Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)
MuslimahTimes.com – Pendidikan vokasi yaitu menyiapkan peserta didik untuk bekerja. Dapat dikatakan bahwa pendidikan vokasi adalah pendidikan yang menyiapkan terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh segenap masyarakat dunia usaha/industri diawasi oleh masyarakat dan pemerintah, atau dalam sebuah kontrak dengan lembaga serta berbasis produktif (Pavlova dalam Sukoco (2019)). Benarkah pendidikan vokasi akan membawa kesejahteraan?
Sebanyak 70 persen atau 144 juta orang pekerja berada dalam usia produktif akan sejahtera di masa senjanya pasca purnabakti. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto di Senayan JCC, Minggu (30/10). Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022, tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Di dalam aturan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Kemendikbud Ristek ditugasi untuk membawahi pendidikan vokasi, dengan leading sector berada di bawah Kemenaker. (kumparan.com, 30/10/2022)
Pendidikan vokasi digadang-gadang akan membawa kesejahteraan para pekerja. Pasalnya, dari pendidikan vokasi siswa dididik dan dilatih untuk memiliki skill dan keterampilan yang disiapkan untuk jadi target market pasar industri. Sederhananya, siswa yang lahir dari pendidikan vokasi disiapkan untuk menjadi buruh atau pekerja. Selain itu, angin segar kenaikan upah diharapkan akan membawa pekerja pada kesejahteraan.
Dilansir dari m.kumparan.com, (24/10/2022), Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 dipastikan lebih tinggi dari tahun ini, sepeti yang disampaikan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11). Ia tengah mempertimbangkan tuntutan kenaikan 13 persen yang disampaikan buruh. Sesuai dengan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Ida sudah berkoordinasi dengan dewan pengupahan daerah sejak 1 November. Ia juga mengaku sudah mendengarkan pandangan Apindo dan Kadin selaku perwakilan pengusaha serta pandangan dari pekerja dan serikat buruh.
Benarkah Pendidikan Vokasi Membawa Kesejahteraan?
Perlu ditela’ah apakah benar kebijakan pendidikan vokasi dan kenaikan upah akan mengantarkan para pekerja pada kesejahteraan? Jika yang lahir dari pendidikan vokasi adalah SDM yang siap kerja hanya sebatas teknis, belum tentu mereka sejahtera. Karena yang dibutuhkan dalam dunia kerja bukan hanya sekadar pekerja teknis tetapi juga ahli. Kalau hanya pekerja teknis, bisa dipastikan yang akan sejahtera adalah para korporat yang memanfaatkan tenaga SDM anak bangsa.
Memang itu yang diharapkan korporat, SDM bangsa ini tidak lebih dari sekadar robot industri. Jika SDM di negeri ini sampai pada tenaga ahli (expert), korporat yang serakah tak leluasa memanfaatkan dan berbuat seenaknya. Karena keahlian akan membuat haibah atau wibawa negeri lebih baik dari sekadar kacung-kacung korporat. Korporat tahu, apabila SDM negeri ini sampai pada tenaga ahli mereka akan mengeluarkan cuan lebih besar melebihi bayaran yang hanya tenaga teknis.
Munculnya UU Omnibus Law saja banyak merugikan buruh atau pekerja. Kenaikan upah berdasar UU tersebut hanya sedikit, padahal tenaga dan keringat yang dikeluarkan buruh sangat banyak. Pekerja diperas tenaga dan waktunya, tapi imbalannya tak seberapa. Korporat yang rakus dalam sistem kapitalisme akan terus menghitung untung, bagaimana caranya mereka mengeluarkan cuan hanya sedikit, tapi keuntungan materi yang mereka dapatkan lebih banyak.
