Oleh. Fety Andriani S.Si
MuslimahTimes.com – Wabah virus corona yang dimulai akhir 2019 lalu belum menampakan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan di Inggris pada 20 September 2020 telah ditemukan varian baru virus Corona yang dinamakan B117. Varian baru ini juga dilaporkan telah bermutasi lagi dan dinamakan mutasi E484K. Ada 11 laporan mutasi E484K di Inggris. Mutasi E484K yang ditemukan di Inggris sama seperti varian Afrika Selatan dan Brazil. Mengerikan bahwa dalam beberapa penelitian, vaksin dan terapi antibodi kurang efektif pada varian baru Afrika Selatan (health.detik.com)
Kondisi di Inggris semakin kalang kabut setelah Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson mendapat laporan bahwa ada keterkaitan antara lonjakan kasus kematian dengan varian baru B117. PM Boris mengatakan ada beberapa bukti bahwa varian B117 lebih cepat menular dan bisa lebih mematikan dari pada varian lainnya. Penemuan varian baru virus corona dan bahayanya ini berhasil menciptakan kepanikan global hingga berbagai negara beramai-ramai menolak kedatangan WNA dari Inggris. Tercatat ada 26 negara yang memblokir perjalanan dari Inggris karena varian baru virus korona ini. (kompas.com)
Di kawasan Asia tenggara sudah ada laporan kasus mutasi B117. Temuan mutasi tersebut dilaporkan oleh Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina dan Thailand. Sedangkan di Indonesia menurut juru bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, belum ada laporan varian B117 per 31 Januari 2021. Meskipun belum ditemukan varian B117 ada satu jenis mutasi yang sudah banyak ditemukan, yaitu D614G. Varian D614G dilaporkan lebih menular dan ditemukan di Indonesia pada April 2020 di beberapa wilayah yakni Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Utara (kompas.com).
Pertambahan kasus baru di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Garis kurva kasus covid-19 masih terus menaik. Bahkan dari November hingga Januari kurvanya menukik tajam. Hingga 5 Februari 2021 total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 1.134.854 kasus. Butuh sinergitas kerjasama untuk menghadapi dan melewati pandemi ini. Rakyat harus punya kesadaran untuk hidup sehat dan menerapkan protokol kesehatan. Negara menetapkan kebijakan yang efektif untuk mengatasi pandemi ini.
Beberapa kebijakan untuk menangani pandemi ini sudah dilakukan oleh pemerintah mulai dari isolasi wilayah di beberapa daerah, social distancing, physical distancing, PSBB, PSBK, hingga PPKM. Namun berbagai kebijakan tersebut tidak memberi dampak signifikan dalam sebaran kasus Covid-19. Bahkan dalam sebulan terakhir, rata-rata angka penambahan kasus baru mencapai ribuan hingga belasan ribu.
Indonesia juga menerapkan larangan masuk bagi WNA dari seluruh dunia. Namun anehnya dan membuat sebagian masyarakat Indonesia merasa dongkol adalah di tengah larangan masuknya WNA, Indonesia malah bersikap permisif pada WNA asal Cina. Padahal Cina merupakan negara pertama tempat meledaknya wabah Covid-19. Sebanyak 153 WNA asal Cina berhasil masuk Indonesia pada 23 Januari 2021 melalui bandara internasional Soekarno-Hatta.
Sebenarnya ini bukan kasus pertama, pada tahun 2020 pernah ada kejadian serupa. Namun kecaman masyarakat Indonesia atas diizinkannya 153 WNA asal Cina tak dihiraukan atas dasar Surat Edaran Dirjen Imigrasi tentang pembatasan masuknya WNA. Dalam SE tersebut ditetapkan beberapa kriteria yang diizinkan masuk ke negara Indonesia. Beberapa diantaranya adalah pemegang visa diplomatik dan visa dinas, pemegang izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap. Dari 153 orang tersebut, 150 diantaranya memiliki izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap dan 3 lainnya pemegang visa diplomatik (kompas.com).
Pemerintah terkesan terlalu permisif dan bersikap lemah di hadapan Cina. Selalu ada alasan untuk membenarkan masuknya WNA Cina di tengah larangan masuk ke Indonesia. Di tahun 2020 WNA yang tiba di Konawe dimaklumkan karena mereka adalah TKA untuk pabrik baterai litium. Para TKA tersebut adalah pekerja kasar yang seharusnya bisa digantikan oleh pekerja lokal. Sedangkan pada Januari ini, para WNA yang diizinkan masuk Indonesia dengan alasan mempunyai izin tinggal dan visa diplomatik. Pada waktu yang sama kasus Covid-19 semakin menggila. Penyebaran varian baru virus korona juga semakin mengkhawatirkan bahkan sampai ke negara tetangga.
