Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
Muslimahtimes.com–Dunia nyata dan maya heboh atas berita kehilangan seorang anak. Kekuatan sosmed di era digital ini nyata, viralnya suatu berita bisa membantu proses penemuan bocah yang hilang atau bisa membantu masalah lainnya. Ibu mana yang tak pilu, sang buah hatinya dinyatakan hilang beberapa hari. Kasus penculikan anak bukan hanya kali ini, sudah beberapa kali terjadi. Bahkan, di tahun 2023 terdapat 43 kasus penculikan anak. Lantas, tugas siapa yang melindungi keamanan anak di negeri ini?
Publik tentu bertanya, kasus penculikan selalu berulang tak bisa lengah sedikit sang penculik begitu tajam matanya dan sigap mencari mangsa. Bilqis, bocah yang ramai dibicarakan karena hilang diculik. Beritanya tentu saja heboh dan viral di jagad maya, doa-doa terus dipanjatkan dan simpati dari siapa pun yang tahu berita ini terus dibicarakan. Kejadian tersebut bermula dari Taman Pakui Sayang yang berada di Jalan AP Pettarani, Makassar, pada Minggu pagi (02/11).
Ayah BR, Dwi Nurmas berencana mengajar tenis sejumlah ibu-ibu pada pukul 08.00 WITA. Namun, agenda itu batal karena ibu-ibu tidak bisa saat itu. Rekan Dwi kemudian mengajak bermain tenis. Saat ayahnya lengah, si penculik memiliki kesempatan mengajak Bilqis tanpa sepengatahuan ayahnya. Sang ayah tersadar, bahwa anaknya sudah tidak ada lagi di tempatnya bermain yang tak jauh dengan tempat dia bermain tenis. Sang ayah panik campur aduk, mencoba menghubungi istrinya ternyata di rumah pun tidak ada.
Sang ayah inisiatif menanyakan ke warga sekitar dan melihat cctv akhirnya ditemukan, saat kejadian Bilqis diajak oleh seorang wanita berkerudung. Pencarian pun dilakukan, setelah sepekan pencarian akhirnya Bilqis ditemukan di masyarakat adat di hutan yang berada di Merangin, Jambi pada tanggal 8 November 2025. Pelaku Adit dan Meriang yang menjual ke masyarakat adat dan sempat meminta ganti selama di bawah asuhan dia sebanyak 85 juta ditangkap. (BBC.com, 15-11-2025)
Faktor Penyebab
Penculikan masih marak terjadi, beberapa bulan sebelumnya kasus serupa terjadi di Batam. Seorang bayi berusia lima bulan dibawa kabur oleh pengasuhnya sendiri. Pelakunya pasangan suami-istri yang ditangkap di Aceh setelah menyeberangi beberapa provinsi.
Terjadi pula di Medan, seorang siswa SD berusia delapan tahun diculik sepulang sekolah. Ada pesan singkat ke keluarga korban minta tebusan sebesar Rp50 juta. Korban berhasil diselamatkan setelah tim gabungan Polda Sumatera Utara dan Polres Belawan bergerak cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Hal ini menuai komentar dari beberapa pakar tentang penyebab terjadinya penculikan. Di antaranya pakar perlindungan anak menilai lemahnya pengawasan, akses media sosial tanpa filter, dan menurunnya interaksi sosial di lingkungan sekitar turut memperbesar risiko penculikan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memotivasi para orang tua agar lebih aktif menggunakan sistem pelaporan cepat seperti Lapor! dan Call Center 110, yang kini terintegrasi dengan Polri dan pemerintah daerah.
Tampaknya, ekonomi masih menjadi motif utama para penculik di tengah kondisi yang serba sulit seperti sekarang. Di mana angka pengangguran dan PHK kian melonjak. Sementara kebutuhan hidup tidak bisa tercukupi jika tidak ada pemasukan. Para pelaku nekat melakukan aksi jahatnya. Berbagai cara dilakukan termasuk memperdaya masyarakat adat di pedalaman yang tidak bisa baca tulis seperti yang terjadi pada Bilqis.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Mamik Sri Supatmi menjelaskan bahwa masyarakat adat dimanfaatkan dan dieksploitasi. Para penjahat utamanya memanfaatkan situasi rentan mereka. Begitu pun antropolog dari KKI Warsi, Robert Aritonang juga berpendapat serupa bahwa orang rimba sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak luar yang memiliki kepentingan tertentu.