Apabila sistem yang digunakan masih kapitalisme, kenaikan upah belum bisa menjamin kesejahteraan. Ditambah kondisi kirisis dan resesi saat ini, harga-harga naik dan daya beli menurun. Upah naik, sementara harga-harga naik tak ada bedanya. Imbas krisis di antaranya PHK besar-besaran, misalnya pabrik Philips akan melakukan PHK terhadap 4000 karyawannya. Hal ini disebabkan anjloknya penjualan akibat penarikan ventilator dan peralatan medis dari pasar. (kumparan.com, 24/10/2022)
Belum lagi pabrik yang lainnya, kemungkinan melakukan hal yang sama yaitu PHK terhadap karyawannya. Jika demikian, bagaimana nasib kaum pekerja atau buruh di negeri ini? Nyatanya, kesejahteraan hanyalah mimpi, jauh panggang dari api.
Sejahtera hanya dalam Islam
Melihat realita tersebut, umat butuh segera solusi yang benar-benar bisa memberi kesejahteraan bukan hanya bagi para pekerja tapi seluruh warga negara. Secara imani, jika yakin adanya makhluk karena ada pencipta maka harus yakin Sang Pencipta tersebut menciptakan alam semesta dan isinya sudah sepaket dengan aturannya. Sama halnya pabrik motor atau mobil, membuat produk sekligus dengan buku panduannya. Jika tidak sesuai dengan panduannya, maka akan kacau dan tak berfungsi.
Islam agama yang sempurna, mengatur semua aspek kehidupan. Islam memiliki konsep kesejahteraan, bahwa sejahtera itu jika kebutuhan pokok per kepala atau setiap warga negara terpenuhi dengan baik. Ditambah terpenuhinya kebutuhan kolektif setiap warga negara, yaitu keamanan, pendidikan dan kesehatan dengan gratis.
Konsep sejahtera pasti berkaitan dengan sistem yang diterapkan. Islam memfasilitasi lapangan pekerjaan bagi warga negara yang membutuhkan, negara menjamin kepala keluarga bisa memberi nafkah keluarganya. Saat ini rakyat dalam kondisi terjepit, upah pas-pasan bahkan kurang ditambah harus menanggung beban biaya pendidikan dan kesehatan yang tinggi. Padahal, pendidikan dan kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dipenuhi negara.
Tugas negara dalam Islam ialah mengurus semua aturan rakyat sesuai syariat. Karena hanya dengan menjalankan syariat, kemaslahatan dan kebaikan bsia diraih. Maka, khalifah sebagai pemimpin negara akan terus berupaya menerapkan syariat dan menjalankan fungsinya mengurus urusan rakyat. Sistem ekonomi Islam sangat komprehensif dan mampu memberikan solusi.
Torehan sejarah membuktikan Islam menjamin kesejahteraan, di Museum Hagia Sofia Istanbul dipamerkan jejak Khilafah Utsmaniyah dalam menjamin perlindungan dan kemakmuran kepada warganya maupun kepada orang asing, tanpa pandang agama mereka. Jejak sejarah, surat sertifikat tanah yang diberikan tahun 925 H (1519 M) kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman inquisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam di Andalusia.
Contoh lain, surat terima kasih Presiden Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim Khalifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris), abad 18 (Prof. Fahmi Amhar). Jika warga negar asing yang bukan muslim saja dijamin apalagi warga negara yang muslim, tentu lebih dijamin.
Dalam Islam, ilmu untuk diamalkan, tidak ada belajar hanya sekadar teori saja tanpa praktik. Tak ada dikotomi pendidikan vokasi dan non vokasi, semuanya sudah terintegrasi. Menimba ilmu niatnya hanya karena Alllah, bekerja berdasarkan keahlian yang dimiliki. Islam membekali warga negara terutama laki-laki memiliki keahlian, yang bisa bermanfaat untuk umat. Bahkan, membawa haibah negara Islam mengungguli negara-negara lain sebagaimana dulu di masa peradaban emas nan gemilang.
Tercatat dalam sejarah, para ulama unggul yang menjadi rujukan dunia. Misalnya Ibnu Sina menjadi rujukan di bidang kedokteran, Al Khawarizmi di bidang matematika. Serta masih banyak ulama yang ahli agama dan sains, mereka lahir dari sistem paripurna yang menjadikan akidah Islam sebagai fondasi yang kokoh. Wahai umat, mari bersiap menyongsong peradaban Islam jilid kedua yang akan memimpin dunia.
Allahualam bishawab.