Negara harusnya memberikan perlindungan yang optimal terhadap rakyatnya. Perlindungan tersebut tercermin pada kebijakannya. Namun masuknya WNA Cina didasarkan pada SE tentang pembatasan masuknya WNA menandakan bahwa keselamatan rakyat bukan prioritas utamanya.
Pemerintah begitu semrawut menangani pandemi ini. Mengambil kebijakan yang justru menuai banyak kritik karena dianggap tidak menyelesaikan persoalan bahkan memperparah persoalan. Sejak awal para ahli menyarankan untuk lockdown sebagai solusi penanganan pandemi. Namun solusi yang ditawarkan para ahli justru ditolak dengan alasan ekonomi. Peringatan dan prediksi dari para pakar justru diabaikan. Padahal petaka mengancam di depan mata jika diterobos paksa. Hari ini petaka itu menjadi nyata.
Segala kebijakan negara pengadopsi kapitalisme selalu berorientasi materi, termasuklah dalam penanganan pandemi Covid-19. Penentu kebijakan adalah aspek ekonomi. Kebijakan yang diambil pun berdasarkan perhitungan untung rugi. Masalah keselamatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat dinomorduakan. Padahal tidak ada jaminan membaiknya perekonomian negara dengan kebijakan yang ditetapkan. Sementara para penguasa masih tunduk terjerat hegemoni asing, gemar menumpuk hutang, menjual SDA kepada asing. Jika pun ekonomi meningkat setelah melonggarkan jalan masuk WNA maka perlu dipertanyakan peningkatannya apakah membawa kebaikan bagi rakyat ataukah bagi segentir elit kapitalis.
Penanganan wabah ala kapitalisme tentu berbeda jauh dengan penanganan wabah ala Islam. Kapitalisme dilandaskan pada materi sedangkan Islam dilandaskan pada syariat. Islam sangat menjaga keberlangsungan nyawa. Tak sepadan menyandingkan nyawa dengan materi. Namun, di sisi kapitalisme nyawa bisa diukur dengan materi.
Rasulullah bersabda, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Tirmudzi)
Bagi penguasa yang memiliki wewenang untuk menetapkan hukum namun enggan untuk menetapkannya serta menganggap remeh keselamatan rakyat yang dipimpinnya maka ia telah berbuat zalim. Padahal kebijakan yang ditetapkan tersebut sangat berpengaruh bagi keselamatan rakyatnya. Hal itu mengindikasikan bahwa ia telah mengabaikan hadist Nabi yang disebutkan sebelumnya.
Jauh sebelum dunia hari ini mengenalkan lockdown sebagai solusi untuk memutus mata rantai wabah, Rasulullah telah mengajarkan umat Islam akan hal itu. Rasul bersabda, “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu maka janganlah kalian kalian keluar darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Solusi ini tidak diragukan lagi. Para ahli telah menyarankan agar pemerintah menerapkannya untuk mencegah penyebaran wabah lebih luas. Namun pemimpin di negeri inilah yang masih ragu bahkan menolaknya. Lagi-lagi karena alasan ekonomi.
Dalam Islam, ketika suatu wabah terdengar maka negara bergerak cepat menerapkan lockdown. Wilayah yang tidak terdampak menjalankan roda kehidupan seperti biasa. Sedangkan di wilayah yang dilockdown, negara memberikan jaminan pangan dan layanan kesehatan secara optimal dan gratis. Hal itu tidak sulit, sebab dalam kondisi normal sekalipun negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan warga negara. Penguasa memposisikan diri sebagai pengatur urusan dan pelayan bagi umat. Begitulah yang diajarkan oleh Rasulullah.
Rasulullah Saw bersabda, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah laksana penggembala. Hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)
Negara juga akan mendorong para ilmuwan untuk mengoptimalkan pengkajian dan penelitian atas wabah yang melanda masyarakat. Sehingga diperoleh pengobatan yang efektif dan efisien bagi masyarakat yang terdampak wabah. Dengan begitu wabah akan cepat teratasi.
Penguasa, praktisi kesehatan, para ilmuan dan seluruh rakyat bersinergi, bahu membahu mengatasi wabah. Mereka dilandaskan pada kesadaran yang sama yakni idrokshilah billah. Mereka bergerak dengan kompak, ikhlas dan sungguh-sungguh mengharap rida Allah. Betapa indah syariat yang diturunkan-Nya. Menerapkannya solusi atas problematika umat. Wallahualam..