Breaking News

Demokrasi Membawa Keadilan? Ilusi!

Spread the love

Oleh. Ranita

Muslimahtimes.com–Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, “mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”

QS. Al Baqarah ayat 170 ini mengabarkan kepada kita perilaku manusia di masa jahiliyah yang lebih memilih mengabaikan hukum Allah dan mengikuti hukum (syariat) buatan nenek moyang mereka meskipun nenek moyang mereka bodoh tentang urusan mereka.

Meski diturunkan sekitar 14 abad silam, ayat ini sangat relevan dengan realita dunia saat ini. Di negeri-negeri muslim yang menerapkan demokrasi termasuk Indonesia, hukum produk kesepakatan legislatif lebih dipilih sekalipun itu mengabaikan hukum Allah. Padahal, pengabaian terhadap hukum Allah ini jelas akan mengantarkan manusia pada kondisi tidak ideal, bahkan kerusakan.

Undang-undang yang bisa direvisi sesuka hati, ketidakadilan hukum yang tumpul ke atas namun tajam ke bawah, adalah sebagian kecil bentuk kerusakan yang muncul karena kehidupan manusia diatur oleh hawa nafsu manusia lainnya. Jika terus dibiarkan, perkara semacam ini tentu bisa menimbulkan kerusakan dan kehancuran bagi sebuah bangsa.

Dalam kasus yang menyita perhatian publik saat ini misalnya, putra mantan anggota DPR RI dari Fraksi PKB divonis bebas oleh hakim meski keterangan saksi dan bukti CCTV menunjukkan bahwa terdakwa adalah pelaku tunggal dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan seorang perempuan (Kompas.com, 1/8/2024). Setelah kejanggalan putusan ini ramai diperbincangkan publik, Badan Pengawas Mahkamah Agung menerjunkan tim pemeriksa yang bertugas mendalami dugaan adanya pelanggaran Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang dilakukan oleh majlis hakim PN Surabaya yang menangani kasus tersebut (Kompas.com, 2/8/2024). Pertanyaannya, jika tidak mendapat sorotan, apakah ketidakadilan putusan ini akan diperiksa? Mengingat ketidakadilan hukum semacam ini bukan yang pertama kalinya.

Demokrasi Meniscayakan Ketidakadilan Hukum

Ketidakadilan hukum adalah cacat bawaan demokrasi yang mustahil dihilangkan jika manusia masih berpegang pada sistem buatan nenek moyang ini. Demokrasi adalah sistem bernegara yang meyakini kedaulatan (hak membuat hukum) ada di tangan rakyat. Meski terlihat indah, realitas kedaulatan di tangan rakyat tentu hanyalah ilusi yang tak sesuai logika. Bagaimana mungkin, sebuah masyarakat atau bangsa yang jumlahnya besar bersepakat untuk membuat satu hukum bagi dirinya?

Karena kemustahilan ini, praktik memproduksi hukum atau perundang-undangan dalam sistem demokrasi diwakilkan kepada segelintir wakil rakyat dalam lembaga legislatif. Melalui wakil rakyat inilah, hak kedaulatan di tangan rakyat direalisasikan. Selanjutnya, pelaksanaan dan penerapan hukum produk legislatif ini akan dilakukan oleh lembaga eksekutif dan yudikatif.

Dalam tataran konsep demokrasi yang paling ideal saja, undang-undang yang dihasilkan oleh wakil rakyat adalah hasil dari hawa nafsu wakil rakyat yang belum tentu sejalan dengan keinginan rakyat. Keadilan belum tentu didapat. Apalagi jika kita bicara tentang keberpihakan hukum yang dilakukan lembaga yudikatif. Ketidakadilan ganda sangat mungkin terjadi di tengah-tengah masyarakat seperti kasus di atas.

Kedaulatan Milik Allah

Berbanding terbalik dengan demokrasi, Islam menetapkan kedaulatan atau hak membuat hukum hanyalah milik Allah. Di dalam Islam, manusia bukanlah legislator. Semua undang-undang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dari sinilah keadilan hukum berawal. Hukum hanya berasal dari Zat Yang Maha Adil dan tidak memiliki kepentingan apa pun kepada manusia.

Dalam pelaksanaan hukum dan perundang-undangan, ada khalifah yang berperan sebagai kepala negara. Khalifah bertugas memastikan terlaksananya hukum tersebut di tengah-tengah masyarakat. Untuk mengawasi dan menjaga tegaknya hukum agar senantiasa sesuai syariat, ada lembaga peradilan yang dinamakan Al-Qadhi.

Kontrol masyarakat terhadap jalannya pemerintahan dan hukum dilaksanakan oleh tokoh dan wakil rakyat dalam Majelis Umat. Sedangkan kontrol negara terhadap pengawasan hukum dilakukan oleh Qadhi Mazhalim. Qadhi Mazhalim berhak untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap jalannya pemerintahan dan pelaksanaan hukum yang dilakukan oleh khalifah maupun lembaga peradilan, sekalipun publik tidak meminta evaluasi.

Karena sistem dan perangkat hukum Islam inilah, praktik ketidakadilan hukum dan perundang-undangan yang umum terjadi dalam sistem demokrasi, dapat dicegah sejak awal. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Karenanya, saatnya manusia berlepas dari hukum nenek moyang dan kembali kepada sistem Islam agar keadilan kembali didapatkan.