Oleh : Laila Thamrin
(Praktisi Pendidikan ; Revowriter Kalsel)
#MuslimahTimes — Barat memang tak pernah membiarkan hegemoninya mengendur pada umat Islam. Dengan berbagai cara upayanya terus dideraskan. Semua lini kehidupan dan strata usia manusia kan dicecarnya.
Fun, food, fashion (3F), yang mungkin terkesan sangat biasa dalam kehidupan. Tapi justru disinilah mereka melakukan penyusupan. Tiga hal yang sangat dekat dengan semua usia.
Fun, kesenangan. Siapa yang tak suka nonton film? Dari film bergenre balita hingga manula terhidang dimana-mana. Dari bioskop canggih berbayar hingga hanya sekedar gadget di genggaman siap memberikan sajian indah film-film menghanyutkan. Hingga melenakan umat dari kenyataan. Berharap hidupnya pun bak cerita indah dari film kesukaan.
Tak hanya film, tapi kegiatan lainnya yang menyenangkan. Seperti olahraga, musik, travelling, hobbi apapun. Yang dikemas dengan apik dan memukau bisa menjauhkan dari persoalan hidup yang rumit. Hingga persoalan umat yang urgen pun terlewatkan. Baik yang di depan mata, apatah lagi yang di negeri seberang.
Food, makanan . Siapa yang tak hobi makan? Eits, makan sekarang bukan sekedar kebutuhan asasi. Tapi sudah diframing untuk jadi suatu “hobi” bergengsi. Keluar masuk rumah makan, resto, cafe telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat. Tak peduli harganya, yang penting kerennya. Apalagi jika brandnya dari negara yang super power. Bisa jadi akan lupa dengan halal dan thoyyibnya. Akhirnya bertubi-tubi masuk ke dalam rongga mulut. Kenyang sih, tapi bagaimana dengan berkahnya jika tak jelas status halalnya?
Fashion, gaya berpakaian. Dari ujung kepala hingga ujung kaki. Berbagai tren berbusana dirancang oleh para desainer. Begitu pun gaya rambut, aksesoris hingga riasan di wajah. Alhasil, perempuan cantik itu ukurannya adalah kulit putih, tinggi semampai, mata indah dan bulu mata lentik, bibir sensual, alis tebal dan melengkung, rambut panjang dan lurus, dan seabrek cap lainnya. Berbondong-bondonglah kaum hawa mengikuti tren ini. Tak terasa tubuh perempuan dieksploitasi demi uang. Akhirnya, mereka abai dengan aurat yang semestinya ditutupi. Tebar sana sini. Padahal aaurat hanya boleh terlihat oleh mahromnya. Bukan untuk dinikmati semua orang.
Industri yang berhubungan dengan fun, fooddan fashion ini pun tak kalah gencar. Merekalah yang mensuasanakan agar pasar dipenuhi dengan produk-produknya. Dan rakyat dipaksa memilih barang jualan di etalase mereka. Para pelaku industri ini selalu berorientasi keuntungan. Apalagi pijakannya adalah kapitalis materialistik. Tentu setiap yang mereka produksi demi menghasilkan kapital yang banyak. Mereka tak berpikir tentang efek yang ditimbulkan akibat produk yang mereka lepas di pasar. Bagi mereka, selama masih ada yang membeli dan mencari berarti produk mereka harus terus diproduksi. Halal haram bukan urusannya. Itu urusan konsumen dengan Tuhannya.
Sekulerisme telah mencabik-cabik hidup kaum muslimin. Meski sebuah negeri mayoritas penduduknya muslim, namun mereka hidup dalam gaya hidup sekuler. Karenanya, agama disisihkan pada ruang sempit dan berbatas. Digunakan saat tertentu saja. Itupun kadang diupayakan seringan-ringannya. Materi telah mendominasi kehidupan rakyat. Hingga bahagia itu adakah ketika materi yang diperoleh meluber. Bukan lagi bahagia itu karena ketaatan pada syariatNya.
Kebebasan individu menjadi motor penggerak kehidupan zaman now. Tak ada yang boleh mengaturnya. Mereka bebas untuk berbuat, bebas berpendapat, bebas memiliki sesuatu bahkan bebas untuk menentukan aqidahnya. Maka wajarlah kita kan dapati seorang yang ngomong suka-suka. Berbuat tanpa dipikir. Memiliki sesuatu tanpa melihat hak orang lain. Bahkan bebas semaunya untuk berpindah-pindah keyakinan. Dan bisa jadi ada pula yang menjadi tak bertuhan, atheis. Beginikah yang disebut hidup dengan peradaban yang mulia? Tentu saja keliru.
