Oleh. Ashaima Va
MuslimahTimes.com–Kota Bogor menghadapi permasalahan pelik. Selama pandemi angka pengangguran naik menjadi 12,6% yaitu sebesar 175.000 orang. Hal ini disampaikan Wali Kota Bogor, Bima Arya. Menurut Bima lagi masalah ini tidak bisa hanya mengandalkan Dinas Tenaga Kerja saja. Namun butuh kolaborasi dari komunitas, UMKM, pihak wasta, hingga kampus. (Kompas.com, 11/11/2021)
Tak hanya di Kota Bogor, persoalan pengangguran juga dialami secara nasional. Pada periode februari 2021 pengangguran di Indonesia mencapai 8,75 juta orang, meningkat 26,26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. (databoks.katadata.co.id, 5/5/2021)
Tak dimungkiri lagi, pandemi Covid-19 telah menghantam berbagai lini kehidupan. Namun, pandemi pula menggambarkan pada kita betapa gagapnya sistem demokrasi kapitalis dalam mengatasi berbagai persoalan manusia. Salah satunya masalah pengangguran.
Pengangguran memang menjadi problematika tersendiri bagi negara-negara kapitalis. Sistem mereka tak mengakomodasi adanya ketimpangan antara angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Sistem kapitalisme pun tak mampu menjawab kesenjangan yang terjadi antara si kaya dan si miskin. Yang terjadi malah si kaya semakin kaya dan si miskin yang minim kesempatan menjadi semakin miskin.
Pengangguran Salah Siapa?
Tak hanya saat pandemi, pengangguran telah terjadi sejak lama. Akar masalahnya adalah sistem pendidikan negeri yang lebih menitikberatkan pada pendidikan vokasi sehingga belum mampu menghasilkan tenaga-tenaga profesional. Output pendidikan didominasi oleh sumber daya manusia yang hanya mampu berperan sebagai pekerja, namun tak mampu menjadi tenaga profesional. Hal ini mengakibatkan angkatan kerja sangat bergantung pada lapangan pekerjaan yang disediakan oleh swasta pada lowongan level bawah.
Selain itu, abainya negara pada penyediaan lapangan pekerjaan memperparah kondisi pengangguran. Kontrak kerja puluhan proyek pemerintah dengan Cina yang berupa turn key contract sungguh merugikan anak bangsa. Cina telah memboyong ribuan pekerja dari negerinya dan menyisihkan pekerja-pekerja lokal.
Negara juga abai dalam penyediaan modal bagi warga yang ingin membuka usaha. Akibatnya banyak rakyat yang ingin memulai usaha terbentur oleh modal. Lagi-lagi hanya pemilik modal saja yang bisa semakin berkembang usahanya.
Cara Islam Mengatasi Pengangguran
Islam memiliki solusi yang khas saat mengatasi pengangguran dan ketimpangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. Sebagai sistem yang lahir dari Zat yang menciptakan manusia, Islam menyolusi permasalahan tersebut dengan menciptakan keseimbangan ekonomi atau tawazun di tengah-tengah masyarakat.
Menciptakan keseimbangan ekonomi adalah menjadi tanggung jawab negara. Melalui Baitul Maal, negara akan melakukan i’thauddaulah atau pemberian negara bagi sesiapa yang terkendala modal untuk merintis usaha. Pemberian negara ini bisa berupa uang, tanah, tanah pertanian, atau apa pun yang merupakan milik negara. Bisa dipahami dari ketetapan hukum syara’ ini Islam menghendaki agar tidak ada kepala keluarga yang menganggur, jobless tanpa penghasilan.
Hal ini terlihat saat Rasulullah mengkhususkan harta fai’ Bani Nadhir diberikan kepada kaum muhajirin saja. Mengingat saat itu para sahabat yang berhijrah dalam keadaan tidak membawa harta apa pun. Harta fai’ ini diberikan hanya pada dua orang Anshar saja, yaitu Abu Dujanah Samak bin Khurasyah dan Sahal bin Hunaif. Karena kondisinya keduanya sama fakirnya dengan kaum Muhajirin.
Tak hanya itu, penyediaan lapangan pekerjaan juga jadi salah satu prioritas negara bagi warganya. Entah itu proyek negara atau apa pun maka negara akan mengutamakan pekerja dari masyarakat tanpa memandang suku dan agamanya.
Tanggung jawab penyediaan lapangan pekerjaan ini telah Rasulullah contohkan pula saat Rasulullah menghadapi seorang peminta-minta di Madinah.
Dikisahkan dalam hadis Anas bin Malik bahwa Rasulullah meminta seorang pengemis untuk menjual apa yang dimiliki di rumahnya dan menawari para Sahabat agar membelinya. Saat itu pengemis tersebut menjual cangkirnya dan dibeli seharga 10 dirham. Dengan 10 dirham Rasulullah memerintahkannya untuk membeli makanan untuk keluarganya dan sisanya dibelikan kapak. Sehingga dengan kapak, pengemis itu bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Kisah tersebut mengajarkan kita bahwa sebagai pemimpin kaum muslimin, Rasulullah telah menjalankan kewajibannya untuk menyediakan pekerjaan bagi warga Madinah kala itu. Menciptakan keseimbangan ekonomi dengan memperkecil kesenjangan antara yang miskin dan kaya adalah tanggung jawab negara. Memperkecil kesenjangan tersebut dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi para kepala keluarga dan membuka akses seluas-luasnya pada modal untuk usaha.
Dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam keseimbangan ekonomi atau tawazun akan terbentuk. Jumlah pengangguran sedikit atau bahkan tidak ada, karena selain negara menyediakan lapangan pekerjaan, juga tiap-tiap warga negara akan menyadari kewajibannya untuk mencari nafkah. Maka pandemi tidak akan berpengaruh signifikan pada perekonomian warga. Alhasil jangan salahkan pandemi jika pengangguran naik. Semua karena pengabaian aturan Allah pada setiap aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab.