Oleh. Amila Rosyada
MuslimahTimes.com–Bicara tentang pandemi, Presiden Tunisia, Kais Saied, menerapkan keadaan darurat nasional dan pemerintahan yang buruk dengan memberhentikan perdana menteri, membekukan parlemen, dan merebut kendali eksekutif. Namun, hal tersebut justru disambut oleh demonstran jalanan dan dicap sebagai kudeta oleh lawan-lawan politiknya. Lewat panggilan telepon, penasihat keamanan nasional AS, Jake Sullivan, mendesak presiden Tunisia pada Sabtu (31/7) untuk segera membawa negaranya kembali ke “jalur demokrasi” dan menekankan kepada Saied perlunya membentuk pemerintahan baru dengan cepat, dipimpin oleh seorang perdana menteri yang cakap untuk menstabilkan ekonomi Tunisia dan menghadapi pandemi Covid-19, serta memastikan kembalinya parlemen terpilih secara tepat waktu.
Kini Tunisia kembali pada konstitusi demokratis yang memisahkan kekuasaan presiden, perdana menteri, dan parlemen demi menghadapi tantangan pandemi. Lalu bagaimana dengan negeri ini? Media asing, Bloomberg pada Selasa (27/7/2021) melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-53 dari 53 negara di dunia yang berarti Indonesia disebut sebagai negara yang paling buruk dalam menangani Covid-19 di dunia.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, mengatakan bahwa tidak ada jurus jitu untuk menangani Covid-19 dan bahwa seluruh negara di dunia juga sedang berjuang menangani pandemi, tidak hanya di Indonesia saja. Nadia mengatakan penerapan PPKM sejak lonjakan kasus terjadi, lambat laun akan berpengaruh baik terhadap penanganan Covid-19 ini. “Kita sebenarnya dengan melakukan PPKM Darurat dan sudah minggu ketiga PPKM Level 4 ini sudah memberikan penurunan. Kalau kita lihat jumlah orang yang dirawat (mengalami penurunan), bukan keterisian tempat perawatan,” jelasnya, dikutip dari tayangan Youtube tvOne, Sabtu (31/7/2021).
Indonesia masih berkiblat pada demokrasi dalam menangani pandemi. Pemerintah menerapkan kebijakan PPKM yang belum bisa menuntaskan wabah dan justru memicu berbagai gelombang protes dari rakyat. Fenomena ini seakan menghilangkan kepercayaan rakyat pada peran pemerintah, namun tidak banyak dari mereka yang punya solusi untuk memecahkan permasalahan pandemi ini. Sebagian besar rakyat hanya berpikir bahwa pandemi akan terselesaikan dengan baik oleh sosok pemerintah yang bisa menanganinya dengan baik pula, maka mereka hanya terfokus dengan meminta pergantian orangnya saja. Padahal tanpa mereka sadari bahwa solusi semacam itu adalah sia-sia saja karena siapa pun yang menjabat sebagai pemerintah di dalam kubangan sistem yang sama yaitu demokrasi, maka akan sama pula hasil kerjanya.
Gencarnya pergerakan penjajah dalam menyetir pemikiran rakyat, membuat mereka terlupa atau bahkan terbutakan dari gambaran peradaban umat manusia yang makmur dan sejahtera di bawah perlindungan sebuah negara Islam. Rakyat seakan tidak bisa memikirkan solusi cemerlang dalam mengatasi permasalahan pandemi ini, kecuali hanya berkutat melalui jalan demokrasi. Padahal di balik semua itu, Islam yang sempurna telah hadir dengan solusinya dalam menghadapi pandemi ini.
Bukan demokrasi maupun otoriter, sistem pemerintahan yang mampu menyelesaikan pandemi. Bukan keduanya, melainkan sistem Islam. Kembali menerapkan Islam adalah satu-satunya solusi dalam menangani pandemi dan bahkan semua permasalahan baik dalam level negara, masyarakat, ataupun individu. Tidak ada lagi yang bisa diharapkan dalam sistem demokrasi-kapitalisme, yang ada justru akan dihadapkan dengan segudang permasalahan baru dan ketidakteraturan. Rakyat harus membuka mata bahwa ada solusi yang lebih pantas dalam menangani pandemi ini dan bukan hanya sebatas berkutat pada jalan demokrasi, yaitu kembali menerapkan sistem Islam.
Berlembar-lembar sudah sejarah menuliskan tinta emas, betapa terjaminnya kehidupan manusia di kala itu dalam naungan negara Islam yang menerapkan sistem pemerintahan Khilafah, yang mana hal ini harus segera membukakan mata rakyat, menyadarkan mereka, dan mengembalikan mereka pada jalan fitrah, yaitu Islam.