Oleh : Evi Shofia
MuslimahTimes— Miris! Lagi-lagi Oknum guru coreng dunia pendidikan. Seperti yang dilansir detikcom, Kamis (28/2/2019) seorang oknum guru salah satu SMK Negeri di Lamongan mencabuli sejumlah siswanya. Dan kini ia resmi dijadikan tersangka. Guru yang berinisial AG tersebut langsung dijebloskan ke tahanan.
Modus yang dipakai AG adalah menelpon calon korbannya untuk bertandang ke rumahnya dengan alasan ada tambahan mata pelajaran matematika. Saat mengundang calon korbannya, biasanya dilakukan saat istrinya tidak ada di rumah. Namun bukan tambahan pelajaran yang diperoleh siswanya, di rumah AG yang siswanya juga laki-laki mendapat perlakuan yang tidak senonoh dari sang guru ini. Detikcom, Kamis (28/02/2019)
Untuk kesekian kalinya oknum guru nodai dunia pendidikan. Seorang guru yang seharusnya menjadi teladan bagi siswanya berubah menjadi monster yang mencabik-cabik masa depan anak didiknya.
Begitu parahkah kondisi negeri ini? Sampai-sampai guru yang seharusnya mulia karena tugasnya, kini menjadi hina karena kelakuannya. Di mana letak kemuliaan seorang guru kalau tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama?
Seorang guru yang sejatinya tingkah lakunya digugu dan ditiru, ucapannya diharap mampu memantik semangat siswanya malah menjadi fasilitator kemaksiatan. Demi memuaskan nafsu bejatnya dia hancurkan masa depan generasi muda.
Apa yang dilakukan oknum guru tersebut persis seperti kaumnya nabi Luth. Sebagaimana dikisahkan dalam firmanNya.
اَتَأْتُوْنَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعٰلَمِيْنَ ۙ
“Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia (berbuat homoseks),”
(QS. Asy-Syu’ara’ 26: Ayat 165)
Juga dalam firmanNya .
وَ تَذَرُوْنَ مَا خَلَقَ لَـكُمْ رَبُّكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ ۗ بَلْ اَنْـتُمْ قَوْمٌ عٰدُوْنَ
“Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang diciptakan Tuhan untuk menjadi istri-istri kamu? Kamu (memang) orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy-Syu’ara’ 26: Ayat 166)
Allah menyebut kaum Nabi Luth dengan sebutan “orang- orang yang melampaui batas”. Dengan logika akal sehat perbuatan tersebut memang benar-benar melampaui batas. Jangankan manusia, hewan saja tidak akan “mendatangi ” jantan kepada jantan atau betina kepada betina. Maka bisa dibayangkan manusia seperti apa yang berperilaku seperti itu. Dan mirisnya itu terjadi di dunia pendidikan!
Seorang guru seharusnya menyampaikan ilmu (kebaikan) kepada anak didiknya dan ilmu itu diamalkan maka pahala jariyah akan mengalir terus, sebaliknya jika kemaksiatan yang dicontohkan maka akan menjadi dosa jariyah (naudzubillahi mindzalik).
Sungguh siswa yang menjadi korban pelecehan ini akan menderita fisik dan psikisnya, mereka akan mengalami trauma, ketakutan, malu yang luar biasa atau akan kecanduan sehingga akan berbuat yang sama terhadap orang lain.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kasus-kasus serupa dalam dunia pendidikan. Pertama, tidak adanya kesadaran pada diri pendidik akan hubungannya dengan Allah (idrok silabillah). Tidak mengikatkan seluruh perbuatannya pada syariat Islam. Mengajar hanya sebagai pekerjaan semata, yang dengannya mendapatkan gaji tanpa ada kesadaran bahwa tugasnya sangatlah mulia.
Kedua, bisa jadi pelaku ini adalah korban juga pada masa lampau sehingga kecanduan dan melampiaskan pada korban berikutnya.
Ketiga, sistem kehidupan yang diterapkan saat ini adalah sistem kehidupan yang batil yang merupakan sistem buatan manusia, sekularisme dan derivatnya. Kalaulah tidak didasari pondasi Aqidah yang kokoh maka akan terhanyut dalam pusaran liberalisme.
Perilaku-perilaku menyimpang seperti ini akan terus terjadi selama tidak ada sanksi yang memunculkan efek jera. Ibarat penyakit, sudah pada tahap kronis yang tidak akan bisa disembuhkan hanya menghukum pelakunya dengan beberapa tahun penjara.
Allah sudah menyiapkan aturan kehidupan yang sempurna yang mampu memberikan solusi terbaik terhadap semua permasalahan yang muncul. Ada tiga komponen yang harus ditegakkan, yakni harus ada perbaikan individu, kontrol masyarakat dan penerapan aturan yang sahih dari negara.
Penerapan aturan yang sahih dari negara adalah menerapkan sanksi hukum yang telah digali dari hukum syara’. Hukuman (had) untuk pelaku homoseks ( liwath) adalah dibunuh. Setiap orang yang terbukti telah melakukan liwath, keduanya dibunuh sebagai had baginya ( Nidzamul Al-uqubat, Abdurrahman Al Malik). Dalilnya adalah Sunnah dan Ijma’ Sahabat. Dari sunnah, disebutkan bahwa ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra berkata, Rasulullah Saw, bersabda :
“Barangsiapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatannya kaum (Nabi) Luth, maka bunuhlah keduanya.”
Sepintas nampak hukum Islam “sadis” terhadap pelaku penyimpangan seksual. Tapi dibalik itu akan memberikan syok terapi pada masyarakat, akan muncul efek jera kepada siapapun yang akan berbuat. Inilah cara ampuh mengobati penyakit masyarakat, mencegah penularannya dan mencerabut akar penyakitnya.
Maka sudah saatnya kembali pada aturan Allah. Aturan yang komprehensif dari Sang Pencipta. Aturan yang mampu menutup lubang dan celah kemaksiatan.
Wallahu a’lam bisshowab.
[Mnh]
Guru yang berakhlak mulia, dan dimuliakan hanya ada dalam kehidupan dengan sistem yg mulia