Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)
MuslimahTimes.com – Rabu, 20 Januari 2021 adalah hari yang istimewa untuk saya pribadi. Pasalnya, sepekan sebelumnya salah satu tim redaksi Narasipost.com, Mba Minah, meminta kesediaan saya untuk menjadi moderator event ke-3 Narasipost.com. Terkejut pastilah, siapa saya? Memang bukan kali pertama untuk berbicara di depan majelis, tapi untuk menjadi moderator kelas nasional, bahkan internasional (karena zoom langsung dari Sidney) benar-benar yang pertama.
Tapi jiwa uji nyali berontak, tanpa pikir panjang saya terima, apalagi narasumber yang akan hadir adalah idola banget, Cikgu Asri Supatmiati, orang pertama yang buat saya serius nulis. Saya sanggupi sembari menata debat di hati, bisakah? Bisa..?…harus bisa! Dan pasti bisa!
Pukul 19.09 wib acara dibuka, sempat ada gangguan sinyal. Cuaca di beberapa tempat memang kurang bersahabat, apalagi Sidney yang terpisahkan samudra. Namun, kami tetap berdoa dan berusaha untuk solid. Rasa salut saya untuk tim redaksi Narasipost.com, gladi bersih yang cukup singkat ternyata tak memudarkan profesionalitas personilnya. Saling kontak via chat, saling support sesuai arahan, tak banyak bicara tapi ramai dalam tindakan. Masyaallah, meleleh hati karena bisa menikmati suasana ini.
Peserta cukup koperatif untuk mematikan mikrofon, sehingga gangguan sinyal tidak terlalu berefek, acara demi acara berjalan lancar dan tentulah yang paling ditunggu adalah materi utama. Sepanggung dengan cikgu Asri kapan lagi nih, saya sapa beliau, sempat ada kendala hingga beliau harus berganti laptop. Sebelum materi dimulai, saya sempatkan untuk menggali apa pendapat peserta yang hadir tentang Narasipost.com.
Luarbiasa! Baik di zoom maupun live streaming lontaran pendapat tentang Narasipost.com bermunculan. Saling susul menyusul. Baik rise hand maupun di chat . Hingga berhasil beberapa saya beri kesempatan untuk menyampaikan langsung. Sebagian besar merasa Narasipost.com tak sekedar media online sebagaimana kebanyakan.
Dengan tagline “Cerdas dalam literasi, bijak menangkap peristiwa kunci” telah sukses membuktikan kemunculannya yang baru sebentar telah membawa warna berbeda, terutama terkait kedalaman Islamnya dan tim redaksi yang humble sekaligus profesional. Begitulah sebagian besar penulis dan kontributor itu berpendapat. Tak hanya itu mereka juga mengatakan bahwa Narasipost.com telah meriayah dan mewadahi mereka secara luar biasa. Doa pun otomatis mengalir untuk kejayaan Narasipost.com. Masyaallah !
Akhirnya manisnya ilmu berhasil direguk, meski sudah lama terjun di dunia kepenulisan namun saya sepakat dengan pendapat cikgu Asri bahwa menulis adalah ” Never Ending Learning”. Jadi meskipun, misalnya, sudah mastah pun harus terus rajin menimba ilmu. Bukan apa-apa, tulisan dengan jiwa memang bukan didapat sekali duduk. Melainkan terus diulang dan dijadikan kebiasaan.
Dan di tengah kemudahan teknologi, menulis dan mengirim ke media adalah sebuah keniscayaan. Media online bertebaran, menggantikan media cetak. Namun seringkali penulis lupa bahwa tulisan haruslah memiliki etika. Tulisan adalah senjata bagi penulis untuk menyampaikan gagasan, ide, point’ of view bagi sasaran pembaca yang tepat. Jangan sampai berbalik menjadi senjata makan tuan.
Cikgu Asri mengingatkan wajib untuk menggunakan kata-kata yang didukung oleh argumen. Penyertaan sumber, namun juga tak boleh terlalu persis hingga kesannya menjiplak. Lebih aman adalah dengan menggunakan teknik paraphrase. Alias memodifikasi sumber awal dengan kata-kata kita sendiri. Di sinilah pentingnya jam terbang dan kontinuitas menulisnya.
Etika lain yang harus diperhatikan selanjutnya adalah kita harus mampu menampilkan karya orisinil. Beliau pernah mendapat kasus tulisannya dicopas begitu saja namun nama penulisnya diubah. Sekilas terlihat tak mengapa, dunia online memang tanpa batas, namun itulah kejahatan media. Perbuatan itu terkatagori tak beretika.
Namun jangan pernah mempublish rasa kecewa kita di media online, apapun itu, sebab selain itu bagian dari etika menulis juga kita harus menghargai orang lain jika mengalami kejadian sebagaimana cikgu Asri.
Sementara, hal lain lagi yang menjadi kelemahan penulis adalah jika sudah kirim ke media inginnya segera tayang. Setiap saat bertanya kepada redaktur dan enggan bersabar. Cobalah untuk lebih memahami kerja redaksi, ini adalah kerjasama mutualisme simbiosis. Bagi redaktur setiap tulisan adalah berharga, namun dia tetap harus obyektif. Jika tulisan tak layak tayang ya harus legowo jika dikritik bahkan dkembalikan. Lagipula tulisan masuk ke meja redaksi bukan hanya satu dan itu tulisan kita saja, melainkan puluhan bahkan ratusan.
Maka bagi penulis harus bersabar untuk menunggu proses penayangannya. Dan tidak boleh baper jika terpaksa naskahnya dikembalikan, inilah saatnya koreksi guna peningkatan kualitas.
Dan sampailah di sesi tanya jawab, bukan Narasipost.com kalau tak banjir reward. Sesi pertanyaan inipun sudah menunggu reward menarik bagi penanya. Saking antusiasnya peserta dan demi kenyamanan, acara dibagi dua yaitu di zoom dan live streaming YouTube. Maka pertanyaanpun direkap dari dua saluran tersebut.
Waktu semakin larut, tanpa terasa hampir dua jam saya memandu, namun kembali suasana memanaskan karena tim redaksi sudah menayangkan video nominasi challenge Refleksi Tahun Baru sekaligus pemenangnya. Berikut video terakhir tentang challenge di bulan Februari. Akhirnya acara benar-benar ditutup, diakhir dengan doa dan…selamat berjumpa kembali di event Narasi post.com berikutnya! Alhamdulillah bisa membersamai semangat dakwah bil Qalam dalam event Narasipost.com.