Oleh. Hamsina Halik
Muslimahtimes.com – Sudah menjadi sunnatullah kebencian yang berpotensi melahirkan penghinaan. Namun, bukan berarti karena ini adalah sunnatullah lantas kaum muslim berdiam diri dan membiarkan penghinaan tersebut. Terlebih, jika penghinaan ini menyangkut Islam, Allah Swt., Rasul-Nya dan kitab-Nya. Menjadi kewajiban untuk tidak rida, menolak dan menghentikan berbagai penghinaan tersebut.
Sikap diam dan pembiaran yang dilakukan oleh kaum muslim akan menjadikan penghinaan itu terus saja terulang. Bahkan mereka, para pembenci Islam, semakin berani dan tanpa rasa takut sama sekali, sebab umatnya sendiri diam tak berbuat apa-apa. Sebagaimana yang baru-baru ini terjadi, Joseph Paul Zhang mengaku sebagai Nabi ke-26, dengan berani menantang dan membuat sayembara bagi siapa saja yang berani melaporkan penistaan agama yang dilakukannya.
Dikutip dari iNews.id, “Yang bisa laporin gua ke polisi, gua kasih uang lo. Yang bisa laporin gua penistaan agama, nih gua nih nabi ke-26, Josep Fauzan Zhang meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabullah. Kalo Anda bisa laporan atas penistaan agama, gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan. jadi kan 5 juta, di wilayah polres berbeda,” ujarnya dalam rekaman video tersebut, Sabtu (17/4/2021).
// Akar Masalah//
Penghinaan dan penistaan yang ditujukan kepada Rasulullah Saw. ini adalah kesekian kalinya. Bahkan, sebelumnya publik pun dihebohkan dengan seorang guru di Inggris yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad Saw. saat mengajar di kelasnya, kartun yang dipakai merupakan kartun yang dipublikasikan oleh majalah Charlie Hebdo.
Jika ingin disebutkan satu persatu, berbagai bentuk penghinaan dan penistaan yang ditujukan kepada Islam, di ruang ini tak akan cukup untuk dituliskan semua. Saking banyaknya. Hal tersebut tak akan terjadi, jika saja negeri ini tak ditopang oleh sistem sekuler, yaitu akidah yang memisahkan agama dengan kehidupan dunia, termasuk negara, menjadikan segala aspek kehidupan tak diatur oleh Islam.
Darinya, lahirlah liberalisme yang diwujudkan dalam kebebasan berperilaku dan berpendapat. Inilah yang kemudian mereka, para pembenci Islam, jadikan sebagai dasar atas setiap tindakan penghinaan dan penistaan agama Islam. Dari sini, semakin suburlah berbagai bentuk penghinaan terhadap Islam.
Di samping itu, negara yang seharusnya menjadi penjaga untuk menjaga Islam dan umatnya tak berfungsi. Bahkan, lebih sering didapati, negara justru menjadi pihak yang tak berpihak kepada Islam. Tak hanya di negeri yang minoritas, pun di negeri mayoritas terjadi hal demikian. Sehingga Islam dan umatnya dengan mudahnya dirusak. Hingga menimbulkan kebencian bahkan oleh pemeluknya sendiri.
Hal ini dikarenakan negara tak menempatkan Islam sebagai sumber aturan. Sehingga aturan yang ada seringkali tak berpihak pada Islam dan terkesan sangat menyudutkan. Negara menganggap urusan agama dan ibadah sebagai urusan individu. Belajar atau tidak, salat atau tidak, tak akan dipersoalkan. Dengan ide sekularisme yang dianut, negara pun telah menggusur sebagian besar hukum syariah Islam. Padahal, sebagaimana diketahui, syariah inilah rahasia kemuliaan Islam, penuh dengan kebaikan. Tak hanya Islam, tapi nonmuslim pun bisa merasakan kebaikan syariah-Nya.
Selain itu, akibat tak adanya sanksi yang tegas dan mampu membuat jera pelakunya, membuat tindakan penghinaan dan penistaan ini terus terjadi. Ibarat virus, jika tak diobati atau obatnya tak mujarab, maka virus tersebut akan terus berkembang. Sebagaimana hukum yang dipakai dalam sistem sekuldr saat ini, tak mampu menghilangkan dan mencegah terulangnya tindakan penghinaan dan penistaan terhadap Islam ini.
//Kekuatan Khalifah//
Ibn Qudamah dalam Al-Mughni (XII/298-299) menyatakan, “Siapa saja yang mencela Allah, baik serius maupun bergurau, jelas kafir. Begitu juga siapa saja yang melecehkan Allah Swt. ayat-ayat-Nya, para utusan-Nya atau kitab-kitab-Nya.”
Imam an-Nawawi dalam Rawdhah at-Thaalibiin (X/64), juga menyatakan, “Semua perbuatan yang pasti menyebabkan kufur adalah perbuatan yang lahir, baik dari kesengajaan atau pelecehan terhadap agama (Islam) dengan nyata.”
Dari penjelasan para fukaha di atas, menunjukkan bahwa jika pelakunya muslim akan dianggap murtad dan dinyatakan kafir. Kepadanya bisa dijatuhi hukuman mati.
Jika dia bertobat, gugurlah hukuman mati atas dirinya. Namun, dalam hal ini negara tetap memberikan pelajaran kepadanya sesuai dengan ketetapan khalifah dengan memperhatikan tingkat penghinaannya.
Sedangkan jika dia nonmuslim yang menjadi ahludz dzimmah, maka akan dicabut dzimmahnya dan bisa dihukum atau diusir keluar dari wilayah Islam. Jika bukan ahludz dzimmah, maka ini bisa dijadikan sebagai alasan bagi khilafah untuk mengumumkan perang terhadap negara bersangkutan. Tentu khilafah tak akan tinggal diam dengan pelecehan dan penghinaan tersebut. Sebagaimana yang pernah terjadi di masa Kekhilafahan Ustamaniyah.
Saat itu, Kerajaan Inggris bersikukuh mengizinkan pementasan drama karya Voltaire yang akan menista Rasulullah Saw, drama itu bertajuk “Muhammad atau Kefanatikan”. Maka, seketika Sultan Abdul Hamid II langsung mengultimatum Kerajaan Inggris.
Sultan berkata, “Kalau begitu, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!” Kerajaan Inggris pun ketakutan dan pementasan itu dibatalkan.
Inilah kekuatan seorang khalifah dengan kewibawaannya, membuat siapa pun tak berani menghina Rasulullah Saw. Karena dalam Islam, seorang pemimpin tak hanya mengutuk tindakan keji tersebut. Namun, seorang pemimpin adalah pelindung atas umatnya dan agamanya.
Wallahu a’lam []