Melihat aksi para penculik, mereka termasuk pada sindikat TPPO karena begitu terorganisir dan mampu melintasi beberapa provinsi dalam waktu cepat. Kasus penculikan yang marak terjadi menunjukkan lemahnya keamanan dan tidak adanya jaminan keamanan anak di ruang publik. Aksi ini akan terus berulang jika hukum yang ada tidak mampu memberikan efek jera. Patut diselidiki bahwa aksi penculikan menyasar golongan rentan seperti anak, masyarakat adat, dan masyarakat miskin.
Kehidupan serba bebas dan individualis terkadang membuat manusia tak peduli pada urusan orang lain sekalipun itu tindak kejahatan seperti penculikan. Kehidupan kapitalistik-materialistik membuat orang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan uang tak peduli halal atau haram. Negara pun tidak menyiapkan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya. Nyatanya, lingkungan ramah anak yang digaungkan di sistem sekuler tak mampu menjamin keamanan anak dari penculikan.
Islam Menjamin Keamanan
Dalam Islam, negara menjamin kebutuhan pokok dan kolektif setiap warga negara. Rakyat dipastikan terpenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan, dan papan. Misalnya dengan memastikan kepala keluarga mencari nafkah untuk menafkahi anak dan istrinya. Jika kepala keluarga kesulitan mendapatkan pekerjaan, negara akan memfasilitasinya dengan modal, training, memberikan tanah untuk dikelola, dan lain-lain.
Negara menjamin rakyatnya terpenuhi kebutuhan kolektif berupa kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Ada petugas khusus yang membantu negara menjaga keamanan yaitu surthoh (polisi). Jaminan keamanan (jiwa) ini dapat dilihat dari hadis Rasulullah saw., “Dosa membunuh seorang mukmin lebih besar daripada hancurnya dunia.” (HR. An-Nasa’i)
Selain itu, di dalam Islam ada kepedulian masyarakat dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok, kolektif, dan aktivitas amar makruf nahi mungkar dapat menjadi solusi preventif kriminalitas termasuk penculikan anak. Sistem Islam ditopang juga dengan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera.
Syekh Abdurrahman al-Maliki di dalam kitab Nizham al-Uqubat juga memerinci perihal sanksi bagi kasus penculikan. Penculikan termasuk kategori pelanggaran terhadap kehormatan. Setiap orang yang menculik orang lain dengan jalan muslihat atau dengan kekerasan (paksaan), baik pelakunya laki-laki maupun perempuan, serta tidak mengembalikan korban selama tiga hari, pelaku akan dikenai sanksi hukuman penjara selama lima tahun.
Ketegasan sistem sanksi dalam Islam sangat jelas, seperti hukum potong tangan bagi pencuri yang sudah mencapai batas untuk dipotong tangan. Hukum rajam bagi pelaku zina muhsan (sudah menikah), hukum jilid bagi zina ghairu muhsan (belum menikah). Sehingga siapa pun akan berfikir ulang ketika akan melakukan pelanggaran hukum syarak.
Negara di dalam Islam, bertanggung jawab membentuk masyarakat yang bertakwa dan sejahtera. Keimanan menjadi pondasi seorang muslim dalam perbuatan sehingga tidak mudah tergelincir dalam pelanggaran hukum syarak, karena paham bahwa apa yang dilakukan di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Kontrol masyarakat dengan adanya aktivitas amar makruf nahi mungkar dapat membantu meminimalisir kejahatan.
Khatimah
Negara menjamin kesejahteraan setiap warga negara sebagai tanggung jawab di hadapan Allah, bahwa pemimpin adalah pengurus rakyatnya yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Suasana keimanan dan ketakwaan serta ketegasan sistem sanksi berkolaborasi dengan baik menjaga keamanan setiap warga negara. Hanya Islam yang memiliki sistem sempurna menjaga keamanan, masih percayakah pada sistem lain? Allahua’lam Bishawab.
