Oleh : Maretika Handrayani, S.P.
#MuslimahTimes — Stigma radikal masih dilekatkan atas umat Islam hingga hari ini. Kali ini berasal dari ketua salah satu ormas besar Islam di Indonesia yang mendesak agar kurikulum pendidikan agama dikaji lagi. Porsi pembahasan tentang perang yang ada dalam buku agama perlu dikurangi karena dituding sebagai sebab muncul bibit radikal.
Desakan terhadap pengurangan sejarah perang dalam buku pelajaran agama berpotensi merusak ajaran Islam dan mengamputasi kandungan Al Qur’an yang tertuang dalam buku agama sehingga gambaran tentang perang yang terjadi tidak lagi utuh. Dengan disajikannya ajaran Islam yang terpotong-terpotong maka tidak ada jaminan makna perang atau jihad yang sebenarnya akan difahami secara keseluruhan. kaum Muslimin digiring pada opini bahwa ayat-ayat perang dalam Al Qur’an adalah ayat yang menjadi cikal bakal munculnya radikalisme.
Infiltrasi Sekulerisme
Sesungguhnya tuduhan radikal pada ayat-ayat perang dan upaya menghapusnya dalam buku pelajaran adalah pemahaman yang dangkal yang dibalut dengan frame sekulerisme yang telah menstigma Islam sebagai enemy dan melahirkan tuduhan terhadap firman Allah SWT yang mulia. Ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan perang dan perintah jihad fi sabilillah dianggap sebagai seruan radikalisme.
Sekularisme telah mendiskreditkan segala bentuk pemikiran yang masih dibalut dengan agama dan mengharuskan adanya pemisahan agama dengan aspek kehidupan, termasuk dalam ranah pendidikan. Masyarakat dijauhkan dari ajaran Islam dalam pengaturan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan opini Islam moderat. Yakni Islam yang lebih modern daan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Penghinaan pada Ayat Al Qur’an
Tuduhan radikal pada ayat-ayat perang yang tercantum jelas dalam Al Qur’an adalah sebuah penghinaan pada ajaran Islam. Bila desakan ini diadopsi, akan membenarkan stigma bahwa ajaran Islam menebar bibit radikalisme yang dimaknai sebagai kekerasan, terorisme, bom bunuh diri dan aksi-aksi brutal lainnya.
Persoalannya kemudian, mengapa Islam dengan ayat-ayat Al Qur’anyang menjadi sasaran pengkaitan timbulnya benih radikal? Sedangkan Islam menentang semua bentuk kekerasan yang dilakukan tanpa ada alasan syar’i. Bahkan Islam telah menetapkan sanksi yang sangat keras bagi siapa saja yang berusaha menciderai jiwa dan harta seseorang, baik muslim maupun non muslim.
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”(QS. Al Maidah: 32).
Oleh karena itu tuduhan bahwa Islam mengajarkan kekerasan sehingga memotivasi penganutnya untuk melakukan tindakan kekerasan dan terorisme adalah stigma atau pelabelan negatif yang keliru.
Output Kemuliaan Islam
Kaum Muslimin pula memiliki sejarah gemilang di bidang pendidikan dengan output yang mengagumkan saat seluruh ayat-ayat Al Qur’an diterapkan tanpa disibukkan dengan propaganda penghapusan ayat perang untuk menangkal radikalisme. Tercatat dengan tinta emas peradaban, saalah satu diantara sekian banyak cendekiawan yakni Al Khawarizmi, sang matematikawan pioneer angka 0 (nol) yang menjadi basis teknologi komputasi modern. Kitab Al-Jabruwal Muqabbala (diterjemahkan ke dalam bahasa latin menjadi Algebra) yang fenomenal menghiasi buku-buku ajar matematika dasar di seluruh dunia. Sungguh prestasi yang dinantikan regenerasinya Di dunia ia mampu berkontribusi positif bagi masyarakat, pun di akhirat mendapat kemuliaan karna ketaqwaan. Dari pendidikan yang bersumber dari keutuhan ajaan Islam lahir ilmuwan yang handal dan juga faqih (mahir) dalam urusan agama.
Jelaslah bahwa hari ini kita butuh perisai penjaga aqidah yang memastikan tidak berulangnya penghinaan pada ayat-ayat Al Qur’an yang muliahinggamengkaitkannyasebagai bibit radikalisme. Hanya sistem yang berstandar pada syari’atNyalah yang mampu menghadirkan kemuliaan itu kembalidan mendatangkan rahmat bagi semesta alam. Allahu a’lambisshawab.
============================
Sumber Foto : Santrnulis