Oleh: Emma Lucya Fitrianty
(penulis buku “Nak, Bunda Ingin Resign!” dan “serial akidah untuk Balita Cerdas”)
Dalam berkeluarga tentu banyak amanah dan peran yang harus dijalankan oleh perempuan, utamanya sebagai seorang ibu. Bunda adalah madrasatul ‘ula (sekolah pertama) bagi anak-anak. Segala tingkah laku Bunda, baik ucapan dan perbuatan akan direkam oleh anak-anak. Maka mendidik anak harus didahului dengan mendidik ibunya. Bunda yang terdidik dengan baik insya Allah akan mampu membimbing dan mengarahkan anak-anaknya dengan lebih baik.
Banyak “orang besar” yang lahir dari rahim ibu yang ‘hanya’ menjadi ibu rumah tangga. Ulama-ulama besar seperti Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Maliki dan Imam Hanafi juga dibesarkan oleh sosok ibu salehah yang gigih dalam mendidik anaknya. Perjuangan para ibu tersebut dalam membina anak-anaknya bisa kita baca sejarahnya dalam banyak sumber dan kitab terpercaya.
Contoh lain, siapa yang tak kenal sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz? Khalifah yang berhasil membawa rakyatnya pada kehidupan yang makmur dan bahkan pada masa beliau berkuasa, tak ada satu rakyatnya yang berhak mendapatkan zakat (mustahiq). Ternyata ibunda dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah ibu rumah tangga yang menjaga diri dari syubhat. Beliau adalah perempuan penjual susu yang jujur dalam menjual barang dagangannya, bukan keturunan bangsawan. Namun masya Allah dari hasil didikan ‘tangan dingin’nya muncul karakter pemimpin besar Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang juga sangat adil terhadap rakyatnya.
Maka sebagai seorang muslimah, kita harus bangga dengan identitas keislaman kita. Menjadi ibu bagi anak-anak adalah karir mulia seorang perempuan. Kita tak perlu minder jika tidak memiliki titel akademis atau status jabatan pekerjaan lainnya. Status ibu rumah tangga adalah status utama. Mau melakoni pekerjaan yang lain entah menjadi penulis, dokter, pengajar, atau lainnya itu adalah status tambahan.
Bersyukur jika Allah Ta’ala menitipkan status utama sebagai ibu rumah tangga kepada kita karena tidak semua perempuan dikaruniai status tersebut.
Maka tidak perlu malu dan rendah diri dengan status ibu rumah tangga, karena sejatinya perannya begitu besar dalam melahirkan anak keturunan yang berkualitas, juga bagi jalannya roda peradaban masyarakat yang luhur.
Namun ibu rumah tangga seperti apa yang bisa seperti itu? Tentu bukan sembarangan ibu rumah tangga. Tetapi seorang ibu yang terus belajar membersamai diri dengan ilmu dan tsaqofah Islam yang mumpuni dalam mendidik diri dan generasi agar terwujud nantinya anak dan keturunan yang berkualitas, baik intelektualnya, attitude ataupun spiritualitasnya.
Mari bersama-sama kita belajar agar lebih baik dari hari ke hari. Wallahu a’lam bishshawwab. [el]