam dan ledakan kemarahan. Nah, ini kebanyakan dilakukan oleh orang yang dikenal dekat oleh korban di rumah. Sepasang kekasih atau bahkan pasangan hidup atau suami istri.
Ironis memang. Pasangan romantis yang saling menyayang, ternyata juga saling membenci. Benarlah ungkapan bahwa batasan antara cinta dan benci itu sangat tipis. Inilah yang perlu menjadi perhatian.
Jangan pernah abaikan bibit-bibit kebencian dan kekerasan yang mulai muncul dalam relasi antara laki-laki dan perempuan yang sebenarnya saling menyayangi. Bahaya jika terus menerus diabaikan dan tidak diantisipasi. Bisa memuncak menjadi pembunuhan keji. Na’udzubullah mindzalik.
Tinggalkan Laki-laki Maksiat
Setiap perempuan harus waspada pada bibit-bibit kekerasan yang berpotensi membahayakan nyawa. Catat frekuensi laki-laki terdekat yang melakukan kekerasan baik verbal, fisik maupun psikis yang pernah dilakukan. Miliki standar tertentu sebagai batas rasa aman, agar bisa mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan. Misal, jika suami sudah tiga kali main tangan, apakah masih layak dimaafkan? Atau, bila sekali saja main fisik, tapi sampai melukai, bukankah sudah layak dilaporkan?
Para perempuan juga harus aware dengan tabiat laki-laki di sekitarnya. Mereka yang temperamental, otoriter, kasar dan bermaksiat, sudah selayaknya tidak dijadikan sebagai pasangan. Mereka yang jauh dari nilai-nilai agama, tidak pernah salat, terlibat pinjol atau judol, mengajak pacaran atau malah kumpul kebo, bukanlah laki-laki yang layang disayang. Tinggalkan demi mengantisipasi hubungan yang membahayakan.
Menjadi seorang perempuan, jangan cinta buta, hingga tunduk dan patuh pada laki-laki. Jangan menjadi hilang akal, bodoh dan tidak realistis pada kenyataan. Laki-laki sejati yang benar-benar menyayangi perempuan, akan menjaga dan tidak tega menyakiti. Akan mencukupi kebutuhan lahir dan batin semampunya, penuh tanggung jawab dan peri kemanusiaan. Akan menolak jika diajak maksiat.
Sayangnya, hari ini banyak laki-laki dan perempuan yang sama-sama tidak mau tunduk dan patuh pada aturan agama. Relasi yang dibangun hanya bersifat transaksional, yang penting saling menguntungkan secara materi. Banyak yang memilih hidup berpasangan, tidak dilandasi iman dan takwa. Misalnya para pelaku pacaran dan kumpul kebo. Demikian pula suami dan istri yang menikah tanpa landasan iman dan takwa. Hanya karena rasa suka atau sekadar memenuhi ekspektasi sosial. Jika terjadi konflik, bukan syariat yang dijadikan solusi, tapi emosi.
Buruknya Peradaban Sekuler
Maraknya femisida —setelah puluhan tahun kampanye untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan— menunjukkan bahwa dunia telah gagal menyelamatkan nyawa perempuan. Peradaban sekuler liberal yang saat ini eksis di dunia, justru menjadi ruang yang menyuburkan femisida.
Kasus ini bukan berdiri sendiri sebagai ekses dari relasi yang melibatkan perasaan antara laki-laki dan perempuan semata, tetapi akibat dari kegagalan membangun manusia yang beradab dan berperi kemanusiaan. Penerapan sistem sekuler kapitalis di berbagai sektor, tidak mampu menjamin kebutuhan dasar manusia dalam berbagai aspek, termasuk rasa aman.
Penerapan sistem pendidikan kapitalis yang hanya berorientasi melahirkan pencari kerja berijazah, tidak mampu meluluskan anak didik yang bertakwa dan penuh cinta. Penerapan ekonomi ribawi, tidak mampu menciptakan pemerataan distribusi sumber daya alam. Yang terjadi malah memiskinkan manusia secara ekstrim.
Kemiskinan ini, tentu saja menghambat kemajuan sumber daya manusia. Tanpa uang, akses ke pendidikan dan ekonomi tertutup. Jadilah manusia stres dan temperamental. Lalu jatuhlah kepada maksiat, seperti pinjol dan judol. Lalu ketika membangun relasi laki-laki dan perempuan, semua sumber stres itu bisa menjadi pemicu kekerasan dan bisa berujung pada pembunuhan.
Di sisi lain, diterapkannya sistem pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, menyebabkan relasi semakin tidak terkendali. Mereka tidak berpedoman pada rambu-rambu agama, sehingga hak dan kewajiban keduanya tidak jelas. Yang ada saling menuntut dan mengharapkan manfaat. Jika tidak terpenuhi oleh pasangannya, nyawa pun melayang. Na’udzubillahi mindzalik.
Belum lagi kegagalan menegakkan hukuman tegas bagi pelaku kriminal. Para pemerkosa dan pembunuh tidak dihukum setimpal. Tidak memberi rasa keadilan pada keluarga korban. Juga, tidak membuat orang lain takut, malah terinspirasi untuk meniru. Tidak menciptakan rasa aman pada masyarakat, malah rawan jadi korban.
Islam Hargai Setiap Nyawa
Satu nyawa, lebih bernilai dibanding hilangnya dunia dan seisinya. Ungkapan ini adalah ajaran Islam dalam menjaga nyawa seorang manusia. Karena itu, Islam tegas nenetapkan hukuman mati bagi pelaku pembunuhan. Tidak ada kompromi, kecuali keluarga korban memaafkan dengan diberi diyat yang setimpal.
Namun, upaya menghukum pembunuh ini, dibarengi dengan upaya pencegahan dengan sangat komprehensif. Sehingga, kasus pembunuhan pun bisa ditekan dan bila perlu jangan sampai ada. Apalagi pembunuhan terhadap perempuan yang seharusnya disayang. Bagaimana mekanismenya?
Tentu saja harus diterapkan sistem Islam yang komprehensif, baik dalam hal pendidikan, ekonomi, sosial pergaulan, hukum hingga pemerintahan. Pendidikan yang merata dan tinggi dalam sistem Islam, niscaya melahirkan manusia bertakwa yang takut pada Allah Swt. Ekonomi yang menitikberatkan pada distribusi kekayaan dan terpenuhinya kebutuhan pokok tiap individu manusia, mencegah kemiskinan. Hingga tidak ada yang marah, stres dan putus asa karena ekonomi.
Islam menjaga harkat dan martabat laki-laki dan perempuan dengan sistem pergaulan yang sehat. Dilarang pacaran, zina dan kumpul kebo. Menikah pun dilandasi peran dan kewajiban yang jelas dan tegas. Diperintahkan untuk memperlakukan pasangan secara maksuf. Dilarang KDRT, apalagi membunuh.
Penguasa juga menegakkan hukum Islam dalam segala aspek, hingga tercegah kemaksiatan dan kriminalitas. Hanya dengan sistem Islam yang komprehensif, nyawa manusia aman. Bukan hanya nyawa perempuan, tapi juga laki-laki yang dia sayang.(*)