Oleh. Ariani
Muslimahtimes.com–Tragis sekali kisah Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Sentani, Jayapura, Papua. Ibu hamil ini meninggal dunia bersama janin 6 bulan di kandungannya gara-gara telat mendapat pertolongan. Padahal kondisinya sudah bukaan enam dan mengalami pecah ketuban (news.detik.com, 23-11-2025). Awalnya pasien tiba di RSUD Yowari pukul 15.00 WIT dengan status pasien pembukaan enam dan ketuban pecah, tetapi proses persalinan tidak kunjung ditangani karena dugaan bayi berukuran besar, yakni empat kilogram. Irene dan bayi dikandungannya mendatangi tiga rumah sakit tapi tak juga mendapat penanganan hingga akhirnya meninggal dunia di perjalanan. Bahkan saat di rumah sakit Bayangkara pasien tidak diterima tanpa uang muka Rp4 juta, saat akan ke RS Dok II Iren meninggal di perjalanan pukul 05.00. (liputan6.com, 22-11-2025)
Liberalisme Kesehatan Biang Keroknya
Minimnya pemenuhan hak pelayanan Kesehatan di Indonesia ini dipengaruhi oleh sistem ekonomi kapitalisme yang memberikan ruang yang luas bagi pihak swasta dan menempatkan pemerintah hanya sebagai regulator. Dari sistem ekonomi kapitalisme inilah lahirlah liberalisme di bidang Kesehatan dimulai dari Era Reformasi pasca-1998 membawa angin demokrasi, tetapi liberalisasi ekonominya justru mengorbankan layanan kesehatan publik. Terperangkap dalam krisis moneter 97/98, Indonesia menyerah pada syarat ketat Structural Adjustment Programs (SAPs) Bank Dunia dan IMF yang menitikberatkan liberalisasi melalui pemangkasan anggaran, privatisasi, deregulasi (pengurangan/penghapusan aturan), dan desentralisasi serampangan. Pelepasan peran negara menjadi harga yang harus dibayar. Namun, dampaknya melampaui sekadar penyesuaian ekonomi; kebijakan ini mengubah logika dasar sistem kesehatan, menggeser layanan publik dari hak warga menjadi komoditas (indoprogress.com, 14-07-2025)
Dampak dari liberalisasi Kesehatan ini dimulai dengan Rumah sakit pemerintah, yang semula berfungsi sebagai institusi pelayanan publik, kini ditekan untuk beroperasi layaknya korporasi yang didorong untuk mencari keuntungan finansial. Masyarakat pun dipaksa bergotog-royong membiayai layanan Kesehatan dengan asuransi Kesehatan. Asuransi kesehatan wajib seperti JKN menjadi cara lepas tangan negara dalam memberi layanan dasar Kesehatan bagi masyarakat. Rumah sakit pun melayani berdasarkan jenis asuransi yang dimiliki masyarakat. Bahkan pelayanan lebih prima jika pasien membayar secara mandiri tanpa sistem asuransi. Tanpa asuransi atau Jaminan pembayaran mandiri berupa uang jaminan masyarakat semakin sulit mengakses layanan Kesehatan sehingga terjadilah banyak kematian karena pasien ditolak di rumah sakit.
Ironisnya dana asuransi Kesehatan yang dihimpun dan dikelola negara malah diinvestasikan. Tercatat, Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan, Edwin Ridwan, mengumumkan niatnya untuk menambah portofolio investasi di pasar saham dalam waktu 2-3 tahun mendatang (bpjsketenagakerjaan.go.id, 8-11- 2023).Pada November 2025, BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) berencana mengalokasikan hingga 5 persen dari total dana kelolaannya yang mencapai hampir US$52 miliar untuk diinvestasikan pada aset-aset di luar negeri (idnfinancials.com, 23-11-2025). Luar biasa, sudahlah menarik premi dari rakyat malah dananya sebagian besar malah diinvestasikan.
Jaminan Kesehatan dalam Sistem Islam
Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara. Konsep ini sesuai dengan hadist Rasulullah yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya,sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya” (HR Bukhari). Pelayanan Kesehatan menjadi tanggung jawab utama penguasa berdasarkan hadist Rasullah yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).
Dari dua hadis tersebut sudah sangat tegas bahwa pelayanan kesehatan adalah hak rakyat yang harus dijamin pemenuhannya oleh penguasa. Hal tersebut telah dilakukan Rasulullah seperti pada hadis yang artinya “Dari Jabir ra., ia berkata, “Rasulullah saw. pernah mengirim seorang dokter untuk Ubay bin Kaab. Lalu dokter itu memotong sebagian pembuluh darahnya, kemudian membakarnya dengan besi panas.” (HR Muslim). Atas dasar itu, Negara wajib menyediakan pengobatan dan layanan kesehatan (pengobatan) secara gratis dan termasuk bagian dari pengeluaran wajib atas Baitulmal untuk kemaslahatan dan sarana umum tanpa kompensasi. Dalam sistim Islam, layanan kesehatan adalah kewajiban penguasa bukan bagian dari bisnis untuk menambah income negara. Hanya dengan menerapkan sistim Islam yang bersumber dari Allah Swt yang akan menciptakan tatanan hidup yang adil dan Sejahtera. Semua ini hanya akan terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai institusi negara Islam.
