Breaking News

Aborsi Legal, Bukti Sekularisme Sistem Gagal

Spread the love

Oleh. Sunarti

Muslimahtimes.com–“Sudah jatuh tertimpa tangga” begitu pengibaratan nasib yang menimpa kaum perempuan khususnya dan masyarakat umumnya. Kehidupan sudah susah, masih tertimpa kasus kekerasan. Sayangnya, justru perilaku buruk “diajangi” dengan berbagai aturan yang menambah peluang selebar-lebarnya kejadian serupa. Sebut saja kasus pemerkosaan. Alih-alih diselesaikan dengan solusi mendasar, memberi efek jera bagi pelaku, malah seolah “diajangi” dengan peraturan perundang-undangan.

Sebut saja, perolehan aborsi bagi korban pemerkosaan yang hingga hamil. Memang ada beberapa kriteria kebolehan aborsi bagi para korban perkosaan, namun bukan demikian cara yang seharusnya ditempuh oleh pemerintah. Ini bukan solusi yang bisa menyelesaikan tingginya angka pemerkosaan.

Baru-baru ini pemerintah menetapkan peraturan baru terkait dengan korban perkosaan. Tenaga kesehatan dan tenaga medis diperkenankan untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal tersebut diatur dalam aturan pelaksana Undang-undang No. 17 tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 20232023 tentang Kesehatan.

Dalam PP tersebut, “Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana,” bunyi Pasal 116. Disertakan bahwa kebolehan aborsi yang hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan, dan usia kehamilan sebelum 40 hari atau sebelum peniupan ruh.

Namun seharusnya bukan cara demikian yang ditempuh. Sumber persoalan dari banyaknya kasus pemerkosaan-lah yang seharusnya ditindak dan diantisipasi. Bukan fasilitas aborsi yang dilegalkan.

Tingginya Kasus Perkosaan 

Tidak dimungkiri kasus perkosaan kian meningkat. CTAHU mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Dalam laman Kompasperempuan.co.id; 7/3/2024) mengabarkan jika kasus tersebut bak fenomena gunung es, meski angka di atas ada penurunan dari tahun 2022 yang tercatat 55.920 kasus, atau sekitar 12%. Karena data kasus kekerasan terhadap perempuan tersebut merupakan data kasus yang dilaporkan oleh korban, pendamping maupun keluarga dan bisa jadi kasus yang tidak dilaporkan lebih besar.

Di laman Sindonews.com (13/7/2024) juga memberitakan sepanjang tahun 2023, tercatat 135 kasus pemerkosaan terjadi di Aceh yang menempati provinsi ini berada di posisi teratas. Diikuti Jawa Barat dengan total kasus 114, sementara Jawa Timur berada di peringkat ke tiga dengan 106 kasus. Dan keseluruhan terdapat 1.443 kasus pemerkosaan di Indonesia selama 2023 dengan mayoritas korban adalah anak-anak.

Meski Legal, Aborsi tetap Berisiko

Bagi korban pemerkosaan jika terjadi kehamilan, sebenarnya adalah sebuah ujian. Namun, bagi masyarakat yang sudah luntur rasa iman dan yang dominan adalah pemikiran liberal, kehamilan dari hasil kejahatan adalah sebuah aib. Dan atas dasar ketidaksukaan dan ketidakadilan, maka korban memilih menghilangkan jejak pemerkosa dari tubuhnya. Inilah yang muncul ketika masyarakat diberikan hak azasi manusia, maka dia akan memutuskan segala sesuatu yang tidak disenangi tidak berdasarkan apa yang ditinjuki dari Sang Pencipta. Alih-alih, bersabar, justru memilih meng-aborsi calon anaknya.

Dalam bidang kesehatan sendiri, sebenarnya aborsi rawan terjadi bahaya meski dilakukan dengan legal. Komplikasi dapat terjadi saat atau setelah melakukan aborsi. Terlebih jika tindakan aborsi tidak dilakukan dengan prosedur yang benar atau tanpa pengawasan dokter. Komplikasi yang terjadi dapat berupa perdarahan, masalah pada rahim akibat bagian tubuh bayi yang diaborsi tidak diangkat atau dibersihkan dengan baik, bahkan kematian ibu. Serta bisa lebih berbahaya daripada melahirkan. Sebab, angka kematian akibat aborsi lebih tinggi, daripada angka kematian pada wanita yang melahirkan (Alodokter.com).

Aborsi Bukan Solusi 

Meskipun ada beberapa kriteria aborsi yang dibolehkan dalam putusan pemerintah kali ini, akan tetapi solusi aborsi tidaklah tepat. Akan lebih banyak bermunculan lelaki hidup belang yang akan menyalurkan syahwatnya kepada siapa saja yang dia incar. Karena dianggapnya tidak lagi ada jejak anak, setelah dibolehkan aborsi bagi korban yang tidak mengandung anaknya.

Seharusnya negara mengambil kebijakan bagaimana menyelesaikan berbagai persoalan tidaklah tambal sulam seperti saat ini. Dari berbagai faktor pemerkosaan bisa terjadi, maka butuh aturan yang tepat. Masyarakat yang dibenaknya terdapat kejahatan, memperlihatkan lemahnya iman dalam masyarakat. Dibutuhkan sinergi antara masyarakat dan negara untuk menjaga keimanan sehingga perilaku dan kehormatan seluruh warga negara juga terjaga.

Butuh Hukum yang Memberikan Efek Jera

Seharusnya bukan korban yang musti kehilangan calon janinnya, tapi pelaku seharusnya diberikan hukuman yang tegas dan memberikan efek jera. Korban, diberikan pemulihan secara psikologis dan kesehatan untuk kuat dalam menghadapi cobaan yang menimpanya. Sisi keimanan dikuatkan, sehingga tidak memilih meng-aborsi calon anaknya.

Hukuman yang tegas untuk pelaku harus diterapkan, agar jera baginya dan juga bagi warga lain akan takut untuk berbuat hal yang sama. Hal penting adalah negara mencegah perilaku bebas masyarakat yang melampiaskan nafsu. Mulai dari pemberian pemahaman sejak dini kepada warga negara untuk menutup aurat (baik laki-laki maupun perempuan). Menundukkan pandangan bagi laki-laki dan memberikan kemudahan fasilitas kepada pasangan yang hendak menikah.

Sisi lain yang butuh kekuatan dari tangan negara adalah pencegahan dari “rangsangan dari luar” seperti segala tontonan yang berbau pornografi baik di dunia maya dan di dunia nyata, yang hanya bisa dihentikan dan di-banned oleh negara. Tempat-tempat yang dijadikan hiburan yang identik dengan aktivitas yang merangsang syahwat juga ditutup dan dilarang.

Dalam sistem pendidikan sejak dini ditanamkan akidah Islam yang kuat. Sehingga perilaku sehari-hari akan selalu mengingat Allah sebagai Sang Pencipta dan Sang Pengatur. Rasa takut kepada Allah akan benar-benar terjaga di tengah masyarakat.

Telah jamak diketahui jika negeri ini menerapkan sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan dan menjunjung tinggi kebebasan (liberal). Berakhir pada kehidupan yang rusak dan aturan yang mendukungnya. Pun pengambilan solusi atas segala persoalan juga tidak menyentuh akar persoalannya. Tersebab semua berdasarkan pada akal manusia yang serba lemah dan terbatas. Inilah bukti sistem sekuler-liberal telah gagal melindungi kehormatan dan keamanan warga negara.

Waallahu alam bisawab