Breaking News

Pemuda, Agen of Change atau Pekerja Produktivitas Tinggi?

Spread the love

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor MuslimahTimes.com)

Muslimahtimes.com– Presiden Joko Widodo mengingatkan Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 berkat bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2030. Untuk itu Jokowi mengajak masyarakat bersama memajukan Indonesia (beritasatu.com, 28/10/2023).

Presiden Jokowi menekankan bahwa bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang ini melalui dua strategi utama. Pertama, mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia agar siap memasuki pasar tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi. Kedua, meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat melalui eksploitasi sumber daya alam yang dimiliki.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, uga mengatakan sebagai generasi tua yang pernah menjadi muda, ingin menyampaikan pesan,” Jika engkau punya “privilege”, ambillah kesempatan untuk terus men-challenge dirimu menjadi lebih baik dari sebelumnya,” tulis Menko Luhutlewat akun instagram @luhut.pandjaitan.(liputan6.com, 28/10/2023)

Menko Luhut menyoroti popularitas publik figur muda dan kanal-kanal media sosial yang mereka gawangi dengan puluhan juta follower , adalah kesempatan untuk berkontribusi nyata bagi bangsa dan negara. Menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menyuarakan apa saja program yang akan, sedang dan berhasil dikerjakan.

Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda: Pemuda Harus Menjadi Agen Perubahan sejati

Pernyataan dua pejabat di atas seolah baik, namun jika ditelaah lebih dalam, hanya bermuara pada kepentingan ekonomi. Pemuda dengan segala potensinya hanya berakhir pada peningkatan tenaga kerja, pemenuhan pasar kerja dan kontribusi melalui kanal-kanal media sosial yang kebanyakan nirmanfaat. Para pemuda publik figur itu tak jarang hanya menunjukkan gaya hidup borjuis dengan berbagai previle yang mereka miliki. Terakhir malah bisa langsung melejit menjadi calon wakil presiden di Pemilu 2024 mendatang. Masyarakat menanyakan prestasinya sekaligus kapabilitasnya. Itulah fakta, yang harus rakyat telan mentah-mentah.

Lantas, tidakkah kita cemas dengan keadaan pemuda hari ini, momen peringatan sumpah pemuda hanya seremonial tanpa tujuan pasti, yaitu menjadikan pemuda sebagai agen perubahan sejati, yang cerdas, takwa, terampil teknologi sekaligus merasakan perjuangan Islam, meninggikan kalimat Allah dan menjadi garda terdepan bagi umat dalam hal tsaqofah, agar umat pun paham amar makruf nahi mungkar.

Sayangnya hari ini, tak butuh otak, hanya butuh otot dan previle maka anda akan menjadi “seseorang”. Begitulah kira-kira motto yang tepat. Sungguh sangat disayangkan. Padahal semestinya, peringatan sumpah pemuda seharusnya menjadi refleksi peran pemuda hari ini untuk memajukan bangsa di tengah berbagai program pembajakan potensi pemuda dalam berbagai bidang. Di sisi lain, sistem hari ini melahirkan pemuda yang berpikir pragmatis individualistis. Mental mereka sedemikian rapuh hingga tak tahan menghadapi tekanan hidup sedikit saja. Namun mereka juga sadis, menghilangkan nyawa tanpa ampun hanya karena perkara sepele, seolah nyawa tak ada harganya.

Pemuda dalam Sistem Islam

Islam memperhatikan peran pemuda dan mengarahkan negara untuk membangun pemuda menjadi generasi pembangun peradaban mulia yang berkepribadian islam, orientasi hidup jauh ke depan, bukan hanya duniawi semata. Ini adalah sebuah proses yang berkesinambungan, melibatkan banyak pihak, jelas tidak akan bisa terwujud selama sistem kapitalisme hari ini masih bercokol.

Dalam sistem kapitalisme, Islam dipandang sebagai perongrong potensi pemuda, seharusnya pemuda lebih toleran, bebas berpikir dan tak terlalu banyak aturan agama agar bisa mengglobal. Jumlah demografi yang melimpah, justru dipandang hanya sebagai komoditas untuk dunia kerja. Sementara pemahaman mereka tentang kepemilikan umum dari kekayaan alam karunia Allah, negara yang meri’ayah bukan yang zalim, kesejahteraan bukan penjajahan sama sekali tak tersentuh.

Kepribadian mereka jadi ganda, di sisi lain mereka yakin Allah Sang Pencipta, namun di sisi lain, mereka menggunakan aturan manusia dalam menyelesaikan persoalan hidupnya. Padahal, dalam kapitalisme berlaku siapa bermodal dia kuat. Negara hanya regulator kebijakan, investor eksekutor. Rakyat pun harus bayar pajak agar bisa hidup enak. Padahal Allah Swt berfirman yang artinya,” Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS al-Maidah:50)

Sungguh hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan generasi cemerlang, dengan pendidikan berbasis akidah. Yang mudah diakses setiap individu rakyat serta gratis. Negara menyokong seoptimal mungkin berjalannya pendidikan terbaik dengan menjamin sistem yang lainnya berjalan dengan baik pula. Seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Sistem holistik inilah yang menjadikan umat Islam terkemuka dan negaranya kuat karena sumber daya manusianya pun berkualitas. Wallahualam bissawab.