Oleh : Nay Beiskara
(Kontributor Media)
Muslimahtimes– Alam kembali berbicara. Negeri kita tercinta pun kembali berduka. Pasalnya, di awal 2021 ini bencana alam datang beruntun di beberapa wilayah di nusantara. Hampir tanpa jeda.
Bukan hanya banjir di KalSel yang menenggelamkan 11 Kabupaten/Kota pada Selasa (12/1) dan mengakibatkan ratusan ribu warganya terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman (Liputan6.com, 20/1/2021). Tapi juga di beberapa wilayah yang kondisinya tak jauh berbeda. Setidaknya terdapat 20 kabupaten atau kota di 7 provinsi yang dilanda bencana hidrometeorologi. Dari Kabupaten Aceh Timur hingga Manado, Sulawesi Utara.
Cimanggung, salah satu daerah yang mengalami banjir dan longsor di Sumedang, menjadi daerah dengan jumlah korban jiwa terbanyak, yakni mencapai 40 orang. Banyaknya pembangunan perumahan di atas tanah vulkanik muda yang masih rentan dan tak solid itu disinyalir sebagai penyebab longsor di sana. Di tambah lagi, sebelum dibangun perumahan, tanah tersebut merupakan bekas galian tambang dan tanah urugan yang memang berpotensi besar tuk terjadi longsor (Kontan.co.id, 12/1/2020).
Tak hanya banjir atau banjir yang disertai longsor. Beberapa bencana seperti gempa bumi, erupsi gunung api, puting beliung, serta gelombang pasang dan abrasi turut menghampiri. Terjangan bencana di Januari ini, dirasa datang bertubi-tubi. Tak hanya sebabkan kerusakan berat, kehilangan rumah, harta, dan keluarga tercinta. Tapi juga, musnahnya ratusan nyawa.
Tentu tak bijak bila kita menyalahkan curah hujan nan ekstrem yang membuat volume dan debit air di sungai meningkat. Juga Sungguh tak arif bila kita menggugat tanah yang bergeser atau gunung yang memuntahkan isi dalam perutnya hingga habitat hidup manusia porak poranda. Sebagaimana kita tak bisa menyalahkan api yang membuat kayu terbakar dan menghancurkannya hingga menjadi abu. Karena disadari atau tidak, diakui atau tidak, di dalamnya tentu ada andil tangan-tangan manusia.
/ Ada Asap Ada Api /
Ada asap ada api. Ada peristiwa, ada pula penyebabnya. Secara spesifik, masing-masing wilayah yang dilanda bencana memiliki penyebabnya tersendiri.
Di Kalimantan Selatan, banjir lebih disebabkan lahan hutan yang terus-menerus berkurang. Bukan semata-mata karena curah hujan yang ekstrim sehingga debit air sungai bertambah. Bencana ekologi dan darurat ruang, itulah yang Walhi katakan terjadi di sana.
Tak jauh berbeda dengan di Bogor. Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan bahwa banjir di Bogor dan berdampak pada wilayah sekitar Bogor disebabkan adanya deforestasi dan alih fungsi lahan. Banyak daerah Puncak yang telah dijadikan tempat wisata dan vila-vila yang dibangun secara permanen. Sehingga daerah resapan air di hulu pun semakin berkurang.
Bagaimana dengan wilayah lainnya yang tertimpa bencana, namun fakta tak menunjukkan adanya kerusakan akibat ulah manusia?
Satu sisi, peristiwa apapun yang terjadi di muka bumi tentu tak lepas dari kehendak Allah Swt. Semua terjadi karena kehendak-Nya. Namun di sisi lain, kita harus ingat bahwasanya kemaksiatan yang dilakukan manusia di mana pun di bumi ini dapat mengundang bencana dan murka Allah Ta’ala.
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuura: 30)
“Nikmat apapun yang kamu terima, maka itu dari Allah, dan bencana apa saja yang menimpamu, maka itu karena (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisaa: 79)
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Ankabut: 40)
Dalil-dalil di atas telah cukup menjawab pertanyaan itu. Bahwa musibah berupa bencana alam yang kita alami ini disebabkan karena banyaknya kemaksiatan yang dilakukan manusia. Saking banyaknya, seolah-olah bumi pun tak meridoi bila tanahnya diinjak-injak oleh para ahli maksiat. Yakni, mereka yang tak menjalankan aturan-Nya dan senantiasa melanggar segala sesuatu yang dilarang-Nya.
/ ‘The Real’ Muhasabah, ‘Back To’ Syariah /
Di balik musibah yang melanda, selalu ada pelajaran berharga untuk kita, khususnya kaum muslimin. Pertanyaannya, pelajaran berharga apa yang dikehendaki Allah Swt. untuk kita dengan banyaknya musibah ini?
“Telah nampak kerusakan di darat dan di , disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Rûm [30]: 41)
Dalam ayat di atas, Allah Swt. telah memberikan jawaban yang tegas. Bahwasanya Allah Swt. memberikan peringatan dan teguran agar manusia kembali ke jalan yang benar.
Imam Abu al-‘Aliyah memberikan penjelasan mengenai ayat ini. “Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi, maka sungguh ia telah berbuat kerusakan di bumi, karena kebaikan bumi dan langit (bergantung) pada ketaatan.”
Dari sini jelas bahwa rahmat Allah berupa kebaikan bumi dan langit bergantung pada ketaatan manusia. Yakni, ketaatannya pada hukum yang telah Allah Swt. gariskan pada manusia seluruhnya tuk menjadi solusi bagi seluruh problem manusia. Apa lagi kalau bukan aturan Islam yang sempurna dan paripurna.
Atas segala kemaksiatan yang telah dilakukan, baik yang sengaja maupun yang tak disengaja, maka manusia dituntut untuk segera mengakui kesalahannya, berazzam tuk tak mengulanginya lagi, dan bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya. Siapa pun kita dan apapun peran kita dalam kehidupan.
Muhasabah yang sejati adalah kembali menerapkan Islam dalam kehidupan. Inilah yang dimaksud kembali ke jalan yang benar. Kembali pada syariah Islam. Setiap individu muslim menyadari keterikatannya dengan hukum syara dan berupaya merealisasikannya dalam keseharian.
Masyarakat pun berupaya tuk selalu melakukan pengontrolan dan muhasabah atau mengoreksi bila terjadi kemaksiatan yang dilakukan, baik oleh individu, kelompok masyarakat, maupun negara. Sedang negara sendiri melalui pemimpinnya menerapkan sistem Islam dalam mengurusi rakyatnya.
Karena salah satu hal yang mampu menyelamatkan negeri dari bencana dan keburukan adalah kala pemimpin negeri memerintahkan rakyatnya tuk memegang kebenaran. Selain itu, kembali berhukum dengan syariah Islam dan menjalankan amar makruf nahi mungkar.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 71).
Alhasil, the real muhasabah tiada lain adalah back to syariah. Semoga bencana yang terjadi segera teratasi. Allah Swt. pun segera memberikan pertolongan dan kemenangan dengan tegaknya kembali Islam di bumi Allah ini. Aamiin.
Wallahua’lam bishshowwab.