Breaking News

Ilusi Keadilan dalam Sistem Demokrasi

Spread the love

Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt.
(Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Muslimahtimes.com–Pengacara keluarga mendiang Dini Sera Afrianti, mengumumkan akan membuat laporan kepada Hakim Pengawas (Bawas) di Mahkamah Agung, setelah hakim ketua Erentua Damanik menjatuhkan vonis bebas untuk Gregorius Ronald Tannur dari dakwaan kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.

“Kami akan bekerja sama dengan banyak pihak yang peduli dengan putusan ini. Keputusan ini menunjukkan betapa sulitnya mencari keadilan di Indonesia,” ungkap Dimas Yemahura, penasihat hukum keluarga korban, dengan nada kesal.(Surabayapostnews.com, Juli 2024).

Di sisi lain ketua KPU Hasyim Asyari, mendapatkan hukuman dicopot dari jabatannya sebagai ketua KPU setelah terbukti melakukan tindak asusila, padahal tindakan tersebut jelas melanggar norma agama dan masyarakat.

Berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di negeri ini tidak mendapatkan sanksi tegas, yang mengoyak nurani keadilan masyarakat, di antaranya kasus asusila ketua KPU Hasyim Asyari dan kasus Ronald Tannur. Hal ini menggambarkan sistem hukum yang jauh dari keadilan dan tidak memberikan efek jera. Bahkan hukum dikatakan tajam ke bawah tumpul ke atas.

Ini menjadi bukti lemahnya hukum buatan akal manusia yang diterapkan hari ini. Wajar karena manusia adalah makhluk yang lemah, terbatas dan seringkali mudah terjebak dalam konflik kepentingan. Inilah gambaran hukum dalam sistem demokrasi. Yang bahkan juga bisa membuka celah terjadinya kejahatan.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam menegakan keadilan dengan berpedoman pada aturan Allah Swt, dzat yang Maha Mengetahui dan Mahaadil.

Islam pun memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Yang berfungsi sebagai jawabir (sanksi) dan zawajir (pencegahan).

Islam juga memiliki definisi kejahatan dan sanksi, juga upaya pencegahan yang menyeluruh, yang jelas, dan penegak hukum adalah orang yang amanah dan bertaqwa pada Allah Swt.

Dalam Islam, kejahatan adalah segala bentuk pelanggaran terhadap hukum syariat. Maka setiap pelanggaran terhadap hukum syariat akan masuk dalam kategori sebagai kejahatan. Sebagai contoh, saat Allah Swt melarang berzina, maka saat manusia berzina maka ia terkategori melanggar hukum syariat, karenanya berzina masuk dalam kategori kejahatan, dan diberikan sanksi tegas dan menjerakan atas pelakunya.
Allah Swt berfirman :

اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ٢

Artinya : “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk [melaksanakan] agama [hukum] Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hendaklah [pelaksanaan] hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin,” (QS. An-Nur [24]:2)

Atau saat Allah Swt memerintahkan manusia untuk menegakan hukum qishash terkait pembunuhan. Maka saat tidak ditegakkan oleh manusia akan terkategori sebagai pelanggaran hukum syariat, yang berarti adalah kejahatan.

Firman Allah Swt :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡكُمُ الۡقِصَاصُ فِى الۡقَتۡلٰى  ؕ الۡحُرُّ بِالۡحُـرِّ وَالۡعَبۡدُ بِالۡعَبۡدِ وَالۡاُنۡثَىٰ بِالۡاُنۡثٰىؕ فَمَنۡ عُفِىَ لَهٗ مِنۡ اَخِيۡهِ شَىۡءٌ فَاتِّبَاعٌۢ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَاَدَآءٌ اِلَيۡهِ بِاِحۡسَانٍؕ ذٰلِكَ تَخۡفِيۡفٌ مِّنۡ رَّبِّكُمۡ وَرَحۡمَةٌ  ؕ فَمَنِ اعۡتَدٰى بَعۡدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۚ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih.” (Al-Baqarah (2) : 178)

Sanksi hukum yang akan diberikan kepada setiap pelaku kejahatan adalah jelas dan tegas. Dilaksanakan oleh seorang imam atau khalifah atau pemimpin kaum muslimin dalam sistem yang menerapkan hukum syariat islam kaffah, yang amanah dan bertaqwa kepada Allah Swt.

Sebab hukum Islam hanya bisa ditegakkan oleh seorang pemimpin yang bertakwa kepada Allah Swt dalam sistem Islam. Karenanya berharap keadilan akan ditegakkan dalam sistem demokrasi adalah bagaikan pepatah, jauh panggang dari api, bagaikan pungguk merindukan bulan, tidak akan pernah terealisasi.

Hanya satu harapan manusia agar keadilan tegak dengan sebenar-benarnya, yaitu kembali menerapkan hukum syariat Islam kaffah atas seluruh rakyatnya. Sehingga keadilan akan mampu ditegakkan dengan sebenar-benarnya. Sebab seorang pemimpin dalam Islam, akan bersungguh-sungguh menegakan hukum Islam dalam kepemimpinannya, karena satu kesadaran dan satu keyakinan bahwa kelak di Yaumil Akhir setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya atas setiap amanah kepemimpinan atas rakyatnya.

Selain juga sebab hanya sistem hukum Islam saja yang manusiawi , sesuai dengan fitrah penciptaan manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.

Wallahualam.