Oleh. Asha Tridayana, S.T.
MuslimahTimes.com–Sebagai muslim yang tinggal di Indonesia, tentu tidak asing dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Keberadaan MUI turut menyatukan muslim-muslim di Indonesia di tengah gempuran asing yang selalu berupaya menghancurkan Islam. Namun, siapa sangka jika terdapat sejumlah oknum yang memanfaatkan peran MUI dan ingin memecah belah umat Islam. Lantas menganggap MUI sebagai dalang kerusakan dan perpecahan. Hingga muncul suara yang menginginkan MUI dibubarkan. Tentu saja, itu tidak relevan. Inilah yang semestinya menjadi perhatian kaum muslim. Karena bisa jadi ada maksud lain di balik tuntutan pembubaran MUI.
Berita pembubaran MUI ini sempat ramai di media sosial hingga terdapat tagar #bubarkanMUI yang beredar luas. Isu tersebut muncul usai Densus 88 menangkap anggota Komisi Fatwa MUI, Ahmad Zain an-Najah, pada Selasa (19/11) lalu terkait dugaan keterlibatan terorisme. Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, mengungkapkan, tiga terduga teroris yang ditangkap di Bekasi memiliki peran sebagai pengurus dan Dewan Syuro Jamaah Islamiyah (JI). Salah satu yang ditangkap merupakan oknum anggota Komisi Fatwa MUI.
Beberapa tokoh pun berpendapat bahwa pembubaran MUI ini tidak masuk akal. Seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi, yang menilai tuntutan tersebut mengada-ngada. Di samping itu, dugaan keterlibatan tersangka dalam kasus terorisme tidak mewakili kelembagaan melainkan aksi individu. Baidowo pun menambahkan bahwa MUI sebagai wadah berhimpunnya ormas-ormas Islam masih sangat dibutuhkan untuk membina umat (www.republika.co.id 20/11/21)
Senada dengan pernyataan Fraksi PPP, Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII), Nasrullah Larada, menegaskan pembubaran MUI hanyalah gagasan konyol. Bahkan, kemunculan ide ini terkesan berasal dari kelompok yang tidak senang kepada umat muslim karena dendam masa lalu. Sementara itu, ghiroh atau semangat kebangkitan umat Islam Indonesia sekarang ini justru semakin membara bahkan semakin mengkristal ketika muncul gagasan membubarkan MUI. (republika.co.id 21/11/21)
Tidak ketinggalan Ketua MUI, Cholil Nafis pun menyebutkan bahwa pihak yang mengeluarkan isu soal pembubaran MUI adalah orang yang tidak bisa membedakan urusan personal dan lembaga. (pikiran-rakyat.com 21/11/21)
Ketidaksetujuan pembubaran MUI juga datang dari Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, “Saya kira tuntutan itu (pembubaran MUI) berlebihan. MUI ini penting sekali untuk bangsa dan negara. Kontribusinya banyak untuk menjaga umat dan nilai-nilai luhur agama bagi kehidupan kita bermasyarakat. Jika ada yang bermasalah di dalamnya, justru logiknya MUI harus kita jaga bersama.” (news.detik.com 19/11/21)
Tidak dimungkiri, tuntutan pembubaran MUI memang terkesan tidak masuk akal. Terlihat berbagai kalangan tokoh pun merespons negatif. Mereka dengan lantang menyatakan ketidaksetujuannya. Karena tidak semestinya membubarkan sebuah lembaga besar hanya menilai dari salah satu oknum yang terduga terlibat terorisme. Hal ini tentu saja menjadi sebuah alarm bagi kaum muslim bahwa di balik isu pembubaran MUI terdapat pihak-pihak yang selalu mencari kesempatan dalam rangka memberangus suara kritis para ulama. Apalagi jika lembaga MUI ini mulai kritis membela ajaran Islam dan mengoreksi kebijakan pemerintah.
Tidak lain adalah para musuh Islam yang tidak akan pernah menginginkan kebangkitan umat Islam. Mereka terus berupaya menyerang kaum muslim dengan segala tipu daya, baik mengubah pemikiran maupun menggeser pemahaman umat Islam terhadap kebenaran ajaran Islam. Termasuk membuat kegaduhan di tengah-tengah masyarakat, sehingga terjadi kesalahpamahan hingga perpecahan di antara kaum muslim. Seperti isu pembubaran MUI, seolah MUI menjadi bagian dari terorisme. Padahal telah jelas di dalam ajaran Islam melarang adanya terorisme.
Masyarakat dikondisikan dengan berbagai narasi yang membingungkan. Lebih-lebih umat Islam menjadi terperangkap dalam pemahaman yang keliru akibat bermacam serangan pemikiran Barat selaku musuh-musuh Islam. Dengan begitu, semakin mudah Barat merusak dan menghancurkan umat Islam. Kebangkitan menjadi sebuah mimpi sementara keterpurukan semakin melingkupi.
Kondisi ini semestinya menyadarkan kaum muslim bhwa harus ada perlawanan, apalagi selevel lembaga negara seperti MUI. Tentunya dengan menunjukkan eksistensi MUI sebagai lembaga ulama yang benar-benar menjunjung syariat Islam, bukan lembaga yang hanya patuh pada kepentingan rezim, seperti mencukupkan diri menjadi lembaga fatwa untuk isu-isu yang mengokohkan program rezim. Jelas hal ini sangat bertentangan dengan peran sesungguhnya sebagai lembaga ulama dalam suatu negara.
Maka, adanya MUI tidak hanya menjadi sebuah simbol tetapi benar-benar mampu menyuarakan kebenaran ajaran Islam dan kepentingan umat Islam. Tentunya hal ini akan membuat musuh-musuh Islam berpikir panjang dan tidak mudah merusak ajaran Islam. Terlebih ketika Islam dapat diterapkan secara kaffah hingga level negara. Tentu penjagaan terhadap ajaran Islam dan keutuhan kaum muslim akan dilakukan oleh negara. Seperti sabda Rasulullah saw : “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya. ” (HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, sudah saatnya kaum muslim bangkit dari keterpurukan. Terus berupaya mewujudkan tegaknya syariat Islam di tengah-tengah masyarakat. Sebagai bentuk perjuangan menjemput janji Allah swt. Dalam surat An Nur ayat 55, Allah Swt berfirman : “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengamalkan amal salih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepadaku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”
Wallahu’alam bishowab.