Oleh. Rifatun Mahmuda
MuslimahTimes.com – Entah apa yang ada di benak para orang tua hari ini yang menjadi pelaku kekerasan terhadap buah hatinya. Bahkan, taraf tindakan kekerasannya sampai membuat sang anak kehilangan nyawa. Kasus ini tampaknya tidak akan pernah habis, pasalnya setiap tahun kasus yang sama terus berulang. Dalam 2 tahun terakhir saja ada 7 kasus pembunuhan anak dengan motif yang hampir sama yaitu terimpit masalah ekonomi, kejiwaan ibu, sampai KDRT seperti dilansir dari kompas.com, Rabu (25/3/2022).
Ibu Tega Menggorok Leher Anak Kandung
Publik digegerkan kembali oleh kasus seorang ibu muda, Kanti Utami 35 tahun, seorang ibu di Brebes Jawa Tengah (Jateng) tega menggorok leher ketiga anak kandungnya KSZ (10), ARK (7) dan E (5). Salah satu anaknya tewas di tempat dengan luka sayat di leher serta bagian dada dan tubuh bagian atas lebam, sementara dua lainnya dilarikan ke rumah sakit terdekat. “Saat pintu dibuka, anaknya yang bernama ARK (7) sudah dalam kondisi meninggal dunia, ada luka sayat di leher”, kata Kapolsek Tonjong AKP M Yusuf seperti dikutip dari detik Jateng, Senin (21/3/2022).
Yusuf menambahkan bahwa kedua korban lainnya yang berinisial KSZ (10) dan E (5) mengalami luka parah. Tubuh mereka penuh luka sayat. Kedua korban dirawat di RSU Siti Aminah Bumiayu untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut, sementara itu ARK jenazahnya dimakamkan di TPU Dukuh Sokawera, Desa Tonjong. “Hasil pemeriksaan, korban meninggal terdapat luka sayat di leher kiri sepanjang 12 cm dengan kedalaman lima cm, sementara dua lainnya terdapat luka di leher, rahang dan dada”, ungkap petugas Puskesmas Tonjong Sajio.
Menurut keterangan polisi lebih lanjut, pelaku (KU) mengaku hanya ingin menyelamatkan anak-anaknya agar tidak hidup susah, tidak merasakan sedih seperti dirinya, jadi mereka semua harus mati. Meski dengan cara yang salah, KU yakin kematian anak-anaknya adalah jalan terbaik. Selain itu pelaku mengaku kurang kasih sayang dari suami, ekonomi yang pas-pasan sedangkan suami sering menganggur. Seorang Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau kepada pihak kepolisian untuk memeriksa kesehatan mental dan jiwa pelaku walaupun info yang beredar mengatakan bahwa pelaku stres karena terimpit masalah ekonomi, kesulitan hidup.
Pentingnya Kesehatan Mental Kaum Ibu
Kondisi masyarakat yang cenderung memiliki cara pandang hidup yang lebih mementingkan materi merupakan cara pandang kapitalisme sekuler yaitu sistem buatan manusia yang asal muasalnya dari Barat. Sistem ini cenderung membawa kerusakan demi kerusakan di tengah masyarakat. Sistem dengan asas pemisahan agama dari kehidupan ini memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan didapatkan hanya dengan terpenuhinya materi sebanyak mungkin sekalipun harus menindas yang lain. Mereka berpendapat bahwa manusia berhak membuat peraturan hidupnya sesuai kehendak hati.
Alhasil, manusia yang menerapkan sistem ini tidak akan menjadikan agama sebagai solusi terbaik permasalahan umat. Ketika mereka terimpit ekonomi misalnya, mereka lebih cenderung stres, mengambil jalan pintas dengan jalan bunuh diri atau membunuh orang lain supaya tidak merasakan lagi penderitaan karena kemiskinan, bukannya bertawakal serta menerima qadha (ketetapan) Allah Swt.
Hal ini berdampak pada kurangnya pengendalian jiwa maupun emosi, seorang ibu yang tidak dibekali ilmu tidak akan menjadi ibu yang berhasil. Sebab urusan membesarkan dan mendidik anak bukan lah hal yang mudah dilakukan apalagi digempur oleh perubahan zaman yang semakin menyulitkan individu untuk belajar ilmu agama. Seorang ibu malah disibukkan dengan urusan lain yang seharusnya tidak menjadi beban, seperti ekonomi yang pas-pasan atau suami yang menganggur sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan anak. Beban yang tak kunjung usai lama kelamaan bertumpuk dan menjadi masalah bagi jiwa dan mental.
