
Oleh. Kholda Najiyah
Founder Salehah Institute
Muslimahtimes.com–Tahun 2024 menorehkan catatan kelam dunia perempuan. Dalam lima tahun terakhir, kasus perempuan yang menjadi korban pembunuhan karena gendernya atau femisida sangat tinggi. Rekor dibanding periode-periode sebelumnya.
Menurut Komnas Perempuan, periode Juni 2021-Juni 2022 tercatat ada 307 kasus. Lalu Oktober 2023-Oktober 2024, ada 290 kasus. Data ini hanya dari pantauan berita online, sehingga belum menggambarkan realita sesungguhnya (Tempo).
Salah satu kasus tragis adalah tewasnya Riyas Nuraini (32), seorang aktivias Fatayat NU yang juga pedagang online, Warga Desa Rajabasa, Lampung. Jenazahnya ditemukan meringkuk di dalam karung di tengah perkebunan jagung, bersama motornya.
Hingga tulisan ini dibuat, kasusnya masih misteri. Siapa pelakunya belum terungkap, setelah lima bulan berlalu sejak ia dihabisi pada 18 Juli 2024. Masyarakat dihantui kecemasan, karena pelaku di balik pembunuhan sadis itu masih berkeliaran bebas (Pikiran Rakyat).
Sungguh mengiris hati. Mengapa di era modern, di mana perempuan seharusnya lebih terlindungi keamanannya, malah dibunuh secara keji? Lalu ke mana orang-orang yang seharusnya melindungi?
Pelaku Orang Terdekat
Didefinisikan, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan karena jenis kelaminnya. Dilatar belakangi oleh kebencian, dendam, penindasan dan penaklukan terhadap perempuan. Bisa juga karena relasi kuasa dan kepuasan sadistis.
Karena itu, pelaku femisida kebanyakan adalah kaum laki-laki yang hidup dan membersamai korban. Sosok yang dicintai dan seharusnya melindungi. Memberikan haknya untuk diperlakukan dengan baik dan penuh kasih sayang. Sungguh ironis.
Masih dari Komnas Perempuan, data menunjukkan bahwa jenis femisida terbanyak adalah femisida intim. Artinya, pelaku adalah suami korban. Angkanya mendominasi, mencapai 26 persen (71 kasus). Pelaku selanjutnya adalah pacar, yaitu 17 persen (47 kasus). Lalu, anggota keluarga sebesar 11 persen (29 kasus) dan pengguna layanan seksual sebesar 6 persen (16 kasus).
Kekejaman pelaku femisida ini antara lain dengan merusak organ seksual, penelanjangan, mutilasi, kekerasan seksual sebelum, selama dan sesudah kematian, jenazahnya disembunyikan hingga dibakar. Adapun alasan tertinggi adalah dibakar cemburu atau sakit hati, penolakan hubungan seksual, masalah finansial dan kekerasan seksual. Demikian dilansir dari laman Komnas Perempuan. Tentu saja, apapun alasannya tidak bisa dibenarkan.
Kriminal Jahat
Menghilangkan nyawa manusia, merupakan jenis kejahatan paling kejam di dunia. Terlepas bahwa ajal memang atas izin Allah, tetapi manusia yang tega mencabut hak hidup orang lain adalah sekejam-kejamnya manusia. Itu sebabnya Allah menurunkan hukuman qishos yang sangat tegas.
Hukuman tegas itu, demi mencegah munculnya pelaku lain. Memberikan jaminan kehidupan masyarakat agar lebih aman, karena di sekitar mereka tidak berkeliaran para pembunuh berdarah dingin. Islam tidak mengizinkan para penjagal nyawa untuk hidup dan mencari mangsa lagi.
Hukuman itu berlaku bagi siapapun, tanpa memandang jenis kelamin. Karena sejatinya, kasus pembunuhan bukan semata faktor jenis kelamin. Kalaulah data menunjukkan, banyak perempuan menjadi korban, hal itu karena perhatian yang besar pada kaum perempuan.
Maklum, perempuan sampai kapanpun memang pihak yang rentan untuk diperlakukan aniaya. Tidak usah membantah realita bahwasanya secara fisik dan emosi perempuan memang tidak sekuat laki-laki. Karena itu, perempuan selalu di posisi harus dilindungi.
Di sisi lain, tak sedikit laki-laki yang menjadi korban pembunuhan di berbagai belahan dunia. Dan, pelakunya malah para perempuan. Para suami yang diam dan tak pernah mengeluh, tiba-tiba sering menjadi sasaran amuk istrinya yang gelap mata.
Masih ingat, tewasnya seorang polisi gara-gara sang istri memborgol tangannya dan menyiram bensin padanya? Terlepas dari pemicunya, namun fakta bahwa perempuan juga bisa menjadi penjagal nyawa tidak terbantahkan.
Begitulah. Sejatinya, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama berpotensi menjadi korban. Semua itu merupakan bentuk kriminalitas jahat. Tidak boleh ada pembiaran, terutama oleh negara.