Peradaban yang mulia akan lahir dari ideologi yang sahih. Tak lain dan tak bukan Islam lah ideologi itu. Memang umat Islam saat ini banyak, namun tercerai-berai bak buih di lautan. Hingga peradaban yang mestinya bisa terbangun menjadi seperti angan-angan yang membubung tinggi ke langit.
Jika ingin peradaban Islam menancap kuat dan muncul ke permukaan, maka kaum muslimin harus membuang Sekulerisme jauh-jauh. Mengokohkan kembali syariat Islam agar mengakar kuat. Menjadikan Islam nafasnya, jiwanya dan darahnya. Hingga tak ada satu perilakupun yang terlepas dari ikatan syariatNya.
Sulit? Tentu saja. Karena hidup kita sekarang berada dalam cengkraman Kapitalisme. Namun, kesulitan itu akan sirna jika kita berusaha. Sekaligus meminta pertolongan kepada Allah, Dzat yang Maha Mengabulkan Doa. Lihatlah bagaimana perjuangan Rasulullah Saw pertama kali mendakwahkan Islam. Seorang diri. Semakin lama, semakin banyak yang mengikuti. Makin banyak yang berIslam, makin kuat penentangan dari orang-orang Quraisy. Tapi makin terlihat berkilaunya ajaran Islam. Dan makin terlihat kekokohan aqidah kaum muslimin.
Apa pendorong mereka hingga tetap taat meski dihujat, dicaci-maki, dimusuhi, dipisahkan dari anak dan istri, bahkan disiksa hingga mati? Keimanan. Ya itu jawabannya. Iman yang kokoh terpatri dalam hati membuat visi hidup seorang muslim berdimensi akhirat. Indahnya kehidupan kampung akhirat lebih dirindukannya dari keindahan hidup sesaat di dunia.
Seperti kesabaran dan ketabahan Sumayyah binti Khabath ra, isteri Yasir. Generasi pertama yang memeluk Islam. Ketika siksaan ditimpakan orang kafir Quraisy kepadanya, juga kepada ‘Ammar anaknya dan Yasir suaminya, Rasulullah Saw bersabda, “Berbahagialah, wahai keluarga ‘Ammar, karena sesungguhnya kalian telah dijanjikan masuk surga.” Ucapan Rasulullah bak hembusan angin surga yang menyejukkan pedihnya siksaan para kafir Quraisy. Hingga satu persatu keluarga ini dijemput ajalnya. Dan Sumayyah menjadi syahidah pertama dalam Islam ketika ujung tombak Abu Jahal menembus qubul (kemaluannya). Kesabaran dan kekokohan aqidahnya berbuah surga.
Tengok juga bagaimana perkasanya pasukan perang Rasulullah Saw. Saat perang Badar, hanya 300 orang tentara kaum muslimin. Namun dengan kekuatan ruhiyah yang mantap, doa pun dipanjatkan. Maka atas ijin Allah, mereka mampu memenangkan pertempuran melawan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang. Jumlah yang tak sebanding, tapi Allah berpihak pada kaum Muslimin.
Begitupun kekuatan ruhiyah pasukan Sultan Muhammad Al Fatih yang mampu menyebrangkan kapal-kapal pasukannya melewati gunung. Diluar nalar manusia. Tapi berkat dorongan iman dan pertolongan Allah, semua bisa berubah. Kemenangan bisa diraih. Dan Islam pun bisa mengalahkan kekuasaan Byzantium.
Semua pengorbanan, kesabaran dan ketabahan para sahabat dan kaum muslimin tersebut karena kekuatan ruhiyah yang mereka miliki. Serta usaha sungguh-sungguh yang mereka lakukan. Dan Allah pun mengulurkan pertolonganNya, hingga kemenangan demi kemenangan berhasil diraih oleh kaum muslimin. Kehidupan jahiliyah pun berubah menjadi kehidupan Islam yang memuliakan manusia. Serta muncul menjadi peradaban dunia.
Karenanya, hidup dalam cengkraman Kapitalisme ini bisa kita ubah dengan kehidupan Islam. Asalkan umat Islam mau bersatu padu. Berusaha mendakwahkan semua ajaran Islam. Menyuarakan kewajiban adanya Khilafah dimuka bumi ini, sebagai bagian dari ajaran Islam ini. Serta mengupayakan tegaknya Islam dalam naungan Khilafah. Agar penerapan Islam bisa sempurna. Dan kehidupan kaum muslimin pun hanya menuju pada satu visi dan misi, yaitu Ridho Allah Swt. Sehingga dimensi akhirat selalu menyertai dalam setiap amal di dunia ini.
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An Nur : 55)
Wallahu’alam bish showwab.
=======================================================
Sumber Foto : SlideShare