Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Kontributor MuslimahTimes.com)
Muslimahtimes.com– Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, meyakini Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat menjadi pusatnya Indonesia pada masa yang akan datang. IKN menurutnya, merupakan visi besar untuk mengubah Indonesia, yang masyarakat di dalamnya ke depan bukan lagi berorientasi jawasentris, melainkan Indonesiasentris.”IKN ini adalah visi besar untuk mengubah Indonesia masa depan tahun 2045, masyarakat tidak lagi berorientasi jawa sentris tetapi Indonesia sentris, dimana IKN menjadi Center of Gravity atau Pusat Gravitasinya Indonesia,” ucapnya.
Menurut Muhadjir lagi, pemerintah saat ini sedang mempersiapkan generasi muda yang cerdas dan memiliki daya saing. Dia menilai, generasi muda saat ini merupakan salah satu kunci keberhasilan bagi Indonesia dalam mencapai target Indonesia Emas 2045. Muhadjir mengatakan, kualitas manusia Indonesia dapat meningkat dengan beberapa upaya yang terencana dengan baik. Beberapa di antaranya, yakni pendidikan yang semakin tinggi dan merata, kebudayaan yang kuat, derajat kesehatan, usia harapan hidup, serta kualitas hidup yang semakin baik. (republika.co.id, 5/11/2023)
Ide Baik Sistem Buruk, Jelas Gagal Total
Menyebutkan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kualitas manusia seperti yang disebutkan Muhadjir yaitu pendidikan yang semakin tinggi dan merata, kebudayaan yang kuat, derajat kesehatan, usia harapan hidup, serta kualitas hidup yang semakin baik adalah ide yang baik. Namun ini ibarat menepuk angin di udara, ide ini hanya hasil, bukan cara. Bisa dipastikan akan mengalami kegagalan seperti berbagi ide baik sebelumnya.
Muhajir tidak menyebutkan bagaimana caranya dan apa yang menjadi sistem support agar faktor-faktor peningkat kualitas manusia itu bisa terwujud. Sebab kita hari ini masih menggunakan sistem aturan kapitalisme sekuler, pendidikan hanya berorientasi pada penciptaan tenaga kerja terampil, bukan mereka yang memiliki aklak dan adab terpuji. Kurikulum yang disusun, semakin dipraktikkan semakin menambah angka mereka yang depresi, bunuh diri, berlaku bebas dan kriminal.
Belum lagi jika dikaitkan dengan biaya pendidikan, hakikatnya hanya orang kaya saja yang bisa leluasa mengenyam pendidikan ke tingkat tertinggi, mereka yang tak memiliki dana lebih memilih sekolah vokasi dengan harapan lulus bisa langsung bekerja. Setidaknya itu bisa meringankan beban orang tua. Jika pun ada beasiswa, teknisnya rumit dan hanya bisa diakses mereka yang melek digital. Jika pun banyak berita di media massa yang menyebutkan anak tukang becak mendapat beasiswa dan lainnya, jelas hanya fenomena gunung es, masih banyak anak tukang becak yang belum beruntung, sebab terbatasnya info dan akses.
Kemudian kebudayaan yang kuat, kebudayaan mana yang dimaksud? Kita mayoritas muslim namun Islam tidak menjadi budaya, justru menjadi bulan-bulanan penguasa. Maka ada moderasi beragama, dimana Islam dipaksa mengikuti agama lain, lebih toleran dan tidak kaku. Lantas, siapa yang menanggung konsekwensi dari perintah Allah untuk masuk Islam secara keseluruhan ( TQS al-Baqarah:208) ketika kita kemudian memilah perintah mana yang mudah dan mana yang sulit?
Jelas ini bukan perkara sepele, Islam adalah agama yang ditetapkan Allah sendiri sebagai agama yang diridhai, sebagaimana firman Allah Swt. yang artinya, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (TQS. Ali Imran: 19). Faktanya, penguasa hari ini turut melegalkan hukum yang berasal dari manusia.
Budaya yang menguat hari ini adalah asing seperti barat atau Korea. Generasi hari ini lebih menyanjung band Korea, drama Korea atau bahkan gaya hidup kumpul kebo yang dipopulerkan barat. Tujuan mereka hanya mencapai bahagia materi, bukan hakiki. Maka, apa yang itu dianggap bisa memuaskan nafsu mereka akan mereka ambil sekaligus menjadi magnet bagi daya juang mereka. Apalagi jika dikaitkan dengan ide Jawasentris yang dirubah menjadi Indonesiasentris, sangat berbahaya.
Indonesiasentris, suatu konsep yang mencakup gagasan kebangkitan nasional serta persatuan Indonesia untuk bersama mensejahterakan bangsa yang tidak terfokus di pulau Jawa saja, tetapi diperuntukkan bagi rakyat seluruh Indonesia adalah setali tiga uang dengan ide Nation State atau negara bangsa. Inilah pangkal hancurnya Ukhuwah Islamiyah. Yang seharusnya muslim dimana pun berada adalah satu saudara, kini hanya fokus pada rakyat senegaranya saja. Kepekaan berkurang, terbukti dari genodide saudara di Palestina tak menggerakkan hati-hati pemimpin muslim dunia, mereka terperangkap dalam ide negara bangsa buatan penjajah saat ditandatanganinya perjanjian Skys Pivot.
Saatnya Penerapan Sistem Islam, Cabut Kapitalisme
Yakin kita akan mengadopsi ide ini? Bukankah itu menempatkan kita di posisi sesama penjajah? Belum lagi jika kita bahas derajat kesehatan, usia harapan hidup, serta kualitas hidup yang semakin baik sudah sangat khayali, sistem hari ini menciptakan kesenjangan, akibat seluruh pengaturan urusan manusia bukan di pundak negara. Melainkan ada pada asing. No free lunch, itu prinsip pemodal asing yang menjadi harga mati, rakyat makin kesulitan. Negara pun kian abai.
Sudah seharusnya ide baik, didukung dengan sistem yang baik, agar bisa mencapai tujuan sesuai target. Saatnya menerapkan Islam, dan mencabut ide merusak yaitu kapitalisme sekuler. Islam mewajibkan pemimpinnya peduli, dan mengemban kekuasaan sebagai amanah. “Tidaklah seorang penguasa yang diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Wallahualam bissawab.