Oleh: Sofia Ariyani, S.S
(Member Akademi Menulis Kreatif)
#MuslimahTimes — Body Shaming atau mengomentari atas kekurangan fisik pada orang lain atau diri sendiri. Body Shaming sebenarnya disadari atau tidak sering terjadi pada kita. Entah itu sekedar basa-basi, bercanda atau bahkan dijadikan materi dalam lawakan di atas panggung. Contohnya seperti kalimat-kalimat berikut ini :
“Ih gendut…”
“Kurus amat sih kamu kayak sengget pete!”
“Kamu cantik tapi cebol”
“Kamu dapet dia itu anugerah, tapi dia dapet kamu itu musibah”
“Etdah itu muka apa arang??”
“Kok kamu mah mancung, saya pesek…
Namun baru beberapa tahun belakangan perilaku ini menjadi sorotan bagi mereka yang peduli, dan mereka ini adalah yang dulunya kerap menjadi korban body shaming, lalu membuat gerakan “stop body shaming”.
Body shaming sama dengan bullying, hanya saja body shaming lebih mengomentari atau menghina secara fisik. Disabilitas pun rentan kena sasaran. Dan perilaku ini bisa membahayakan si korban mau pun pelaku. Si korban akan kehilangan kepercayaan diri, minder, malu atau yang lebih fatal si korban membalas dengan melakukan tindak kriminal terhadap pelaku. Dan bagi pelaku bisa dikenakan delik hukum karena melakukan penghinaan jika ada aduan.
Body shaming, bullying, atau apalah namanya wajar ketika itu terjadi di tengah-tengah masyarakat. Apa pasal??
Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah sistem yang ada saat ini. Ya, Kapitalisme.
Kapitalisme yang asasnya sekularisme, pemisahan hidup dari agama-mengesampingkan Tuhan di segala aktivitasnya. Bagi kapitalisme, body goals adalah standar utama wanita dikatakan cantik atau sempurna, yaitu yang berkulit putih, tinggi, langsing, rambut lurus, hidung mancung, mata besar, atau setidaknya mirip mannequin atau boneka barbie.
Di luar itu dianggap tidak sempurna, tidak cantik alias jelek dan ugly. Lihatlah iklan-iklan 90% diwarnai oleh talent-talent wanita cantik, demi mendapat perhatian dan minat dari konsumen dan yang pasti demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, karena tubuh wanita dianggap menarik.
Sangat jauh berbeda dengan Islam. Islam yang berasas aqidah Islamiyah itu sendiri yang beriman kepada yang 6. Iman kepada Allah, malaikat, rasul-rasul Allah, kitab-kitab Allah, hari akhir dan iman kepada Qadla Qadar (baik buruknya berasal dari Allah).
Satu saja tidak mengimani maka ia tidak beriman kepada Allah dengan sempurna. Padahal keimanan itu harus 100% yakin, tak boleh berkurang 0, 01% pun.
Dan kebanyakan kaum muslimin saat ini rapuh dalam mengimani Qadla dan Qadar (baik dan buruk datangnya dari Allah). Banyak yang mengeluh atas apa yang menimpa pada dirinya ketika itu dianggap sesuatu yang buruk. Padahal ketika hal yang menimpa itu berada di “zona yang menguasai manusia” artinya zona itu zonanya Allah, Allah yang berkuasa atas zona itu maka Allah tidak akan menghisabnya. Misal ia dilahirkan dalam keadaan cacat maka Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban atas cacatnya, namun Allah akan menilai apakah ia akan menerima atas cacat itu atau tidak. Ketika ia menerima karena iman kepada Allah maka pahalalah yang akan ia dapat. Sebaliknya jika ia tidak menerima atas cacatnya maka dosalah yang akan ia dapat. Allah hanya menilai ketakwaan umatnya.
كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu benci sesuatu, padahal aku sangat baik bagimu, dan mungkin jadi (pula) kamu mengimpor sesuatu, padahal aku amat buruk bagimu; Allah tahu, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 216).
Ayat di atas memiliki makna yang luas, tidak hanya menjelaskan pada saat perang saja, namun ada banyak hal yang bisa dijelaskan oleh ayat di atas. Semisal penciptaan manusia atau hal-hal yang menimpa manusia, musibah, jodoh, rezeki bahkan kematian. Kadang manusia menilai musibah adalah hal yang buruk tapi di sisi Allah ada kebaikan yang menyertai musibah tersebut. Pun dengan penciptaan manusia, kadang manusia merasa tidak puas atas apa yang telah Allah takdirkan kepada manusia. Merasa tidak cantik, merasa pendek, merasa jelek. Maka tak ayal bagi mereka yang tidak beriman akan melakukan hal-hal yang Allah haramkan, seperti operasi plastik dan sebagainya demi mendapat hasil yang ideal menurutnya.
Dan Islam melarang mengejek, menghina atau membully orang lain, sebagaimana Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olokkan). (QS. Al-Hujurat: 11)
Dan atmosfer Kapitalismelah yang menciptakan perilaku body shaming atau bullying, karena sistem Kapitalisme tidak memiliki aturan yang mengatur manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan dirinya sendiri. Juga Kapitalisme menyuburkan ingkarnya manusia dari kenikmatan yang Allah telah beri. Sistem yang tidak berlandaskan keimanan kepada Penciptanya hanya akan menimbulkan keresahan, kerusakan dan kehancuran umat manusia.
Sejatinya manusia hidup itu ujian. Yang cantik diuji dengan kecantikannya, yang kurang diuji dengan kekurangannya, yang kaya diuji dengan kekayaannya, yang miskin diuji dengan kemiskinannya, yang pintar diuji dengan kepintarannya begitu pun yang bodoh diuji dengan kebodohannya. Tinggal bagaimana manusianya menyikapi ujian-ujian itu. Menyikapi dengan cara Islam atau menyikapi dengan cara selain Islam?
Ketika seseorang sudah beriman kepada Allah SWT maka ia akan menerima dengan ikhlas ujian-ujian itu. Dan hanya Islam yang mampu memanusiakan manusia.
Wallahu’alam bishawab.