Dr. Jalaluddin dalam buku Psikologi Agama menyebut, “Kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)“, dilansir dari Republika.co.id.
Definisi kepribadian menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, bahwa manusia memiliki dua unsur kepribadian dalam dirinya yaitu pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Pola pikir adalah cara yang digunakan dalam memahami sesuatu atau cara yang digunakan untuk mengaitkan fakta dengan informasi atau sebaliknya berdasarkan suatu landasan tertentu. Sedangkan pola sikap adalah cara yang digunakan manusia dengan mengaitkan dorongan pemenuhannya dengan mafahim atau aqliyahnya tadi. Dengan kata lain, pola sikap adalah cara yang digunakan manusia untuk memenuhi gharizah (naluri) dan kebutuhan jasmaninya sesuai dengan aqliyah yang ia miliki.
Seseorang bisa dikatakan memiliki kepribadian yang khas atau yang dibahas disini adalah kepribadian Islam, apabila ia memiliki aqliyah Islamiyyah (pola pikir Islam) dan nafsiyah Islamiyyah (pola sikap Islam). Apabila salah satu diantara keduanya tidak ada maka sesungguhnya ia belum memiliki kepribadian Islam. Maka, mental yang sehat adalah mental yang memiliki iman dan takwa kepada Allah Swt, sehingga seseorang yang sehat mentalnya akan mudah mengendalikan sikap, tindakan dan tingkah laku dalam menghadapi segala macam persoalan hidup.
Penjagaan Kesehatan Mental Rakyat adalah Tanggung Jawab Negara
Kasus ini jelas tidak boleh dianggap sepele, pasalnya peran ibu adalah peran yang krusial dalam rumah tangga dan peradaban. Ummu madrasatul ula’ wa ummu ajyaal, ibu merupakan madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Tentu sepatutnya peran ini harus dibekali dengan tsaqofah (ilmu Islam) yang mumpuni pula. Dengan begitu terwujud lah keluarga Islam yang mampu mencetak generasi-generasi penerus yang berkualitas baik dalam segi agama maupun pendidikan. Mengingat dalam sebuah rumah tangga pasti dihadapkan dengan masalah-masalah yang akan timbul, lalu bagaimana menyelesaikannya jika tidak dibarengi dengan persiapan sebelumnya? Disini lah urgensi tsaqofah Islam bagi seseorang yang hendak menikah, baik perempuan maupun laki-laki. Bahwa pernikahan bukan hanya sekadar pemenuhan naluri nau’ yaitu naluri untuk melestarikan keturunan saja.
Sejatinya kasus seperti ibu Kanti Utami tidak akan terjadi jika sistem Islam diterapkan. Sebab,kasus berulang ini tak cukup dengan solusi perbaikan kejiwaan pelakunya saja, namun lebih jauh di balik kasus pembunuhan terhadap anak ini, umat menyadari bahwa tidak ada sistem yang lebih baik dari Islam. Sistem buatan manusia yakni kapitalisme sekuler yang diterapkan hampir di seluruh dunia hari ini adalah sistem rusak yang hanya membuat umat sengsara dan menderita. Merenggut hak ibu kepada anak, hak kepala keluarga sebagai pencari nafkah serta hak anak kepada kedua orangtuanya.
Faktanya kehidupan di tengah masyarakat sekarang ini adalah cerminan dari kehidupan barat yang mengesampingkan nilai-nilai keimanan dan mengusung paham sekularisme. Sistem sekularisme ini terbukti melahirkan ibu yang rapuh pemahaman agamanya. Inilah bukti bahwa negara sebagai penjamin kesejahteraan umat dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya. Sehingga tidak menutup kemungkinah kasus yang dialami ibu Kanti Utami akan berlaku kepada para ibu lainnya di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Maka, solusi terbaik untuk umat adalah mengganti sistem yang sudah rusak ini ke sistem yang mampu memberi kesejahteraan bagi rakyatnya, sistem ini tidak lain adalah sitem yang berasal dari Allah Swt, yakni sistem Islam.
Dalam sistem Islam, kepala pemerintahan atau khalifah akan menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat, seperti pembekalan ilmu yang mumpuni untuk calon ibu maupun calon bapak. Sehingga rumah tangga yang dibangun adalah rumah tangga yang sakinah berasaskan ibadah kepada Allah Swt. serta yang akan meminimalisir adanya tindak kekerasan dan penyakit kejiwaan. Khalifah juga akan menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyatnya, sehingga tidak akan ada kasus memilukan seperti yang dialami oleh ibu Kanti Utami di belahan dunia mana pun.
Wallahu a’lam.