Sistem Jahat Pemicu Stres Berat
Maraknya femisida, tak lepas dari penerapan sistem hidup sekuler kapitalis saat ini yang menyebabkan tekanan sosial tinggi pada setiap individu. Stres dan depresi telah menjadi gejala umum di tengah-tengah masyarakat.
Jadi, munculnya kasus-kasus pembunuhan tidak begitu saja terjadi, melainkan buah dari buruknya penerapan sistem hidup sekuler ini. Di sistem ini, pemenuhan kebutuhan pokok dan hak-hak setiap individu banyak yang diabaikan. Ini akan menciptakan lingkaran setan yang tak berkesudahan.
Dimulai dari suami yang stres karena tidak memiliki akses kepada sumber kekayaan. Sudah kerja banting tulang pun, gaji sangat rendah. Hanya sebatas UMR yang mencekik leher. Begitu terima gaji, suami hanya bisa merenungi, kapan bisa membahagiakan anak-istri.
Diberikanlah sebagian gaji itu kepada sang istri. Lalu dibelanjakan kebutuhan pokok. Istri pun dibuat stres karena harga bahan pangan mahal hingga nafkah tak cukup. Tertekan dengan rengekan anak-anak. Akibatnya, mereka menjadi sasaran pelampiasan amarah. Anak-anak pun ikut terdampak gangguan mental.
Sebagai protes pada keadaan, istri pun melampiaskannya pada suami. Antara lain dalam bentuk, hilang gairah dalam melayani. Tidak antusias berkhidmat padanya. Bahkan sebaliknya, selalu menuntut agar suami begini dan begitu.
Jika ini terjadi terus menerus dalam hitungan tahun, lambat laun kesabaran kian menipis. Keimanan kian tergerus. Godaan setan membuat kalap. Putus asa membuat gelap mata. Terjadilah, kalau bukan istri yang membunuh maka dia yang dibunuh. Na’udzubillah min dzalik.
Kapitalis Merusak Fitrah
Perempuan diciptakan Allah Swt dalam keadaan fitrah yang suci. Karakter dasar perempuan adalah lemah lembut, pemalu, dan penyayang. Namun, kondisi kehidupan yang kejam di tengah sistem sekuler kapitalis, menghilangkan semua fitrah itu.
Tinggal di rumah yang sempit dan tak layak huni, bagaimana perempuan bisa menikmati peran. Rasa enggan melayani pasangan, karena keadaan sungguh tidak nyaman. Pikiran kusut karena kenyataan jauh dari harapan.
Perempuan pun dituntut mampu mengelola uang nafkah yang minim. Bagaimana perempuan bisa tenang, sedangkan urusan perut tak bisa ditunda. Membersamai pasangan hidup yang juga stres dan akhirnya toxic, bagaimana bisa bersabar.
Jangan salahkan perempuan jika sebagian dari mereka kehilangan jati dirinya. Tiba-tiba harus tampil gagah perkasa untuk menjadi tulang punggung keluarga. Sebagian lagi harus menyembunyikan rasa malu dan berubah menjadi perayu. Sebagian perempuan menjadi garang, padahal seharusnya penyayang.
Lalu terjadilah hal-hal yang tidak seharusnya terjadi. Ketika perempuan dihabisi oleh orang-orang terdekatnya, muncul tuduhan-tuduhan keji bahwa hal itu terjadi karena kesalahan perempuan sendiri. Perempuanlah yang memicu kemarahan pelaku. Ah, sungguh malang nasib perempuan.
Sebaliknya juga demikian. Banyak laki-laki yang juga melenceng dari fitrahnya. Kehormatannya terkoyak karena tak bisa mencukupi nafkah keluarga. Direndahkan dan diremehkan karena tak mampu menyejahterakan.
Kepemimpinannya melemah, karena tidak ada sokongan dana. Rasa tanggung jawabnya hilang, berganti abai pada pasangan. Rasa sayangnya berubah menjadi benci. Kemampuannya melindungi berganti menjadi tega menyakiti.
Inilah lingkaran setan yang memicu kasus-kasus pembunuhan kepada orang-orang tersayang. Entah berapa banyak lagi korban akan berjatuhan, tanpa mengentaskan akar masalahnya, yaitu penerapan sistem sekuler kapitalis yang kejam.
Sistem sekuler ini, menyuburkan tindak kriminalitas, akibat tekanan sosial yang demikian berat. Sudah saatnya diganti. Percayakan pada sistem Islam sebagai solusi dari Allah Swt. Salah satunya, terapkan qishosh pada pembunuh jika nyawa manusia ingin tetap dihargai. Bukankah aturan Allah adalah yang terbaik dan pasti membawa kebaikan?
Namun, tentu saja hukum qishosh hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam secara menyeluruh. Sistem yang menjaga fitrah laki-laki dan perempuan pada tempatnya, hingga tercegah menjadi pembunuh maupun dibunuh. Wallahu’alam.(*)