
Oleh. Kholda Najiyah
Muslimahtimes.com– Keluarga unit terkecil dari sebuah peradaban yang sangat strategis untuk melanggengkan eksistensi umat manusia. Ada visi besar berkeluarga yang tak boleh dilupakan, yaitu membentuk manusia beradab yang dapat mewujudkan peradaban yang agung. Oleh karena itu, kebijakan yang diputuskan oleh sebuah keluarga, bukan sekadar untuk kepentingan internal individu di dalamnya, tetapi juga untuk kepentingan eksternal atau kemaslahatan bersama. Berikut ini beberapa kebijakan keluarga yang berorientasi pada kontribusi terhadap bangsa dan negara:
1. Memiliki Keturunan
Tujuan menikah adalah membentuk keluarga dan memiliki anak. Itulah fitrahnya manusia normal. Lahirnya keturunan dalam keluarga akan menjaga stabilitas populasi. Ada yang lahir, ada yang meninggal. Ada yang bersemai menjadi pemuda produktif, untuk mendukung mereka yang menua. Demikianlah sunatullahnya. Angka natalitas yang terjaga secara agregat, akan menjadi bonus demografi yang bermanfaat bagi bangsa.
Namun, memiliki anak tentu tidak berhenti pada kuantitasnya saja, tapi juga kualitas. Oleh karena itu, Islam membolehkan untuk menjaga jarak kelahiran, agar ibu dan anak sama-sama sehat dan aman. Selain itu, juga penting untuk memudahkan orang tua dalam mengasuh dan merawatnya. Seperti memberikan perhatian, nutrisi, dan pendidikan yang optimal bagi setiap anak. Ini memungkinkan pertumbuhan generasi yang lebih sehat, cerdas, dan bertakwa. Keputusan keluarga dalam hal ini dapat mendorong kemajuan bangsa karena demografi yang berkualitas.
2. Mewujudkan Kesejahteraan dan Kemandirian Ekonomi
Keluarga muslim yang bervisi besar, berupaya keras dan sunggung-sungguh untuk mewujudkan kemandirian ekonomi. Siap mengerahkan segenap sumber daya yang dimiliki untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh anggota keluarga. Mencari peluang untuk membuka pintu rezeki yang halal. Mewujudkan pemenuhan kebutuhan hidup yang layak bagi seluruh anggota keluarga.
Kemandirian ekonomi tidak hanya berarti memenuhi kebutuhan dasar, tetapi juga memiliki kemampuan untuk merencanakan masa depan, dan bahkan berbagi dengan sesama. Bila ekonomi stabil, keluarga cenderung minim konflik. Ekonomi yang kuat juga membuka banyak peluang untuk meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia, seperti biaya mengikuti pelatihan, workshop, training dan pendidikan informal lainnya. Keluarga yang mapan, juga memiliki kapasitas untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.
3. Mendidik Anak Menjadi Calon Pemimpin Masa Depan
Keluarga muslim menyiapkan anak-anak bukan untuk investasi masa depan orang tuanya, di mana mereka hanya disiapkan untuk membalas budi dan merawat keduanya kelak. Namun, anak dipandang sebagai aset bangsa. Kebijakan keluarga dalam mengasuh dan mendidik dengan sungguh-sungguh, dipersiapkan untuk melahirkan calon pemimpin penerus bangsa. Mereka dididik agar sukses menjadi pribadi yang bertakwa dan bermanfaat untuk umat, bangsa dan agama.
Generasi sahabat, tabi’in dan salafus saleh di masa kekhilafahan Islam mencontohkan, bagaimana mereka menyiapkan anak didik untuk kelak menjadi ulama, ilmuwan, penemu dan bahkan penakluk. Itu semua berdimensi keumatan. Bukan sekadar sukses pribadi menjadi orang kaya dan terkenal misalnya, lalu berwewah-mewah menikmati hidup untuk kebahagiaan sendiri. Tapi berkontribusi dengan ilmu, skill, pengetahuan dan kepakarannya kelak untuk menyelesaikan berbagai persoalan umat.
Calon pemimpin ini juga dididik dengan nilai-nilai Islam yang luhur. Seperti etika, integritas, dan kejujuran. Mereka digembleng agar memiliki visi besar, berpikir kritis, semangat melayani dan mengabdi pada umat. Lahirlah generasi penerus yang kompeten dan berkarakter.
4. Menyiapkan Masa Tua yang Mandiri
Jika diberi umur, merencanakan masa tua tidaklah terlarang. Dalam artian, menyiapkan diri agar kelak tetap bisa mandiri saat raga tak lagi produktif seperti di masa muda. Ini merupakan bentuk tanggung jawab individu terhadap diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Keluarga yang proaktif dalam menyiapkan masa tua, dapat mengurangi potensi beban sosial di kemudian hari. Baik beban untuk generasi selanjutnya, maupun negara.
Misal, sejak muda menjaga kesehatan fisik, sehingga di masa tua tetap prima. Di masa muda mulai menyiapkan sumber pendapatan pasif, sehingga tetap memiliki sumber ekonomi yang menjamin kebutuhannya di masa tua. Dengan demikian, kelak di masa tua bisa fokus ibadah, berdakwah dan berbagi ilmu yang berkontribusi untuk bangsa.
5. Peduli Lingkungan yang Berkelanjutan
Kebijakan kecil dalam lingkup keluarga, mungkin saja akan menyelamatkan lingkungan dari dampak buruk. Misalnya, kepedulian individu untuk berhemat dalam penggunaan air bersih, hemat energi, menanam pohon, memilih bahan yang ramah lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan dan sejenisnya. Ini penting untuk menjamin keberlangsungan hidup di masa depan. Kelihatannya sepele, tapi bisa berdampak besar pada terciptanya lingkungan yang sehat dan lestari bagi generasi sekarang dan nanti. Sungguh investasi jangka panjang yang berguna untuk kemaslahatan bersama.
6. Peduli pada Keadaan Sosial Masyarakat
Keluarga bervisi keumatan, peka terhadap kondisi masyarakat sekitarnya. Mereka tidak menutup mata untuk membantu kalangan lemah yang membutuhkan. Terlibat aktif dalam kegiatan sosial. Menjadi agen perubahan positif di lingkungannya. Menumbuhkan empati dan rasa tanggung jawab sosial. Mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, kerjasama, dan tolong menolong. Ini dapat memperkuat struktur sosial dan membangun masyarakat yang harmonis.(*)